Pelantikan Pamong Desa Baru Desa Jatimulyo Kecamatan Dlingo

Dlingo : setda.bantulkab.go.id: Pelaksanaan pelantikan pamong desa baru di Balai Desa Jatimulyo Kecamatan Dlingo pada hari Kamis tanggal 20 Agustus 2014 terdiri dari 1 orang dukuh yaitu Dukuh Dodogan, Sdr. Suwardi dan 3 orang Staf Desa yaitu Sdr. Heru Sarjono, Sdr. Suyoto, dan Sdri. Sri Wahyuni.

Acara pelantikan dimulai pada pukul 09.00 Wib dengan dihadiri oleh jajaran muspika, unsur BPD, tokoh masyarakat dan juga dari Bagian Pemerintahan Desa Setda Kabupaten Bantul. Adapun yang melantik adalah Lurah Desa Jatimulyo Bp. Paimo.

Dalam kesempatan itu Lurah Desa menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Sugino selaku Dukuh yang lama dan ucapan selamat kepada Dukuh baru dan staf desa yang baru serta menyampaikan pesan agar pamong desa yang baru segera menyesuaikan diri dengan lingkungan pemerintah desa Jatimulyo. Dalam kesempatan yang sama Camat Dlingo Drs. Susanto juga menyampaikan agar pamong desa yg baru segera mempelajari aturan-aturan yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

UPACARA HUT RI KE- 69 KECAMATAN DLINGO

 
Dlingo : terong-bantul.info: Upacara bendera memperingati HUT RI ke 69 kecamtan Dlingo untuk tahun ini diakan di Lapangan Desa Muntuk.Dalam upacara tersebut ada yang istimewa pada tahun ini ada penampilan senam senjata yang dilakukan oleh siswa-siswi SLTA Dlingo dengan pelatih Bapak Danramil Kecamatan Dlingo (Surono) walau hanya melakukan latihan beberapa hari namun sudah kelihatan kompak dan bisa menjadi daya tarik tersendiri oleh semua peserta upacara yang hadir. 
 
Selain itu pula Pasukan Pengibar Bendera yang dilakukan oleh siswa-siswi dari SMKN dan SMUN Dlingo juga dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.Sehingga seusai Upacara semua aparatur pemerintah Kecanatan dan Kelurahan,para Guru dan Wali Murid memberikan selamat kepada siswa tersebut sehingga tidak sedikit yang haru sampai menitikkan air mata menandakan betapa bahagianya sekaligus bangga sudah dapat melasanakan tugas dengan sebaik baiknya karena tidak semua siswa bisa terpilih sebagai pasukan pengibar bendera.

Riyo si Anak Buruh Tani Dlingo Tembus Fakultas Kedokteran UGM



Dlingo : Fathi Mahmud/Liputan6.com: Di rumah sederhana di Dusun Pencitrejo, Dlingo, Bantul, DIY itu, calon dokter dibesarkan oleh pasangan buruh tani, Sukamto dan Sugiyem.

Riyo Pungki Irawan (18) tersenyum lebar bersama ibundanya, Sugiyem di depan rumah mereka yang masih beralaskan tanah dan beratapkan asbes. Di rumah sederhana di Dusun Pencitrejo, Dlingo, Bantul, DIY itu, calon dokter dibesarkan oleh pasangan buruh tani, Sukamto dan Sugiyem.

Riyo adalah anak semata wayang pasangan itu. Meski keluarganya cuma buruh tani, namun tak menyurutkan keinginan Riyo untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Terbukti, Riyo berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Dia berhasil masuk ke kampus favorit itu lewat jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Riyo juga tak perlu mengkhawatirkan masalah biaya. Berkat beasiswa Bidikmisi, dia digratiskan dari biaya kuliah.

Bangga, sudah pasti.

"Nggak sempat kebayang diterima, dulu pasrah diterima atau tidaknya di Kedokteran. Saingannya kan ketat, pasti teman-teman dari seluruh Indonesia, khususnya dari luar Yogyakarta yang cerdas-cerdas juga memilih kedokteran" kata Riyo di kediamannya, Bantul, DIY,.

Riyo bercerita, dari kecil dia memang bercita-cita menjadi dokter. Di kampungnya, hanya ada 2 dokter dan 1 mantri yang melayani seluruh masyrakat di satu desa.

"Apalagi di sini, dokter berasal dari luar desa. Penginnya ada dokter dari kampung sendiri," ucap Riyo.

Riyo sudah terbiasa hidup sederhana. Dia memahami penghasilan ayah dan ibunya sebagai buruh tani yang tak tetap. Pemuda ini juga tidak pernah memaksa dibelikan kendaraan untuk kebutuhan transportasinya ke sekolah.

Ayah dan ibunya hanya membekalinya uang sekitar Rp 100 ribu untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kecil, tapi butuh perjuangan besar bagi Sukamto dan Sugiyem untuk mendapatkannya.

"Kadang dikasih lebih, kadang kurang," kenang lulusan siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta itu.

Kendati hidup serba kekurangan, tetap tidak mengendorkan semangat Riyo dalam belajar. Bahkan Riyo selalu berprestasi di kelas. Tidak hanya ranking di kelas, Riyo juga memiliki prestasi gemilang dalam berbagai bidang.

Seperti juara 1 lomba debat tingkat nasional yang dilaksanakan Kemendikbud di Bogor, Jawa Barat tahun 2012 dan juara 2 lomba cerdas cermat bidang pendidikan kewarganegaraan di Yogyakarta pada tahun yang sama.

Sugiyem, ibunda Riyo, tidak bisa menyembunyikan rasa senang dan bahagianya karena sang putra bisa diterima dan kuliah secara gratis di Fakultas Kedokteran UGM.

"Semoga cita-citanya tercapai dan menjadi anak yang sukses," doa Sugiyem.

LEGENDA SENDANG BANYU PANGURIPAN

Dlingo : http://bimasinatribloka11.blogspot.com: Pada suatu hari ada seorang anak petani di desa. Ia bernama Cokro Joyo. Sehari-harinya Ia bekerja sebagai pemanjat kelapa. Ia sering bernyanyi tembang jawa saat Ia memanjat kelapa.
 

Pada saat Ia memanjat kelapa sambil bernyanyi, seorang wali lewat di sekitar pohon itu. Ia bernama Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mendengar suara Cokro Joyo yang nyaring saat bernyanyi. Lalu Sunan Kalijaga berhenti menunggu Cokro Joyo turun dari pohon. 

Pada waktu itu Sunan Kalijaga memberi banyak petuah pada Cokro Joyo. Lalu Cokro Joyo berminat untuk ikut dengan Sunan Kalijaga. Sunan pun memperbolehkan. Mereka pun segera berjalan dan sampai di sebuah pegunungan. Tiba-tiba Sunan Kalijaga ingat bahwa Ia harus pergi ke Makkah untuk menjalankan tugas. Lalu Ia berkata pada Cokro Joyo “Cokro, tolong tunggu di sini, karena saya akan pergi ke Makkah”. Cokro Joyo diperintah untuk menunggu di sebuah pegunnungan dan diberi tongkat milik Sunan Kalijaga yang harus dijaga oleh Cokro Joyo. Syaratnya adalah, Cokro Joyo harus berada di tempat itu sampai Sunan Kalijaga kembali dan Ia tidak boleh berpindah dari tempat itu.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Cokro Joyo tidak pergi karena takut dengan Sunan Kalijaga. Ia menunggu sampai tumbuhan-tumbuhan bambu muncul di sekitar tempatnya.

Saat di Makkah Sunan Kalijaga ingat bahwa Cokro Joyo masih berada di tempat itu. Dengan spontan, Sunan Kalijaga kembali ke tempat Cokro Joyo. Setelah sampai di tempat, yang ada hanya pohon-pohon bambu yang rimbun. Tapi Sunan kalijaga yakin bahwa Cokro Joyo berada di tengah bambu itu.

Lalu Sunan Kalijaga memutuskan untuk membakar pohon bambu itu. Setelah dibakar ternyata memang benar bahwa Cokro Joyo berada di tempat itu. Wajah Cokro Joyo hitam terbakar. Sunan Kalijaga memutuskan untuk membawa Cokro Joyo ke arah timur di sebelah barat Sungai Oyo. Ternyata sungai itu kering.
 

Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya. Setelah tongkatnya diangkat, muncul sumber air yang jernih dan melimpah. Lalu Ia memandikan Cokro Joyo. Setelah itu Sunan Kalijaga memutuskan untuk member nama sumber air itu dengan nama Sendang Banyu Penguripan.

Setelah member nama, Sunan Kalijaga memutuskan untuk peri kea rah barat bersama Cokro Joyo. Di tengah perjalanan, ada sebuah pohon jati. Mereka berhenti di dekat pohon itu. Sunan Kalijaga bertanya pada Cokro Joyo “Itu Pohon apa?”. Maksud Sunan Kalijaga adalah untuk menguji ingatan Cokro Joyo.

Cokro Joyo berpikiran bahwa Sunan Kalijaga hanya ingin mengujinya. Lalu Sunan kalijaga menjawab,”Itu pohon Kluwih”. Ternyata pohon jati itu berubah menjadi pohon Kluwih. Hal itu menjadi perdebatan di antara mereka. Sunan Kalijaga mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon jati sedangkan Cokro Joyo mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon Kluwih. Tiba-tiba pohon itu berubah dengan daun pohon jati dan daun Kluwih. Lalu disebut dengan nama pohon Jati Kluwih.

Setelah mengetahui bahwa pohon dapat berubah menjadi pohon jatikluwih, Sunan Kalijaga mengubah nama Cokro Joyo menjadi Sunan Geseng. Sunan Geseng merupakan Sunan yang terakhir di kisah Wali Songo.

Setelah itu mereka memutuskan untuk berjalan lagi. Sunan Kalijaga kembali menguji kemampuan Sunan Geseng. Sunan Kalijaga membawa batu bulat, lalu bertanya pada Sunan Geseng, “Ini apa?” lalu Sunan Geseng menjawab “Ini Golong”. Ketika batu itu disentuh oleh Sunan Geseng, ternyata batu itu berubah menjadi Golong.

Semua itu masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar dan keluharan di daerah itu dinamakan kelurahan Banyu Urip yang bertempat di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.

PELAYANAN HARI PERTAMA PASCALIBUR LEBARAN 2014




Dlingo : Pem.Kec.Dlingo :Masyarakat menunggu giliran memperoleh pelayanan di Kecamatan Dlingo, pelayanan kepada masyarakat di Kecamatan Dlingo terlihat berjalan normal meskipun ada sedikit peningkatan banyaknya masyarakat yang datang untuk memperoleh pelayanan.

Kegiatan silaturahim dan syawalan oleh masyarakat secara mandiri sudah tidak nampak. Tapi untuk kegiatan syawalan yang sifatnya kegiatan komunitas maupun kelembagaan saat ini sudah ada beberapa dan kegiatan semacam ini akan mewarnai Bulan Syawal sampai tutup bulan.  Masyarakat juga sudah menjalankan aktivitas sehari-hari secara normal termasuk dalam hal mengurus dokumen-dokumen yang mereka butuhkan, sehingga pelayanan boleh dikata normal kembali jika dibandingkan dengan pelaksanaan pelayanan terbatas selama libur cuti bersama yang lalu.

Jemput Bola Pasien Di Kegiatan Posyandu Untuk Meningkatkan Kunjungan Puskesmas Dllingo

Dlingo : Puskesmas Dlingo : Berbagai cara dilakukan untuk dapat meningkatkan kunjungan pasien di Puskesmas. Salah satu strategi yang dilakukan adalah melakukan jemput bola pasien dengan mendatangi langsung pasien yang ada di dusun-dusun terpencil. Salah satunya adalah di Dusun Kediwung Kelurahan Mangunan Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul DIY.

pemeriksaan kesehatan

Bertepatan dengan kegiatan Posyandu Lansia dan Balita, juga dilakukan pemeriksaan kepada pasien mengeluh mengalami gangguan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan oleh Petugas Pembina Dusun (Gasbinsun) dari Puskesmas Dlingo I yang pada hari itu bertugas di Dusun Kediwung.  Adapun Gasbinsun yang bertugas pada hari itu adalah Bidan Sumarni dan Budi Santoso sebagai perawat. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap bulannya untuk setiap Dusun.

“Nopo Mbah sing diraosaken?” Tanya Budi Santoso ketika mencoba mengetahui kondisi kesehatan pasien yang diperiksanya.
“Niki obat e diunjuk sedinten ping 2kaleh setunggal-setunggal mbah nggih.” Terang Bidan Sumarni saat memberikan konseling obat kepada seorang pasien di Kediwung. Pada kegiatan pemeriksaan kesehatan itu terdapat 7 orang pasien pemegang kartu jamkesmas yang berobat dan 2 pasien umum. Untuk peserta Jamkesmas tidak ditarik biaya retribusi apapun sedangkan untuk pasien umum dikenakan retribusi Rp.5.500,-.

kit obat posyandu

Meski demikian masih ada kendala yang dihadapi petugas di lapangan dimana salah satunya adalah kondisi kit obat yang kurang layang dan kurang memperhatikan kualitas obat yang dibawa.