FMM DLINGO SIAP SUKSESKAN IDAMAN

BANTUL (KR) - Pengurus DPC PDIP Kabupaten Bantul terus memantapkan langkah untuk memenangkan pasangan Hj Sri Suryawidati dan Drs Sumarno Prs (Idaman) dalam Pemilukada 23 Mei 2010. Menurut Drs HM Idham Samawi yang juga kader PDIP, intensitas pertemuan akan terus ditingkatkan.
”Amanah partai memenangkan Idaman, kami akan menjalankan itu,” ujar Idham usai peresmian Balong , Sabtu (6/2). Dia mengungkapkan, untuk mencapai amanah tersebut, maka seluruh komponen partai setidaknya akan bertemu satu kali dalam satu bulan.
Idham mengungkapkan, pertemuan tersebut bertujuan untuk menyamakan persepsi maupun evaluasi capaian pada kader dalam menerjemahkan perintah partai. Pengurus partai adalah kunci pemenangan, sehingga harus menyampaikan pada konstituen. ”Apresiasi khusus saya berikan kepada Partai Golkar yang bergabung untuk mendukung Idaman,” jelas Idham. Meski begitu, dia tetap berharap agar rekomendasi dari DPP Partai Golkar segera disampaikan kepada Idaman. Dengan adanya tersebut, maka akan dijadikan dasar yang lebih kuat untuk melangkah bersama dalam koalisi besar yang digagas PDIP dan PAN.
Untuk dana kampanye, Idham mengaku menganggarkan sekitar Rp 700 juta. ”Kami juga akan membuka rekening untuk partisipasi masyarakat yang mendukung Idaman,” buka dia. Idham berharap agar pendukung Idaman dalam melakukan sosialisasi tidak menggunakan money politics dan mengobral janji. FMM Dukung Idaman
Warga Kecamatan Dlingo melalui Forum Masyarakat Mandiri (FMM) siap menyukseskan Pemilukada Kabupaten Bantul 2010, dengan mendukung pasangan Idaman disampaikan Koordinator FMM Kecamatan Dlingo, Kang Legi pada pengukuhan FMM kecamatan setempat, Minggu (7/2) di Dusun Dlingo I Desa Dlingo Kecamatan Dlingo.
Dalam acara itu juga sekaligus diresmian Masjid Nurul Islam Dusun Dlingo oleh Wabup Bantul Drs H Sumarno Prs. Hadir dalam acara itu Hj Ida Idham Samawi, sesepuh FMM Kabupaten Bantul HM Sandimin, Hanung Raharjo ST dan Drs H Suwardi (keduanya anggota DPRD Bantul), Sekretaris FMM Jangkung Kuncoro serta ratusan warga Dlingo. Acara tersebut juga dimeriahkan berbagai kesenian tradisional dari warga setempat.
Menurut Kang Legi, pasangan Idaman dinilai akan mampu melanjutkan pembangunan di Kabupaten Bantul pada tahun mendatang. ”Setidaknya selama sepuluh tahun terakhir pembangunan fisik maupun non fisik khususnya di Dlingo begitu pesat. Sehingga hal itu perlu ditindaklanjuti dan kami yakin pasangan Hj Sri Suryawidati serta H Sumarno Prs mampu untuk melanjutkan pembangunan tersebut selama tahun mendatang,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Jangkung Kuncoro yang mengajak warga Dlingo untuk menyukseskan pemilukada dengan mendukung pasangan Idaman. ”Pembangunan fisik dan nonfisik yang telah berjalan di Dlingo perlu ditingkatkan. Kami percaya di bawah kepemimpinan Hj Ida Idham dan H Sumarno Prs tahun mendatang, Dlingo akan semakin maju,” tegasnya. Sementara itu Ketua Panitia Pembangunan Masjid Nurul Islam, Wardiyono melaporkan bahwa pembangunan dan renovasi masjid yang rusak akibat gempa bumi 27 Mei 2006.

Riwayat Singkat Padukuhan Di Desa Terong

Disini akan saya sampaikan beberapa informasi singkat terkait asal usul nama padukuhan di desa terong Kecamatan Dlingo bantul. Terkait dengan tahun spesifiknya mungkin dari beberapa pembaca dapat memberikan informasi yang lebih detil, maka di ucapka terimaskih. Pertama saya akan coba masuk pada Padukuhan kebokuning. berdasarkan Informasi yang saya dapatkan pada dahulu kala di padukuhan tersebut hampir seluruh masyarakatnya memelihara kerbau. Sehingga jalan-jalan yang ada diwilayah tersebut menjadi selalu becek dan rusak. 
Namun dengan memelihara kerbau itu ternyata juga mampu menjdikan masyarakat setempat menjadi terbantu dan sejahtera kehidupannya. Karena pada dahulu kala wilayah kebokuning terkenal dengan lahan sawah yang subur dan mamkmur. Beberapa lahan sawah masih ada sampai sekarang meskipun sebagian besar sudah menjadi lahan permukiman dan berladang.

Kedua adalah Padukuhan Pencitrejo, pada awalnya wilayah pencit rejo tampak gersang dan tandus, wilayah ini juga merupakan wilayah gunung yang paling tinggi di Kecamatan Dlingo. Hal tersebut kemudian menjadikan keprihatinan masyarakat setempat, kemudian beberapa nama seperti mbah Marto Jumiko dan tokoh masyarakat lain mulai berfikir bagaimana caranya agar wilayah mereka menjadi subur dan makmur. Lalu diadakanlah tradisi "Mapar Tunggak"/ bersih dusun dan kemudian di namakanlah wilayah tersebut dengan sebutan Pencit yang artinya puncak dan Rejo yang artinya sejahtera.
Ketiga adalah Padukuhan Sendang sari, hampir sama dengan wilayah lain di terong. Padukuhan sendang sari mengalami pasang surut dan gejolak yang berakibat pada sebuah penderitaan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayanya. Kemudian dilakukan ritual bersih dusun yang kemudian wilayah tersebut diberi nama dengan sebutan Sendangsari. Asal nama ini oleh Tokoh setempat yang bernama Mbah So Kerto di ambilkan dari sebuah sumber air yang ada di wilayah tersebut. Kata sendang berarti sumber air sedang kan kata sari adalah sumber dari segala sumber air utama dan bermanfaat. Intinya sendang sari adalah sumber dari segala sumber air yamg paling baik di wilayah tersebut.
Ke empat adalah Padukuhan Ngenep, dari beberapa versi cerita rakyat yang saya peroleh. Maka asal usul padukuhan ngenep ini saya sampaikan namun informasi ini masih sanggat sementara. Diawali dengan adanya seorang
yang mempunyai kelebihan dan kanuragan yang lebih diwilayah tersebut. sehingga saking terkenalnya maka banyak masyarakat yang datang untuk meminta tolong atau untuk keperluan lainnya. Orang tersebut bernama Mbah Merto Rejo, dalam membantu masyarakat yang sedang mengalami kesulitan ataupun sakit beliau selalu menganjurkan pada orang yang di tolong untuk menginap. Hal ini dilakukan agar pengobatan dan pertolongan yang diberikan dapat membuahkan hasil dan selamat dari ancaman atau sakit yang diderita. Sehingga lambat laun wilayah tersebut terkenal dengan sebutan "NGENEP" yang berarti menginap.

Asal-Usul Dusun Pancuran Dan Saradan Desa Terong

Padukuhan Pancuran dan Padukuhan Saradan adalah nama dua dusun yang ada di desa Terong Kecamatan Dlingo bantul. Dua dusun tersebut sekaligus menjadi dusun yang berbatasan langsung dengan wilayah desa Jatimulyo dan Temuwuh Dlingo Bantul Yogyakarta. Beberapa hari yang lalu saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu sesepuh desa Terong, meskipun agak terputus-putus namun beberapa informasi prihal asal usul nama wilayah di Kecamatan Dlingo, desa serta padukuhan yang ada di kecamatan Dlingo sedikit demi sedikit mulai ada titik terang.
Tentu saja ada berbagai versi terkait penamaan asal-usul wilayah tersebut, namun saya tetap mencoba untuk mendokumentasikannya siapa tahu ada yang bersedia melengkapi. Adapun apabila ada pihak-pihak yang membutuhkan informasi atau yang memberikan sumbang sih informasi....wow..tentu saya akan seneng bangetttttt..bangettt..pokoke. Okeh..sekarang kita mulai saja dari cerita awal mulanya.....kenapa kok dinamakan padukuhan saradan dan Pancuran.

Dahulu padukuhan Saradan dan Pancuran merupakan satu kesatuan wilayah, pada awalnya wilayah tersebut tidak bernama, namun menurut informasi yang saya dapatkan setelah datangnya "sure'ng Iret" atau sebutan untuk pejabat besar pemerintahan waktu itu, ada anjuran agar sebaiknya setiap masyarakat memberikan nama pada wilayahnya masing-masing. Seiring dengan hal tersebut juga telah di tetapkan bahwa yang berhak untuk mengesahkan sebuah nama wilayah adalah "Sure'ng Iret". Sehingga sudah menjadi kebiasaan apabila nama sebuah wilayah sudah ditentukan oleh masyarakat maka "Sure'ng iret" kemudian di beritahu lalu di jemput dengan menggunakan tandu oleh masyarakat dan di bawa ke tempat dimana sebuah wilayah akan diresmikan penamannya.
Nah..pada awalnya wilayah Pancuran dan Saradan masih menjadi satu rumpun wilayah, dengan ciri khas masyarakatnya yang berdagang. Namun ada ciri khas khas khusus lain yang paling banyak mendominasi industri rumah tangga di wilayah tersebut. industri kas tersebut adalah pembuatan " TIMANG " dalam bahasa indonesia di sebut "Ikat Pinggang/Gasper"..hehehe. Masyarakat setempat menjadikan kerajinan tersebut sebagai industri yang menguntungkan dan bisa mendukung kesejahteraan masyarakat. Timang tersebut terbuat dari perak yang di beli dari Kota Gede Yogyakarta kemudian diolah dan dijual ke kawasan Kraton Yogyakarta. Biasanya Timang ini di pakai oleh pada bangsawan-bangsawan Kraton Yogyakarta pada masa itu.
Lalu dengan ciri khas khusus tersebut maka oleh Tokoh-Tokoh masyarakat setempat seperti Mbah Nomo, Mbah Noto Wiyogo, Mbah Jo Intono dan Mbah Kamituo serta masyarakat yang lain memberikan nama wilayah mereka dengan sebutan Dusun Timang.
Lalu pada perkembangannya ternyata banyak terjadi musibah di dusun Timang, kemudian oleh para pemangku adat setempat dilakukan "Mapar Tunggak" atau "Ngeruat" atau lazimya sekarang adalah bersih dusun. Dan setelah bersih dusun lalu nama Timang di ganti dengan sebutan Kepuh Rejo. Nama Kepuh Rejo itu sendiri di ambil dengan latar belakang adanya pohon "Kepuh/kelumpang" atau bahasa ilmiyahnya adalah "Sterculia foetida" yang besar diwilayah tersebut, sedangkan Rejo mengandung makna sejahtera.
Pada perkembangannya seiring dengan berkembangnya mekanisme struktur organisasi pemerintahan nasional dan daerah maka kemudian wilayah tersebut di bagi dua menjadi Padukuhan Pancuran Dan Saradan. Asal nama Pancuran itu sendiri mengambil dari sebuah kawasan sumber air yang memancar dan menjdi sumber air utama masyarakat setempat.
Sedangkan nama Saradan sendiri mengandung makna "Mbuang Syarat" yakni sebuah ritual masyarakat setempat yang mewajibkan bagi masyarakat untuk membuat sesaji yang di persembahkan pada nenek moyang sebagai ungkapan syukur. Wilayah Padukuhan Saradan sampai saat ini masih terdapat tempat-tempat yang di gunakan masyarakat untuk menaruh " Mbuang " sesaji "Syarat" berupa sendang/sumber air sekaligus tempat di adakannya acara bersih dusun tiap tahunnya. Sehingga sampai saat ini hampir tidak ada perbedaan yang menyolok terkait dengan karakter masyarakat Saradan dan pancuran, baik dari sisi ekonomi, politik, sosoal serta budayanya, karena memang kedua wilayah tersebut pada awalnya serumpun.

Lomba Ngluku Agenda Pariwisata

Senin, 12 April 2010 | 15:01 WIBBANTUL, KOMPAS - Ngluku atau membajak sawah secara tradisional menggunakan sapi atau kerbau akan dikembangkan menjadi salah satu agenda wisata di Yogyakarta. Lomba ngluku semakin marak digelar di pelosok pedesaaan DIY sebagai pelengkap daya tarik wisata melibatkan generasi muda. Minggu (11/4), lomba ngluku digelar untuk menyemarakkan peluncuran desa wisata di Desa Terong, Kecamatan Dlingo Bantul. Siswa dari tiga sekolah menengah atas seperti SMA Negeri 1 Yogyakarta, SMA Negeri 1 Dlingo, dan SMA Muhammadiyah Dlingo terlibat dalam lomba ngluku yang baru pertama kali digelar di desa tersebut.
Di sana, Kepala Dinas Pariwisata DIY Tazbir mencetuskan niat menjadikan lomba ngluku sebagai salah satu agenda wisata DIY. "Sangat menarik, mengandung unsur pendidikan sekaligus rekreatif, khususnya bagi generasi muda. Ini salah satu daya tarik desa wisata.
Sebelumnya, menurut Ketua Penyelenggara Lomba Ngluku Desa Terong, Sumardani, lomba ngluku dan tandur juga digelar di desa wisata lain di Bantul seperti di Desa Kebon Agung, Imogiri. Lomba ngluku bahkan telah menjadi agenda tahunan setiap memasuki musim tanam padi di Desa Wisata Sambi, Pakem, Sleman, maupun di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman.
Melalui lomba ngluku, generasi muda diajak turut melestarikan budaya agraris. Membajak secara tradisional dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan menggunakan traktor. Kotoran sapi sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.Remaja diharapkan bisa lebih peduli terhadap tradisi pertanian, tetapi bukan berarti mereka harus menjadi petani, ujar Sumardani. Keterlibatan pelajar dimaksudkan untuk tujuan itu.Mengenakan baju layaknya petani, semua siswa SMA yang terlibat berbaur dengan petani, turun langsung ke sawah. Umumnya, mereka kesulitan mengendalikan sapi atau memberi aba-aba agar sapi menarik bajak.Tak jarang, sapi enggan bergerak dan tidak mematuhi aba-aba sehingga para petani harus campur tangan. Kejadian itu menimbulkan gelak tawa hadirin.Kali ini, peserta lomba ngluku memperebutkan piala bergilir Bupati Bantul. Lomba serupa diharapkan rutin digelar secara konsisten.
Beberapa tokoh pendidikan hadir di sana, di antaranya Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Suwarsih Madya, Sarwidi dari Universitas Islam Indonesia, Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Budi Wignyosukarto. Ketua Dewan Pimpinan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia DIY Suhardi turut hadir.

Potensi Daerah

cetak.kompas.com"Kalau ada pejabat yang melanggar aturan, nanti saya Dlingo- kan." Begitulah ancaman Bupati Bantul Idham Bantul setiap mengingatkan bawahannya yang macam-macam. Dlingo bantul dimaknai sebagai hukuman karena kondisinya yang terbelakang. Tak heran jika sedikit orang yang tertarik menyambangi daerah perbukitan di ujung timur Bantul itu.
Namun, persepsi tersebut perlahan bergeser. Kehadiran Kebun Buah Mangunan seluas 23,4 hektar yang dirintis 2003 mulai membuat orang tertarik datang. Bahkan investor. Kebun buah terdiri atas 1.500 pohon durian, 950 pohon mangga, 900 pohon rambutan, 320 pohon jeruk, dan 300 pohon jambu.

Setelah enam tahun disiapkan, Senin (11/1), Kebun Buah Mangunan desa mangunan kecamatan dlingo diresmikan. Peresmian bertepatan dengan panen 400 pohon durian jenis montong. Masing-masing pohon menghasilkan 10-15 buah.Meskipun telah menghasilkan, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul Edy Suharyanto mengatakan, pihaknya akan terus membenahi dan menambah prasarana di Mangunan. Selain memetik buah, pengunjung bisa memancing ikan, outbound, bahkan berkemah. Pengelola juga menyediakan tiga rumah penginapan.
Untuk menjaga ketersediaan durian, pohon durian diperlakukan khusus. "Kuncinya adalah penyediaan nutrisi yang cukup. Jadi, pengunjung tidak akan kecewa. Mereka bisa datang setiap saat karena pasti ada durian," katanya.Menurut Kepala Desa Mangunan Jiyono, keberadaan kebun buah telah berimplikasi positif bagi kesejahteraan masyarakat sekitar. Selain penyerapan tenaga kerja, kegiatan ekonomi juga bertambah "hidup".
Dalam acara itu, Idham bersama sejumlah pejabat mencicipi durian montong yang baru dipetik dan berterima kasih kepada Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul.Menurutnya, pada tahap awal rintisan tahun 2003, banyak pihak menentang rencana pembangunan Mangunan. Kini, setelah perkembangannya pesat, banyak pihak yang menghubunginya untuk menawarkan kerja sama."Bahkan, ada yang tertarik membeli Mangunan seharga Rp 6 miliar. Kalau dihitung dengan modal yang sudah dikelurkan, tawaran itu sudah membuat kami untung banyak. Tetapi, orientasi kami bukan pada pendapatan tetapi pengembangan masyarakat," paparnya.

Ditemukan Mayat Mahasiswa PTN Yogyakarta

BANTUL (KRjogja.com) - Seorang Mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta ditemukan telah menjadi mayat di bawah tebing wilayah perbukitan jalan Cino Mati desa terong Kecamatan Dlingo Bantul, Sabtu (13/3) sore sekitar pukul 16.30. Korban diketahui atas nama Ginting dengan usia 27 tahun. Diduga penyebab tewasnya korban karena pembunuhan, ditilik kondisi wajah korban yang rusak dengan kepala yang sobek.

Mayat korban ditemukan pertama kali oleh seorang warga yang kebetulan melintas di ruas jalan yang menghubungkan kecamatan Plered dengan Kecamatan Dlingo tersebut. Setelah dipastikan yang dilihatnya adalah tubuh manusia, kemudian warga tersebut melaporkan temuannya kepada polsek Dlingo.
Posisi korban sendiri diketahui berada pada lereng tebing pada kedalaman 10 meter dari ruas jalan. Kondisi ini membuat kesulitan bagi petugas dan PMI saat melakukan evakuasi.
Kapolsek Dlingo, AKP Sudaryono saat ditemui dilokasi menyampaikan saat ditemukan korban memakai kaos hijau, jaket hitam dan tinggi tubuh sekitar 160 cm. " Saat ini korban kami bawa ke Sardjito untuk keperluan visum, dan petugas kami akan segera melakukan penyelidikan kasus ini,".

Kasus Perkara Korupsi

Posting kali ini saya akan mencoba memasukan arsip-arsp berita dari berbagai media tentang berbagai hal yang terkait dengan Kecamatan Dlingo Bantul. sebagai permulaan yuks..kita baca sama-sama....
07/04/2010 08:52:15
Kedaulatan Rakyat : Tiga Tersangka Langsung Ditahan
BANTUL (KR) - Kejaksaan Negeri Bantul, Selasa (6/4), menerima pelimpahan berkas acara pemeriksaan (BAP) perkara dugaan korupsi dana rekonstruksi (Dakon) korban gempa senilai Rp 1,6 miliar dari Polda DIY setelah sebelumnya diserahkan ke Kejati DIY. Tiga orang yang menjadi tersangka langsung ditahan di Rutan Bantul.
Ketiga tersangka antara lain Bs (45) Lurah Desa Temuwuh Dlingo bantul yogyakarta, LK (48) warga Sleman petugas koordinator lapangan (Korlap) dan Shy (47) warga Sleman petugas fasilitator teknik (FT) pengucuran Dakon pasca gempa tahun 2007.

Pelimpahan berkas perkara kemarin dilakukan petugas Kejati DIY dan Tipikor Polda DIY yang diterima Kasi Pidsus Kejari Bantul Herlina SH. Saat pelimpahan, ketiga tersangka didampingi penasihat hukumnya Sunu W Ciptahutama SH, Tutung Tubagus Suwagiyo SH, Ratriadi Wijanarko SH dan Safiuddin SH.
Terungkapnya kasus penyimpangan Dakon tersebut berawal adanya pengaduan dari masyarakat dan hasil penyelidikan petugas Tipikor Polda DIY. Saat ada pengucuran Dakon susulan, warga yang rumahnya rusak berat mendapatkan bantuan masing-masing warga Rp 15 juta.
Tapi ketika dibagikan, jatah 390 warga dipotong Rp 3 juta-Rp 7 juta. Jika tak mau dipotong, haknya akan dialihkan kepada orang lain. Sehingga terdapat dana Rp 1,6 miliar yang tak sampai kepada yang berhak. Herlina SH mengatakan, setelah menerima BAP perkara tersebut, pihaknya segera membentuk Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan menanganinya.
Sedangkan penasihat hukum tersangka, Ratriadi Wijanarko SH, mengatakan pihaknya akan berupaya meminta kepada Kejari Bantul agar ketiga kliennya tidak ditahan.
"Kalaupun ditahan statusnya tahanan kota, karena tersangka masih dibutuhkan masyarakat," ujarnya.

Sepasang Kekasih Bersatu Kembali "Sebuah Motivasi Bagi Dlingo"

Peristiwa ini adalah sebuah kisah nyata tepatnya terjadi kurang lebih 60 tahun lalu. Cerita ini juga bukan fiktif belaka, cerita ini adalah sebuah motivasi dan sekaligus sebuah inspirasi dan latarbelakang dipublikasikanya "margi-rekaos.blogspot.com" sebagai media pemersatu dan informasi masyarakat dlingo bantul yogyakarta. Kisah cerita kulit keriput pejuang hidup pada hari rabo kliwon tanggal 7 April 2010 telah kembali disisi Allah SWT. Kulit keriput pejuang hidup dlingo ini tidak lain adalah seorang perempuan dusun bernama Rubiyem alias Ny.Martorejo.

Beliau adalah serang ibu dari 5 orang anak, dia membesarkan semua anak-anaknya seorang diri sejak anak pertamanya berusia 13 tahun. Karena Suaminya meninggal akibat sakit keras dan himpitan kebutuhan hidup yang amat sanggat berat. Dalam kesehariannya Rubiyem menghidupi anak-anaknya dengan bertani dan beternak.  Seperti layanya keluarga lain anak-anaknya juga bersekolah, namun tentu berbeda dengan keluarga-keluarga yang mampu.
Anak-anak Rubiyem hanya mampu menamatkan Sekolah Dasar bahkan ada yang tidak tamat hanya karena tidak mampu membayar foto untuk raport. Tiga dari anaknya bahkan pernah keracunan ubi gadung akibat tidak mampu membeli nasi untuk makan. Kesabaran dan keuletan Rubiyem terus berlanjut sampai anak-anaknya beranjak remaja. Masa kanak-kanak mereka seharusnya diisi dengan canda tawa namun karena himpitan kebutuhan hidup, mereka terpaksa harus melewatkan masa kanak-kanak itu dan membantu mencari nafkah. Anak-anaknya bekerja mencari kayu lalu di jual kepasar, dan pada perkembangannya sepulang dari pasar mereka membawa jerami "untuk pakan ternak atau dijual" , menjual es lilin keliling, menjadi kernet/kondektur angkot dan beberapa profesi pekerja kasar lainya dijalani demi sesuap nasi dan untuk melanjutkan kehidupan.
Rubiyem dan anak-anaknya tidak punya tujuan lain kecuali untuk sekedar bisa hidup dan sesuap nasi. Setelah anak-anaknya dewasa satu demi satu mereka menikah, kecuali anak nomor empat dan anaknya yang terakhir. kedua anak itu minta izin untuk merantau ke pulau Sumatra, tepatnya di Teluk Kuantan Riau. Sementara tiga orang anak Rubiyem tinggal dan menetap di Kecamatan Dlingo Bantul. Tahun demi tahun dijalani dengan penuh kesabaran, sampai pada akhirnya anaknya uan menikah dan berkeluarga di sana. Kerutan kulit Rubiyem hari berganti hari semakin tampak, kulit keriputnya mengambarkan sebuah perjuangan tak kenal lelah, tatapan matanya berkobar menggambarkan semangat hidup tak tekalahkan, langkah kaki-kakinya berbekas sebagai sebuah tekat pantang mundur dan tak kenal lelah layakya matahari setia menyinari bumi.
Namun segala kepedihan dan pengorbanannya tidaklah sia-sia, kelima anaknya saat ini hidup berkecukupan. Bahkan tatapan mata rubiyem masih berkobar dan kebijaksanaan yang dimilikinya masih melekat dalam jiwa meskipun ajal hampir menjemputnya. Seluruh cita-cita sederhananya terkabul bahkan seorang anak yang dicintainya sepanjang hidup dan belum pernah pulang kampung akhirnya bisa pulang dan mendampinginya menjelang ajal menjemput. Banyak lagi anugerah dan hidayah Allah telah diterima oleh Rubiyem pada saat menjelang ajal menjemputnya sembari nafs dalam jiwa dan raganya terlepas satu per satu dan menyisakan sebuah cahaya suci sebagai sebuah amalan terakhir didunia  bagi sang pencipta. Hidayah yang lebih besar adalah bisa bersandar pada tiang yang kuat, yaitu tiang-tiang yang menyangga "ARSY" karena Rubiyem mendapatkan sebuah pantulan cahaya yang menerangi jalan kembali.
Sebelum ajal menjemput, dia menujukan sebuah tempat dimana dia menyimpan sedikit tabungan yang dia simpan didalam tanah di bawah tempat tidurnya. Dia berpesan agar uang itu digunakan untuk mengurus segala kebutuhan dalam prosesi pemakamanya, yang mungkin akan terjadi pada hari kelahirannya yaitu "Rabo Kliwon". sebelum nafas terakhirnya dia sempat minta maaf atas segala kesalahan pada anak-anaknya karena tidak bisa membesarkannya dengan baik dan yang terakhir melafalkan kalimatulloh.
Sungguh sebuah pemandangan yang indah dan sempurna, sebuah perpisahan yang sempurna sekaligus sebuah pertemuan/perjumpaan yang sudah lama di nantikan. Nenek Kini engkau sudah bersanding dengan Kakek, kami tahu betapa engkau menahan rindu untuk berjumpa, karena besar tanggungjawabmu untuk membesarkan kami, anak cucu dan buyutmu maka engkau relakan semua inginmu. Tidak baynak hal yang bisa kami berikan tapi yakinlah KULIT KERIPUTMU tidak sia-sia, engkau akan selalu ada didalam jiwa kami. Karena KULIT KERIPUTMU akan selelu membekas di hati.

Hoby Lancar Ibadah Taat Di Pinggir Sungai Dlingo

Anda pasti binggung foto apa ini, tapi jangan binggung dulu bro karena sebenarnya ini hanya sebagian pemandangan unik yang ada di Dlingo bantul. Masih banyak lagi tempat-tempat unik di desa lain namun masih di Kecamatan dlingo bantul yogyakarta dan akan terus saya publish, jadi jangan segan-segan mampir, barang kali ada manfaatnya atau siapa tahu menjadikan sebuah ispirasi di tempat-tempat lain baik di yogyakarta atau bisa jadi di seluruh penujuru tanah air.

Mungkin hanya sebuah foto atau lebih tepatnya foto sebuah tempat ibadah yang jauh dari kesempurnaan baik dari sisi lokasi maupun disain fisiknya. Namun barang kali jika coba kita gali nilai-nilai pesan moral dan spiritualnya maknanya akan menjadi lain...kayanya seh..wong yo cuman omong doang.
Oke kita mulai dari lokasi dulu yo,...penemuan tempat ini sebenarnya diawali dari jalan-jalan sambil mancing di sungai oyo, tepatnya di sekitar lokasi "Timo" Padukuhan Tegalawas, Desa jatimulyo, Dlingo Bantul. Kalau dilihat sepintas tidak tampak bahwa ini adalah sebuah tempat untuk melakukan sembahyang atau sholat. Karena hampir mirip dengan bebatuan yang ada di sekitarnya. Konon tempat ini dibuat dan digunakan oleh para petani yang memiliki lahan pertanian disekitar lokasi tersebut untuk beribadah sholat ketika waktu tidak memungkinkan untuk sholat dirumah. Hal ini menjadi menarik ketika pada perkembangannya juga dimanfaatkan oleh para pemancing/pencari ikan untuk melakukan hal yang sama yaitu sholat.Tempat ini telah mengajarkan pada para pemancing untuk senantiasa inggat Allah SWT, sekaligus menarik perhatian bagi siapapun yang melintasi tempat ini. Pada awalnya dapat di yakini bahwa pembuat tempat ini hanya berpikir sederhana dengan harapan tempat ini bisa di jadikan sebagai tempat sholat untuk beribadah. Namun ternyata para penghoby mancing ini juga merasa terbantu dengan adanya tempat ini.
Secara tidak langsung ada nuansa pendidikan disana, setidaknya akan mengelitik siapapun yang melihat tempat ini "bahwa ternyata dimanapun kita dapat mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah" nah permasalahanya adalah sejauh mana pemahaman orang-orang yang melihat tempat ini...gitu kan bro. Gelitikan dan sentilan tempat ini kembali menyadarkan siapapun untuk paling tidak inggat sang pencipta. Seandainya saja seluruh pinggir sungai terutama tempat-tempat dimana masyarakat berlalu lalang terdapat tempat-tempat seperti ini tentu saja akan ada manfaatnya, setidaknya masing-masing dari kita dapat terketuk dan mencoba..eh..kali aja kalo sholat di rumah malu..karena biasanya tidak sholat, kan bisa saja memulai dari tempat-tempat seperti ini. he..he..he..Kok Malah NGAKU...
Karena tempat ini terdapat dipinggir sungai, nah apa salahnya tempat ini dilestarikan dan dikembangkan ditempat lain, terutama jika hoby anda memancing maka anda akan mendapatkan keuntungan plus plus. Pertama memancing sebagai media melatih kesabaran "katanya seh = hakikatnya yo tetep wae "NGUJO HOWO",yang kedua ibadah dan bersyukur atas nikmat dipinggir sungai yang hening dan alami. Inggat ini bukan sebuah ajakan, hanya hinbauan saja barangkali ada yang berminat. Kalau dipikir apa salahnya jika "Hoby Lancar Ibadah Taat" kan gak salah ya, atau di balik juga boleh "Ibadah Taat Hoby lancar".
Bukanya dimanapun kita bisa melakukannya, lah ini buktinya di pinggir sungaipun tersedia tempat untuk beribadah, tapi ya jangan terus-terusan di sungai...tar mesjidnya malah kosong, yah kalo gitu dah gak bener lagi bro. Intinya adalah berbuat baik itu dimanapun "BISA" gak usah di pikir lagi deh...ha wong berbuat baik kok ndadak mikir....soal resiko serahkan sepenuhnya iklaskan seluruhnya..yang penting niat dan perbuatan bertujuan baik...Allah AWT Akan bersama KITA yo to..To..Yo...Yoooooo.