Kebanggan Masyarakat Dlingo terhadap Dlingo akhir-akhir ini mengalami kemunduran. Sebagai bagian masyarakat Bantul dan Yogyakarta mereka memang sudah memiliki karakter khas serta di kenal luas. Namun identitas tersebut tentu juga bergantung pada yang membawakannya. Sebagai sebuah gambaran adalah manusia yang bertelanjang dada atau tidak mengenakan pakaian sama sekali diasumsikan bersih, kosong, seperti kain putih. Tidak ada makna yang bisa dilekatkan padanya. Namun bila berpakaian manusia tersebut akan memiliki sebuah ke-khas-an serta identitas yang mudah di kenali.
Berbeda lagi jika digambarkan dengan para generasi muda Dlingo, mereka memilih untuk memodifikasi motor mereka lalu di gunakan untuk balap liar di sepanjang jembatan sungai oyo untuk dapat mencari kepuasan diri dan dikenal. Ada pula yang mencari jaringan lewat facebook sebagai media untuk mempopulerkan diri. Ini hanya beberapa hal yang dilakukan generasi muda Dlingo untuk menemukan sebuah kata “ IDENTITAS”.
Meskipun menunjukkan penampakan visual yang berbeda dalam cara berekspresi, namun semua ekspresi tersebut didasarkan pada sebuah ide dan gagasan. Sebuah refleksi nyata yang dipilih secara acak dan berbeda-beda. Lebih spesifik lagi apabila di analogikan pada saat kita sedang bercermin, maka kita pasti bilang pada cermin tersebut “ Aku adalah aku seperti yang tampak di depanku dan harus berbeda dengan yang lain”
Namun permasalahan utamanya adalah, apakah seperti itu cirri, watak, dan karakter khas masyarakat Dlingo?
Identitas adalah sesuatu yang terus menerus mengalami pergeseran dan perubahan, begitu juga kelas sosial dan budaya yang semakin tampak berskat di kalangan masyarakat Dlingo. Hal ini lebih mirip apa bila kita berusaha mencari hubungan antara tas dan seseorang yang memilikinya. Sama juga seperti hubungan kamar dan segenap isinya serta siapa yang tinggal di kamar tersebut. Yang menarik untuk dicermati dari hal ini adalah seberapa besar hasrat dan kebanggaan pemilik tas dan kamar tersebut, sehingga pada saat seseorang membawa tas atau tidur di kamar tersebut dia merasa istimewa.
Sekali lagi pertaruhannya tidak terkait dengan kepiawaian atau tidak lagi berhubungan dengan unsur ketrampilan. Melainkan sejauh mana sebuah kekuatan konsep bisa menjadi latar belakang sehingga seseorang dapat memilih tas atau kamar sebagai bagian dari dirinya serta dia bisa merasa istimewa. Dengan mengacu pada kekuatan konsep dan menjadikan konsep kuat sebagai hal yang lebih penting, maka munculnya IDENTITAS khas yang diharapkan mampu bercirikan Dlingo akan terwujud dan langgeng. Dengan begitu maka kita baru bisa lega bahwa kita sudah bisa merasa istimewa dan nyaman tinggal di DLINGO, karena untuk merasa nyaman di Dlingo kita tidak butuh alasan lagi. Melainkan hanya cinta dan cinta, suka dan suka, bangga dan bangga tidak butuh yang lain.
0 Melu Omong:
Posting Komentar
Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken