Winda Jatimulyo, Anak Balita Miskin Menderita Hamangioma


Dlingo : gaul.solopos.com: Winda Nur Aisa Fitriana, putri pasangan Miskamdi, 35, dan Sutampi, 32 warga Dusun Banyuurip, RT 4, Jatimulyo, Dlingo, membutuhkan bantuan. Pasalnya, Winda menderita hemangioma alias tumor jaringan lunak. Jika tidak segera ditangani, hemangioma yang tumbuh di organ vital, tepatnya di bawah mata kanan, dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko gangguan penglihatan pada anak balita berusia 22 bulan itu.

“Jangankan membawanya berobat, untuk makan sehari-hari saja sulitnya minta ampun,” kata Sutampi, ibu anak balita malang itu saat ditemui di rumahnya. Winda adalah anak kembar dari pasangan Miskamdi, dan Sutampi. Adapun Windi, kembarannya, terlahir normal pada 17 Maret 2010 lalu. Sutampi menuturkan, saat usia Winda baru dua bulan, di bawah mata kanannya sudah tampak benjolan kecil yang kebiru-biruan. Namun, benjolan itu dikira hanya karena digigit nyamuk. Saat usianya menginjak lima bulan, benjolan itu bertambah besar dan warna birunya kian jelas.

Dengan uang pinjaman dari tetangga dan bantuan Dinas Sosial Bantul, Winda diperiksakan ke RS Panembahan Senopati Bantul. Setelah sempat dirawat tiga hari dengan biaya Rp1,4 juta, Winda disarankan menjalani CT Scan di RSUP Dr Sardjito Jogja.. Menurut Sutampi, hasil CT Scan itu sejatinya diminta dokter untuk segera diserahkan ke RSUP Dr Sardjito Jogja. Dengan demikian, dokter bisa menentukan langkah medis selanjutnya. “Apakah akan disembuhkan dengan terapi rutin atau dioperasi. Kami belum tahu. Takut biayanya,” ujar dia.

Hingga kini, hasil CT Scan itu hanya disimpan di rumah berdinding anyaman bambu dan belum teraliri listrik mandiri itu. Sementara menunggu datangnya uluran tangan dari pemerintah maupun donatur, Winda hanya dirawat ala kadarnya. Setiap pagi, dua anak kembar itu digendong kedua orangtuanya untuk diajak menggarap lahan perkebunan milik pemerintah di hutan tepat di belakang rumahnya. “Sejak punya anak kembar, jadi tidak bisa bekerja,” kata Miskamdi yang dua tahun lalu menjadi pedagang asongan di Malioboro, Jogja.

Banting setir menjadi petani, lanjut Miskamdi, berkat kemurahan hati pemerintah yang mempersilakan warga setempat menggarap sisa lahan yang tidak ditanami pohon kayu putih. Namun demikian, hasilnya tidak dapat diandalkan untuk biaya hidup. Bahkan, anak pertamanya, Rifki Purna Irawan, 12, harus puas tamat SD tanpa melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Selain karena tidak ada biaya, jarak dari rumah ke sekolah yang ada di sekitar Kecamatan Dlingo jauhnya sekitar delapan kilometer. “Kalau harus jalan kaki, kan kasihan. Tidak ada sepeda,” pungkas Miskamdi.

Bupati Ida Tawar Durian Dlingo Rp 1 Juta

Dlingo : radarjogja: Lelang durian di Kebun Buah Mangunan, Dlingo, mengasilkan transaksi lumayan besar. Hanya dalam setengah jam, durian hasil panen kebun buah milik Pemkab Bantul itu mampu terjual seharga Rp 14,5 juta. Lelang itu diikuti bupati bersama jajarannya. Bupati Sri Suryawidati yang ditodong untuk membuka tawaran pertama langsung menyebut angka Rp 1 juta untuk beberapa durian pilihan. Begitu pula Wakil Bupati Sumarno dengan angka yang sama. Setelah itu, para pejabat lainnya berebut mengajukan tawaran. Dari 16 meja yang berisi durian lelang, terkumpul uang hasil lelang mencapai Rp 14,5 juta.

’’Buah durian ini nanti untuk Ngarso Dalem (Sultan HB X, Red.) karena beliau banyak berjasa di sini,’’ ujar Ida, panggilan Sri Suryawidati. Tak mau kalah, Wabup Sumarno juga memberikan buah hasil lelangnya untuk mantan Bupati Bantul Idham Samawi yang tak lain istri Bupati Ida karena dia dianggap sebagai pencetus adanya Kebun Buah Mangunan itu. Jadi, meski Ida memberikan duriannya untuk Sultan HB X, dia akan mendapatkan lagi dari Sumarno.

Uang hasil lelang kemudian dimasukkan ke pendapatan asli daerah (PAD) Bantul. ’’Hasil ini akan dikembalikan ke masyarakat dan sebagai tambahan pemasukan untuk Kebun Buah Mangunan,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kabupaten Bantul Edy Suhariyanta. Selama 2011, Kebun Buah Mangunan mampu memperoleh pemasukan Rp 218.779.450. Meski begitu, pendapatan itu belum menutup biaya operasionalnya. Setiap pengunjung yang masuk di Kebun Buah Mangunan dikenai karcis Rp 5.000. Panen durian kali ini merupakan kali ketiga sejak pohonnya ditanam pada 2003. Tahun lalu tidak ada panen karena terkena hama. Panen kali ini dilakukan di 60 pohon durian. Menurut Edy, semula pihaknya pesimistis dengan kondisi wilayah kebun itu. ’’Sebab, pada survei awal terdapat lima mata air di sana, tapi kemudian tinggal dua setelah gempa 2006. Hebatnya, dua mata air itu bisa mengairi Kebun Buah Mangunan,” jelas Edy.

Awalnya di Kebun Buah Mangunan ditanami pohon mangga dan durian. Tetapi, dalam perkembangannya, fokus membudidayakan pohon durian. Pada 2009, tanaman mangga mulai diganti dengan durian. Saat ini terdapat 1.560 pohon durian di Mangunan. ’’Saat itu tanaman mangga banyak yang mati. Hingga sekarang durian menjadi andalan di sini,” kata pengelola Kebun Buah Mangunan Sumadi. Selain durian, di Kebun Buah Mangunan terdapat 900 pohon rambutan, 950 pohon mangga, 350 pohon jeruk, 160 pohon jambu air, 40 batang sirsat, 30 pohon belimbing, dan 30 pohon matoa. “Durian memang yang menjadi primadona di sini,” jelasnya.

Saat ini di Kebun Buah Mangunan juga dikembangkan untuk penangkaran satwa. Saat ini sudah ada tiga rusa dari Badan Konservasi Sumber Daya Alma (BKSDA). Edy berharap ke depan juga bisa dikembangkan sebagai pembibitan sapi maupun pengembangan sayuran dalam polibag