To Learn To Risk Benar dan Salah

Dlingo : Di era sekarang ini, yang benar sekarang disalahkan, yang salah dibenarkan, yang tabu jadi hal biasa. apa maksudnya?
Dengan beraninya kita berbicara tentang benar atau salah. Saya benar, kamu yang salah. Memang berat mengakui kesalahan. Masing-masing ego kita mengatakan bahwa kita benar.
Maling misalnya, sudah tau salah, tapi tetap dilakukan. Disuruh mengaku maling pun tentu mengelak, segala alasan tak masuk akal diucapkan, padahal sudah jelas barang bukti di tangan. Lalu bak drama di sinetron-sinetron kemudian mengaku, saya dijebak. “Bukan saya yang melakukannya” Ya, bisa saja yang tertuduh maling itu memang dijebak, tapi bisa jadi tidak. Bisa jadi kalau ternyata memang benar dia maling nya. Lalu kepercayaan pun sudah tidak bisa diandalkan lagi.

Singkat saja, apa yang kita lakukan sekarang kadang bisa dijudge sebagai hal yang salah, meskipun kita melakukan hal yang benar. Mungkin ada beberapa orang yang tidak setuju, tetapi, apakah itu mutlak salah. dari yang ringan sajalah, contoh nyatanya seperti saat kita berusaha untuk rajin dalam melakukan sesuatu, yang jadi komentar beberapa orang adalah "kerajinan" "sok rajin" "sok nyari muka" dan lain sebagainya. 

Bagaimana dengan menjadi di antaranya, berada diantara benar dan salah itu sendiri???. Tidak membenarkan tidak juga menyalahkan. Apatis kah? ENtah lah. Kalau tidak tau apakah seharusnya yang dibenarkan memang hal benar dan yang disalahkan memang hal salah, lalu harus apa/harus bagaimana? Diam saja? Mungkin tidak juga juga, tidak menyelesaikan masalah. Lalu mencoba mencari tahu? Boleh aja.!!! Kalau sudah tau? Sudah tau salah/sudah tahu benar, kenapa dibenarkan atau disalahkan??. Itu kah yang namanya keterlaluan... lalu apakah harus diam saja juga?? Bagaimana jika dua-dua nya salah? Kenapa harus mati-matian mempertahankan. Katakan salah kepada keduanya. Katakan benar jika memang benar keduanya. lalu apa yang harus dilakukan selanjutnya..??? Entahlah..??

Dan jangan lupa, manusia yang merasa diri lebih baik atau lebih benar, paling baik atau paling benar itu mungkin saja memang benar-benar seorang yang baik dan benar. Jadi, jika kita sering merasa diri menjadi yang lebih benar atau paling baik, jangan kuatir, itu adalah hal yang wajar-wajar saja.  Coba kita berpikirLah kalau sudah tau salah kenapa dilakukan. Yang kita lakukan saat ini ya karena tau ini hal benar dan satu-satunya cara...benarkah itu satu satunya cara..bukankah dunia begitu luas yang menawarkan berjuta kebenaran???. Itu lah lalu yang membuat kita tak mau goyah sedikit pun dengan pernyataan ‘saya lah yang benar’ dan kemudian mau mengakui kesalahan.??? hanya karena kita juga melihat kesalahan yang terdapat pada orang lain... Mau melunakkan hati pun rasanya susah, karena kita rasa, kita pikir, dan sudah kita renungkan lagi dari segi A, B, C, kemana-kemana, dan menyimpulkan kita yang benar. tanpa melihat sisi-sis penyebab kita melakukan kesalahan..? didalam kesalahan ada dua hal : 1. kesalahan yang terjadi akibat dari ketidakmampuan dalam arti positif dan 2. kesalahan yang terjadi akibat dari ketidakmampuan dalam arti negatif.
Sering kita melakukan kesalahan yang sebenarnya bermaksud positif, namun dipahami sebagai sebuah kesalahan yang murni negatif...kemudian kita menyetarakan setiap kesalahan itu, sehingga tidak ada satu kesalahanpun yang bermakna positif. so..? entahlah..?

Maka mengakui kesalahan untuk sesuatu yang kita anggap benar pun tentu jauh lebih susah. “Wong saya bukan maling, kok, disuruh mengaku maling”. Entahlah?
Kadang Kita tau kita lah yang salah, tapi siapa yang mau disalahkan???. Kita pun kemudian terus-terusan membela diri, dengan dalih ini dalih itu. Kalau kita ketauan salah, kita proteksi semua bukti yang mendukung kesalahan kita, waduh bisa ribet urusannya jika tidak diputus mata rantai kesalahan kita "dalam pikiran kita saja". Mestinya secara runut dijelaskan, sehingga setiap peristiwa yang mendukung perbuatan yang salah tadi dapat ditelusuri apakah itu kesalahan dalam arti positif atau kesalahan dalam arti negatif.
Biasanya didalam setiap kesalahan diikuti proses untuk bertanggung jawab ini dan itu itu. beda hal dengan orang-orang yang juga ada dan memiliki karakter ‘Lempar batu sembunyi tangan’ kalau kata pepatah. Minta Ganti rugilah , minta maaflah, atau bertanggung jawab dalam hal lain yang kadang menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. namun setidaknya bertanggung jawab atas kesalahan, meskipun kadang tidak sepadan dengan kesalahan yang kita lakukan...entahlah..???
Era sekarang, dikalangan remaja, berciuman sudah seperti diwajibkan dalam berpacaran, bahkan bagi mereka yang belum berpacaran pun sudah mulai berangan-angan ingin berciuman. Apa yang kita cari dari ciuman, pelukan, ataupun berhubungan diluar nikah? kenikmatankah?.... setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun sejauh mana komitmen untuk bertanggung jawab atas kesalahan dan memperbaiki kesalahan tersebut sebaiknya menjadi pertimbangan bagi kita.

Kalau ada yang bilang ciuman dan pelukan itu adalah tanda cinta, ya....memang ciuman dan pelukan itu tanda cinta. atau Nafsu berkedok tanda cinta. kemudian tidak sedikit dari kita terkadang membuka aib sendiri untuk lebih menenangkan diri, bercerita banyak hal yang tidak pada tempatnya, berkeluh kesah pada orang yang salah dan tidak bisa memberikan solusi atas permasalahan kita, namun dalih kita " setelah bercerita kita merasa nyaman...bukankah hakikatnya masalah itu tetap akan ada ???? dan jika diceritakan pada orang yang salah maka masalah itu juga tidak selesai??? belum lagi jika kita terbuai atas sikap si penerima informasi yang merasa ada keakraban dan cocok...bukankah akhirnya yang terjadi adalah penghianatan terhadap pasangan kita sendiri.. karena terkadang ada juga manusia yang memilah bahwa jiwa dan raga itu sebuah hal yang terpisah, sehingga selingkuh hanya dimaknai dari perilaku fisik saja, padahal hati sebagai bagian dari jiwa kita adalah sebuah kesatuan...ada pula yang menyatakan bisa mematikan hati...ada pula yang bilang tidak bisa lagi mencintai..."nikmat Tuhan kok dipungkiri"... bukankah setiap orang berbicara seperti itu hanya pada saat hatinya bermasalah saja??? lalu kenikmatan dan kebahagian lain yang membahagiakan hati lainnya dimunafikan?? entahlah..???

Disaat yang lain, suatu hal yang salah dijadikan pedoman hal yang benar. Terkadang kita yang hidup dengan kesalahan itu dan merasa baik-baik saja meski tahu bahwa satu kebohongan pasti akan diikuti kebohongan yang lain, tapi kita juga tetap bisa senang-senang saja, toh tersimpan didalam hati dan tidak ada yang tahu...??? apa bedanya dengan menyimpan bangkai mayat kita sendiri..??? bukankah menjadi manusia itu sebuah karunia? bukankah hakikat jasad dan jiwa itu sebuah pasangan yang harus sama-sama sehat?? entahlah kadang kita lebih suka menyimpan banyak hal dan mengorbankan diri sendiri dengan menyimpan banyak hal atas kesalahan kita...kita kadang tidak sadar bahwa hal tersebut berdampak pada perilaku, sikap dan tata cara hidup yang tidak sehat bagi jiwa dan raga...raga kita sehat/tampak sehat tapi jiwa kita sedang sakit....

Kita hidup di dunia timur yang ketat dengan peraturan, adat budaya sosial dan agama. Apa kita mau dapat kenikmatan sesaat yang harus diganti dengan degradasi moralm dan status sosial yang buruk??? .. yakini saja bahwa setiap orang memiliki urat malu...karena yang berani malu cuma orang-orang yang sedang tidak seimbang kesehatan jiwa dan raganya... atau bisa jadi ketidak maluannya adalah sebuah pilihan terbaik dari pada melanjutkan kehidupan yang buruk?? entahlah... tapi jika sebuah kehidupan dinilai buruk..dimana rasa bersyukur kita..karena lebih banyak diluar sana yang tidak memiliki nasib dan kehidupan yang lebih baik dari kita..bukankah demikian adanya,,???? entahlah..???

Kita tidak hidup di dunia barat, kita bukan orang yang berparadigma liberalis, dengan hukum yang membebaskan segala hal yang dilarang. karena harmoni kehidupan itu diatur untuk menyelamatkan dunia dan regenerasi manusia..atas nikmat yang ada. tidak heran penyakit bertebaran dan berevolusi, karena kebanyakan dari kita lebih suka berlari dari masalah dan menyelesaikan masalah dengan keluar dari PAKEM.

Ada perasaan bangga dan senang saat Kita sudah merasa pada posisi yang benar menurut kita, tapi jarang bagi kita menyadari bahwa kebenaran itu menafikan kebenaran-kebenaran yang lain..hanya kita egois dan merasa berhak menyalahkan orang lain..entahlah??? Cara pandang liberalis sekilas subyektif? ya, ini subyektif...tetapi silahkan kita berkaca bahwa setiap yang dilarang pasti akan berdampak buruk baik jangka pendek atau jangka panjang...lalu adakah alasan untuk membebaskan hati dan memisahkan antara jiwa dan raga sebagai sebuah kesatuan...entahlah???

Apa kita sering meminta maaf..sebagaimana dalam ajaran Islam bahwa para nabi meminta maaf berkali-kali dalam setiap harinya..???? bukankah itu baik...meski terulang-dan terulang suatu kesalahan?? pernahkah kita bisa terbuka dan meminta maaf atas sebuah kesalahan meski kesalahan itu baru pada tataran cara pikir dan rasa hati??  pernahkah ada perasaan bersalah saat cara berpikir dan rasa hati kita salah dalam menilai sesuatu?....mungkin tidak akan pernah????. karena kita tetap bisa senang dan tidak ada yang tahu??? entahlah...???? sekali ada perasaan senang, kita tidak akan pernah menyesal, bahkan kita bakalan ketagihan melakukan hal hal itu, tapi jika itu tidak menyenangkan rasa dan perasaan hati yang memilukan...akankah kita bersyukur bahwa kita pernah diberikan kebahagiaan.

Jika kita sering merasa diri baik dan benar, atau lebih baik dan lebih benar, atau paling baik dan paling benar itu adalah sesuatu yang wajar. Jika perasaan benar, lebih benar atau paling benar tersebut didukung oleh fakta-fakta yang obyektif, maka kita memiliki kualitas sebaik Kaum Farisi "dalam ajaran agama lain". Jika perasaan tersebut tidak disertai bukti-bukti nyata, maka kita memiliki kualitas lebih buruk dibanding Kaum Farisi. Jika kita memiliki kepercayaan diri yang kuat karena segala prestasi dan performa kebenaran yang kita lakukan, dan karenanya tidak lagi membutuhkan Tuhan, kita setara dengan tingkat kerohanian Kaum Farisi. Jika kita datang kepada Tuhan dengan kesadaran bahwa kita memerlukan karunia dan rahmat, kasih sayang juga pengampunan-NYA, mestinya kita berkata yang sebenarnya, karena kebenaran itu tetap bisa disampaikan dalam bahasa yang lain dengan tidak mengorbankan apapun.

Pertanyaan terakhir: "Apakah yang menjadi motif utama kita di dalam beribadah kepada Alloh  di dalam setiap ibadah kita?.... berdoa agar kita tidak ditelanjangi.????, selalu meminta apapun yang kita rasa belum kita miliki??? asal meminta apapun disaat kita sulit??? .... percayalah itu permintaan yang mudah dan akan langsung dikabulkan... tapi kita masih berhutang... berhutang pada setiap objek kesalahan kita..meski tidak ada yang tahu.... Apakah Kita sudah menemukan tujuan hidup kita...dan fokus mewujudkanya...dengan tetap berpegang teguh pada aturan dan merasakan setiap rintangan yang ada..??? dan selalu bangun dengan semanggat yang baru dan percaya bahwa Alloh akan menolong tanpa ada hutang dalam diri kita...ENTAHLAH???