DEWATA Yogyakarta Atau Dawet Murahan

Dewata kamu masih muda carilah banyak hal tapi jangan lupakan satu hal, karena apapun itu kamu harus menunjukan bahwa orang dlingo bantul bukan seorang pecundang, karena hidup adalah :

Hidup adalah kesempatan, gunakan itu.
Hidup adalah keindahan, kagumi itu.
Hidup adalah mimpi, wujudkan itu.
Hidup adalah tantangan, hadapi itu.
Hidup adalah kewajiban, penuhi itu.
Hidup adalah pertandingan, jalani itu.
Hidup adalah mahal, jaga itu.
Hidup adalah kekayaan, simpan itu.
Hidup adalah kasih, nikmati itu.
Hidup adalah janji, genapi itu.
Hidup adalah kesusahan, atasi itu.
Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu.
Hidup adalah perjuangan, terima itu.
Hidup adalah tragedi, hadapi itu.
Hidup adalah petualangan, lewati itu.
Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu.
Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu.
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu.

Akhir 2009 Tahun Menyenangkan Di Dlingo

Liatlah Dunia Istriku, lihatlah dlingo disiang yang panas, saat mata liar memandang luas keseluruh antero yogyakarta dan tanpa batas, ini adalah kesempatan terakhirmu menghabiskan masa tumbuhnya ego dari dalam dirimu. Bersabarlah istriku sayang sungguhpun yang kau pikirkan adalah salah selama ini. Harus ada sakit mendera dan tajamnya pengalaman yang mengasah jiwamu. Rasakan dengan sanggat dalam, maka engkau akan merasa sendirian. bayangkanlah engkau tertidur maka sebenarnya seperti itulah yang akan kita jalani kelak. Tidak ada siapapun yang dapat menolong.

Rasakan satu demi satu pesakitan itu maka engkau akan semakin dewasa. lakukan saja banyak hal karena itu yang kamu inginkan. tapi inggatlah satu hal bahwa kodrat tetaplah tidak bisa di rubah meski sekuat apapun engkau berusaha.
Takdirmu saat ini bukanlah yang terkhir dan aku juga bukan sebuah terminal terakhir dalam hidupmu, karena seperti halnya sebuah mimpi yang berganti  layar dan judul dalam setiap episode. Aku hanya sebuah pilihan hidup bagimu meski engkau sebuah cahaya lilin bagiku. Aku tidak mungkin bisa memaksamu menjadi sebuah bara api yang membakar jiwaku hingga aku bisa bersemangat dan bergairah. Namun aku yakini bahwa engkau adalah sebuah anugerah terindah dalam hidupku.

Jauh dalam perasaaan dan kejujuranku yang tinggal secuil ini yang tertinggal hanya namamu dan anak kita. Betapapun beribu bahkan berjuta kepahitan yang kita alami harini dan kelak akan aku iklashkan semua ini untukmu dan anak kita. Aku tak perduli lagi apakah engkau merasakannya atau tidak tapi itulah kejujuranku.
Ada banyak hal yang sebenarnya aku ingin darimu, namu kita lahir dari dunia yang berbeda. Memintamu untuk mejadi inginku adalah sebuah keniscayaan karena kamu lebih tahu apa yang akan engkau berikan untukku. Mencoba untuk menjadi dirimu adalah sebuah kemustahilan karena kebodohanku adalah pakaiyan jiwaku dan sulit bagiku melepaskanya. Betapapun sulit untuk kita bersepaham, namun aku yakin ini lah hidup yang normal dan di alami oleh banyak orang. Sadarlah istriku kita adalah biasa dan keistimewaan kita hanya satu " KITA MEMILIKI SEORANG ANAK YANG CANTIK" yang tidak di miliki siapapun didunia ini.
Istriku...beranikan dirimu memilih jalan, hari ini juga kelak tidak akan pernah ada lagi sebuah penjara kehidupan dalam hidupmu. Aku percaya ada jalan terbaik bagimu yang sudah di siapkan-NYA untukmu. berjalanlah menurut nuranimu hadapi semua dengan ketegaran yang sama seperti saat ini. Maka akan engkau temukan siapa dirimu, namun ingatlah bahwa tidur adalah sebuah perjalanan nyata. Begitu juga hidup dan tujuan hidup yang nyata kita alami semata mata untuk meng asah jiwa sosial spiritual, itu bukan apa-apa karena kita bukan siapa-siapa. Kita hanya mendapatkan sebuah kepercayaan yang sakral untuk memperbaiki dan memutus mata rantai syaitan sebagai khalifah rendahan.
Anaku "Ara" tahun ini usiamu 2 tahun 2 bulan...engkau paham dan lebih paham tentang kebaikan yang engkau rasakan dan setiap ajaran yang kau anggap baik semua. Ada satu hal pesanku nak..jagalah kejujuran senyum dan tawamu karena itulah yang Ibu Bapak banggakan. Meski esok,lusa atau kelak Ibu Bapakmu akan tetap ada di hatimu, dan kamu adalah sebuah buah apel yang paling enak dalam hidup Ibu dan Bapakmu. Terimalah apa adanya dan syukuri setiap jengkal perlakuan yang sederhana ini.
Akhir tahun ini Istriku, Anakku adalah sebuah tahun yang harus kita inggat sepanjang masa meski hari ini detik ini tak kan pernah terulang sepanjang masa. Aku menyayangi kalian tapi maafkan aku karena aku tak punya kuasa atas cinta yang diberikan Alloh kepadaku dan atas segala keindahan yang pernah kita alami bersama. Sehingga hati harus berserah dan jiwa harus pasrah, andai kalian merasakannya maka seperti itulah perasaanku pada kalian.

PRT Progresif Dari Dlingo

Bermula dari kesukaannya menulis catatan harian, Djuminem (31), mantan pekerja rumah tangga (PRT) asal Desa Dlingo Bantul, Yogyakarta, mulai mencoba belajar menulis artikel meski menjadi pekerja yang di anggap rendahan. Meski baru dalam taraf coba-coba, Lek Djum, demikian perempuan berambut cepak itu biasa dipanggil, ia sudah berani mengirimkan hasil tulisannya yang berbentuk artikel kepada redaksi Suara Serikat PRT, buletin yang dimaksudkan untuk mewadahi aspirasi para PRT yang tergabung dalam Serikat PRT Tunas Mulya, Yogyakarta.

Buletin yang telah terbit sejak dua tahun lalu itu, awalnya menjadi salah satu bentuk advokasi bagi Serikat PRT yang difasilitasi oleh Rumpun Tjoet Njak Dien. Namun dalam perjalanannya kehadiran buletin itu justru menjadi wadah untuk menyalurkan hobi dan bakat terpendam para PRT yang notabene kemampuan menulisnya sering dianggap sebelah mata.
“Pertama kali nulis untuk buletin Suara Serikat PRT saya hanya menuangkan ungkapan hati saya saja, semacam curhat gitu deh, jadi saya hanya menulis pengalaman dan uneg-uneg pribadi yang saya alami sehari-hari sebagai PRT. Akan tetapi setelah saya mengikuti pelatihan dari Rumpun (Rumpun Tjoet Njak Dien, red) saya mulai bisa menulis dalam bentuk artikel,” terang Lek Djum.
Meski belum lama ikut berpartisipasi menyumbang tulisan untuk buletin, Lek Djum sekarang ini telah dipercaya oleh pihak serikat untuk menjadi penanggung jawab media untuk mengelola buletin Suara Serikat PRT di Serikat PRT Tunas Mulya.
“Saya juga berusaha mengajak teman-teman sesama PRT untuk ikut belajar menulis, paling tidak coba-coba dululah mengirimkan karya mereka dalam bentuk apapun. Bisa berupa cerpen, puisi atau artikel bebas. Mulanya, hampir sama seperti yang saya lakukan dulu, mereka lebih banyak mengirimkan artikel yang berisi curahan hati mereka. Kami sih mau saja menerima kiriman-kiriman artikel itu, hitung-hitung untuk memberi wadah bagi teman-teman belajar menulis,” tuturnya.
Bahkan untuk mengasah kemampuan mereka, Rumpun juga telah beberapa kali menyelenggarakan diklat jurnalistik bagi PRT yang bekerja sama dengan berbagai media lokal di Yogya.
Program itu diselenggarakan berbarengan dengan program pendidikan alternatif bagi PRT. Adanya diklat jurnalistik itu dirasakan Lek Djum dan rekan-rekannya yang terhimpun dalam Serikat PRT Tunas Mulya sangat menolong mereka untuk bisa menulis dengan benar. “Setelah ikut diklat saya sudah bisa menulis dalam bentuk artikel dan feature, bahkan sekarang saya sudah berani melakukan liputan untuk menulis berita seperti layaknya wartawan sungguhan.
Sekarang saya malah sudah jarang menulis puisi atau catatan harian,” ulasnya. Lek Djum sendiri mengaku sempat grogi waktu pertama kali mendapat tugas liputan untuk mencari berita dan mewawancarai narasumber. “Pertama kali saya disuruh nulis tentang suatu kasus kekerasan yang terjadi pada seorang PRT oleh majikan. Selain saya harus wawancara dengan PRT yang notabene teman saya sendiri itu, saya juga harus ke Polda DIY untuk mendapatkan data pendukung sebab waktu itu kasusnya sudah ditangani polisi. Untungnya saya bisa mengerjakan semua itu dengan lancar. Bahkan sekarang saya lebih senang menulis yang berdasarkan hasil liputan dari lapangan,” tambahnya sambil tertawa.
Buletin dengan 12 halaman yang diterbitkan sebulan sekali itu, sering memuat tentang kasus-kasus seputar PRT dan beban kerja yang tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. “Sejauh ini buletin Suara Serikat PRT menjadi tempat sharing bagi sesama anggota serikat dan teman-teman PRT yang tergabung dalam Organisasi Pekerja Rumah Tangga (Operata) di daerah lain,” katanya.
Sekolah Alternatif, Selain sebagai fasilitator bagi PRT dalam bentuk advokasi, Rumpun Tjoet Nyak Dien juga menyelenggarakan sekolah alternatif untuk mereka. Pendidikan alternatif dalam sekolah untuk PRT itu sendiri tidak hanya mengajarkan tentang pendidikan dasar Kejar Paket ABC, melainkan juga dikenalkan tentang pendidikan kritis. Yakni adanya penyadaran tentang hak dan kewajiban PRT sebagai pekerja.
“Selama ini ada pemahaman yang keliru tentang status PRT, yakni mereka lebih sering diposisikan sebagai pembantu yang sebenar-benarnya. Padahal mereka itu kan sama juga dengan pekerja yang lain, jadi sebenarnya mereka juga punya hak dan perlindungan hukum seperti layaknya pekerja-pekerja di sektor lain seperti karyawan atau buruh pabrik,” tandas Muryanti dari Rumpun Tjoet Njak Dien yang selama ini mengadvokasi persoalan PRT di Yogya.
Meskipun, imbuhnya, sekarang ini belum ada UU tersendiri yang bisa dijadikan acuan payung hukum bagi PRT. Sebab, dalam UU Ketenagakerjaan tidak ada definisi khusus tentang batasan-batasan PRT. Sebenarnya dalam UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tercantum PRT yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di sana termasuk dalam lingkup rumah tangga. Artinya, PRT yang menetap di rumah majikan secara otomatis termasuk anggota keluarga jadi apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga ia berhak mendapat perlindungan hukum.
“Akan tetapi tetap saja itu (UU KDRT, red) tidak memuat secara spesifik batasan-batasan tentang PRT, padahal kan PRT itu sendiri jenisnya ada bermacam-macam. Ada PRT yang menetap bersama majikan, tapi ada juga PRT yang jam kerjanya hanya bersifat part time. Selama ini jika ada masalah antara PRT dan majikan, penyelesaiannya selalu menggunakan pasal-pasal dalam KUHP yang dijadikan acuan,” tegas Yanti.
Selain kekerasan secara fisik, banyak PRT yang mendapatkan kekerasan dalam bentuk psikis dan seksual. “Mereka sangat rentan mendapat tambahan pekerjaan yang sebenarnya bukan menjadi tugas mereka dan kebanyakan untuk tugas-tugas tambahan itu mereka tidak mendapat tambahan upah sebagai reward yang sebanding,” ungkapnya.
Salah satu manfaat lebih diselenggarakannya sekolah bagi PRT yang memuat adanya pendidikan alternatif dan kritis, para pekerja sektor rumah tangga itu menjadi paham tentang hak-hak dasar mereka sebagai pekerja. Implementasi yang diharapkan dari adanya pendidikan kritis itu, mereka akan cenderung lebih sedikit melakukan kesalahan kerja. Selain itu mereka juga diajarkan untuk selalu mempertanyakan adanya kontrak kerja yang memuat pembagian kerja secara spesifik.
Hal itu dimaksudkan untuk melindungi mereka agar tidak mendapat perlakuan yang semena-mena dari pihak majikan. Meski sebenarnya, menurut Yanti, majikan sendiri juga diuntungkan dengan adanya kontrak kerja yang jelas tersebut. Sebab, jika PRT itu tidak mau melaksanakan tugas atau bekerja secara sembarangan, majikan bisa melakukan teguran bahkan menggugat melalui jalur hukum.
Di pihak lain, di sekolah itu PRT juga diajarkan cara bernegosiasi agar mendapatkan posisi tawar yang seimbang dengan majikan dalam hal upah. “Apalagi jika sampai upah itu tidak dibayarkan oleh majikan, mereka diberi penyadaran bahwa mereka juga berhak menuntut kesejahteraan. Selain itu mereka juga belajar memberi advokasi kepada sesama rekan PRT,” terang Yanti.
Lecehkan PRT, Menanggapi adanya sebuah acara pencarian pembantu di sebuah TV swasta oleh pesinetron Ari Wibowo, Yanti cukup emosional saat memberi komentar. “Acara itu sama saja melecehkan profesi PRT dengan memberikan hadiah Rp 10 juta setahun. Itu kan sama saja menawarkan mimpi apalagi peserta yang lolos audisi justru yang bukan berprofesi sebagai PRT,” tuturnya.
Bahkan, lanjutnya, materi tes dalam audisi untuk acara tersebut sudah di luar konteks pekerjaan PRT. “Penekanannya justru lebih ke nuansa games aja dan bukan menjaring orang-orang yang benar-benar terjun sebagai PRT tapi yang diambil (lolos audisi, red) justru orang-orang yang memang menginginkan supaya bisa menjadi selebriti,” ungkapnya.
Hal semacam itu menurutnya bisa diartikan sebagai upaya trafficking ke PRT dalam bentuk yang lebih samar. “Itu kan sama saja merendahkan profesi PRT yang seharusnya dihargai layaknya profesi-profesi yang lain,” tegasnya.
Sumber http://www.kombinasi.net/

Arsodibejo Dlingo Usia Senja Tetap Berkarya

Maliboro Yogyakarta beberapa saat sebelum perayaan hari-hari besar seperti Tahun baru, Idul Fitri , natal dan lain sebagainya pasti riuh dengan teriakan & ajakan gadis penjaja di pusat perbelanjaan. Semakin dingin dan larut malam, semakin ramai ruas jalan jantung kota Yogyakarta ini. Spanduk potongan dan rabat menyambut hari-hari raya yang di peringati oleh warga yogyakarta dan menghiasi nyaris tiap titik Malioboro.

Tapi mungkin tidak bagi seorang Mbah Arsodibejo. Ia adalah salah satu dari sekian penjual di kawasan Malioboro. Warga Desa Jati Mulyo Dlingo ini menjajakan barang dagangannya yang antara lain adalah bakiak, bangku & papan cucian dari kayu, lugu tanpa warna. Mungkin itu pula yang membuat orang enggan menoleh pikulannya. Sekarang kan jaman plastik dan karet warna-warni, produksi massal yang membuat harganya jauh lebih murah dari dagangan Mbah Arsodibejo.

Mbah Arso biasa di panggil namanya dia harus menempuh jarak 35 Km  untuk sampai di pusat kotaYogyakarta. Berada di lereng perbukitan bagian selatan yogyakarta, perbatasan antara Kabupaten Gunungkidul dengan Kabupaten Bantul. Pasca bencana memang ada beberapa bantuan yang terdengar. Alat-alat pertukangan dari Direktorat Industri Kecil dan Menengah (IKM) Departemen Perindustrian di selama 2008 & 2009 misalnya, tapi apakah mereka terbantu juga dalam memasarkan hasil kerajinanannya? Termasuk untuk memoles kembali hasil kerajinannya dan bersaing dengan barang-barang karet dan plastik?
Semua hasil penjualan bakiak, bangku & papan cucian yang selalu dipikulnya memang untuk sekedar hidup dan menghidupi keluarga mbah Arso atau hanya sekedar merayakan hari raya  secara sederhana.  Jika bagi orang lain beberapa hari menjelang perayaan hari raya adalah saat potongan dan rabat, maka bagi Mbah Arsodibejo adalah saat untuk menjual lebih banyak lagi dagangannya. Kalau barang dagangan tak kunjung berkurang, berarti berjalan lebih jauh dan kembali lebih larut ke kamar tumpangannya di pinggiran Kali Code.
Arsip brita di sokong dari :
Publikana.com

Pengrajin Meubel Kayu Ringan Dlingo

Melimpahnya jumlah mahasiswa di Kota Yogyakarta membuka aneka macam peluang bisnis. Salah satunya, bisnis mebel kayu ringan yang dirancang khusus untuk mahasiswa. Anehnya pengerajin kayu berasal dari kecamatan dlingo bantul dan tersebar di seluruh wilayah yogyakarta. Aneka mebel dari kayu albasia itu murah, ringan, dan bisa tahan hingga mereka lulus dan meninggalkan Yogyakarta.Bisnis ini juga didukung dengan indekos atau kontrakan yang kebanyakan hanya menyediakan ruang kosong tanpa perabotan. Alhasil, para anak muda dari berbagai kota tersebut harus membeli perabotan mereka sendiri. Perabot kayu albasia yang murah dan bisa tahan hingga lima tahun tentulah menjadi pilihan utama.

Di Jalan Colombo, terdapat sekitar 15 kios pedagang mebel dari kayu albasia. Setiap kios menjual mebel yang umumnya seragam, mulai dari rak buku kecil seharga Rp 20.000 hingga lemari dua pintu seharga Rp 250.000. Kayu albasia yang sudah dipoles pelitur dengan ukuran mungil pas untuk dipajang di ruang indekos.Uniknya, semua penjual mebel ringan ini berasal dari Kecamatan Dlingo, Bantul. Pekerjaan pembuatan aneka mebel tersebut dilakukan di kampung halaman secara turun-temurun. Bahan baku biasanya didatangkan dari Boyolali, Jawa Tengah. Sambil menunggu pembeli, para penjual mebel melakukan pekerjaan finishing, seperti mengecat dan memelitur. Ali (26) mengaku sudah 15 tahun berjualan mebel jenis ini. Modal untuk membuka usaha ini tidaklah mahal. Kontrak kios per tahun sekitar Rp 3,5 juta. Sementara, untuk kulakan barang dagangan dibutuhkan dana Rp 4 juta. "Balik modalnya lumayan cepat," ujar Ali ketika ditemui pekan lalu.
Pendapatan yang diperoleh pun cukup lumayan. Dari pendapatan kotor, biasanya mereka memperoleh keuntungan sekitar 30 persennya. Pada musim tahun ajaran baru, para pedagang panen rezeki. Setiap hari, selama dua bulan, mereka bisa memperoleh pendapatan kotor sekitar Rp 600.000.
Pada hari-hari biasa, dagangan biasanya laku dua buah per hari. Pedagang lainnya, Widadi (45), asal dlingo mengaku selalu membuat mebel setiap hari. Dalam satu hari, para pekerjanya bisa menghasilkan tiga hingga 15 barang, tergantung jenisnya.
Meski diperuntukkan bagi mahasiswa, banyak pula ibu rumah tangga yang tertarik membeli aneka mebel tersebut. Model furnitur bahkan bisa diatur sesuai pesanan. Asal ada gambar, maka pesanan pun bisa dikerjakan. Selama dirawat dengan baik dan dijauhkan dari air, mebel bisa bertahan lebih lama.
Selain di Jalan Colombo, para pedagang asal Dlingo ini juga ada yang berjualan di Jalan Kaliurang dan beberapa tempat lain yang dekat dengan kampus. Jam operasional kios bervariasi. Ada yang buka dari pukul 09.00-19.00 atau dari pukul 07.00-21.30. "Saya sering tidur di kios, jadi bisa buka hingga larut malam," ucap Ali.
Meski barang yang dijual hampir sama dalam jenis dan kualitas, para pedagang biasanya menawarkan harga bervariasi. Tinggal bagaimana kecakapan pembeli untuk menawar harga. "Harga memang beda, tetapi biasanya jatuhnya sama saja," tutur Widadi.