Pengusutan Korupsi Dana Rekonstruksi Gempa Desa Dlingo Dihalangi

Dlingo : soloposfm.com : Warga Dusun Pakis Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo mengendus ada upaya aparat setempat menghalang-halangi pengusutan dugaan korupsi pemotongan dana rekonstruksi (dakon) gempa yang ditaksir merugikan negara hingga ratusan juta rupiah.

Salah seorang warga Dusun Pakis II Sukatio mengungkapkan, mendengar kabar dari rekan-rekanya sesama warga Pakis bahwa aparat desa setempat yakni Kepala Desa dan Kepala Dukuh bakal mengumpulkan warga untuk menandatangani surat bermaterai yang isinya menyatakan tak ada pemotongan dana gempa di Dusun Pakis.

Kabar itu menyeruak setelah pekan lalu, sejumlah warga setempat melaporkan dugaan korupsi pemotongan dana gempa 2007 oleh aparat dusun setempat ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bantul dengan kerugian ditaksir mencapai lebih dari Rp200 juta. “Saya dengarnya dari orang yang terpercaya yang memang tahu, dan warga semua juga sekarang sudah tau soal rencana mau dikumpulkan itu,” ungkap Sukatio, Sabtu (20/4).

Warga sendiri lanjut Sukatio sedianya mau bersaksi soal kondisi sebenarnya terkait pemotongan dana gempa yang telah banyak menyeret aparat desa di Bantul ke dalam bui tersebut. Hanya kekhawatiranya, bila kesaksian sebenarnya diberikan, warga bakal dikucilkan oleh aparat setempat yang tak ingin ada gejolak di Dlingo. “Warga itu mau bersaksi, cuma kan yang namanya lurah dan dukuh itu berkuasa, nanti bisa dipersulit kalau mau mengurus apa-apa, atau dikucilkan bisa saja seperti itu,” tuturnya.

Giyanto, salah seorang warga Dlingo yang sebelumnya mendampingi sejumlah warga Dusun Pakis melapor ke Kejaksaan juga mengaku ada upaya menghalang-halangi pengusutan dugaan pemotongan dana gempa yang sekarang telah masuk ke Kejari Bantul. “Kalau itu dilakukan sama saja menghalangi pengusutan dana gempa,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Desa Dlingo Bahrun Widoyo membantah ada rencana aparat desa mengumpulkan warga untuk membuat perjanjian bahwa tak ada pemotongan dakon. “Nggak, nggak ada seperti itu baik dari lurah maupun dukuh,” tegas Bahrun.

Bahrun justru menuduh ada pihak yang senang membuat perkara dengan menghembuskan lagi dugaan korupsi dakon di desanya. “Persoalan dakon itu sudah selesai dengan diseretnya Pak Juni [bekas Kepala Desa Dlingo], kami itu sekarang mau membangun desa kenapa harus diungkit lagi,” katanya.

Ia juga meminta media ini menunjukan ciri-ciri warga Dusun Pakis yang melapor ke Kejaksaan. “Apa ciri-cirinya, tubuhnya seperti apa, karena kami sendiri tidak tahu warga yang melapor itu siapa,” katanya. Pemotongan dakon untuk bantuan rumah rusak sedang dan ringan di Dusun Pakis I dan Pakis II Desa Dlingo disebutkan terjadi pada 143 Kepala Keluarga (KK) dengan pemotongan masing-masing sebesar Rp1,3 juta serta 17 KK dengan pemotongan masing-masing Rp3 juta.

Kasus itu dilaporkan, lantaran pengusutan kasus korupsi dakon sebelumnya yang menyeret bekas Kepala Desa Juni Junaidi hanya mengusut pemotongan dakon untuk bantuan rumah rusak berat. Sehingga belum meng-cover pemotongan dana untuk rumah rusak ringan dan sedang.

Warga Dlingo Dambakan Jembatan

Dlingo : Radar Jogja : Warga Dlingo, Kecamaran Dlingo mendesak pemerintah segera membangun jembatan yang ada di wilayahnya. Jembatan itu untuk menghubungkan Desa Dlingo dengan Desa Banyusoco, Gunungkidul. Alasannya, tidak sedikit masyarakat Dlingo menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai petani di wilayah Gunungkidul itu.’’Yang jelas transportasi antara kedua kabupaten ini akan menjadi sangat mudah jika ada jembaran. Selain mengggarap lahan pertanian di Desa Dlingo, sebagian masyarakat setempat ternyata ada juga yang menyewa lahan pertanian di Desa Banyusoco, Gunungkidul. Biasanya, mereka menggunakan perahu gethek untuk pergi ke lahan pertanian itu. Khususnya tanaman palawija.

Tak jarang masyarakat juga menempuh jalur darat untuk pergi ke lahan mereka. Hanya saja, perjalanan darat dengan menggunakan sepeda motor itu memakan waktu sekitar 30 menit. ’’Kalau menggunakan sepeda motor muter jadinya,” ungkapnya.Dengan adanya jembatan di atas Sungai Oyo itu diharapkan mampu meningkatkan produktifitas masyarakat kedua kabupaten. Bahkan, mampu mendongkrak taraf perekonomian warga. ’’Penjualan hasil pertanian juga akan semakin mudah,” harapnya.

Untuk mewujudkan pembangunan jembatan itu Kelurahan Dlingo pernah berkonsultasi dengan Pemkab Bantul. Hasilnya, pemkab menyarankan agar kelurahan mengajukan proposal pengajuan pembangunan kepada Pemerintah Provinsi DIJ. ’’Persoalannya jembatan ini menghubungkan dua kabupaten. Kami akan berkomunikasi dengan pihak Desa Banyusoco,” tambahnya. Anggota Komisi C DPRD Bantul, Aslam Ridlo mengatakan pembangunan jembatan penghubung kedua kabupaten itu merupakan wewenang Pemprov DIJ. ’’Tahun ini pemkab juga tidak menganggarkannya,” katanya.Meski demikian, Komisi C berjanji akan menyampaikan aspirasi warga ini kepada pemprov. Harapannya warga Dlingo dapat segera memiliki jembatan yang selama ini mereka dambakan.

Pedagang Pasar Dlingo Berhak Terima Fasilitas

Dlingo : Radar Jogja: Perlakuan berbeda terhadap para pedagang di Pasar Dlingo dengan para pedagang di Pasar Bantul mengundang keprihatinan Bupati Bantul Sri Suryawidati. ’’Sudah saya sampaikan hal ini kepada kepala kantor pasar,” terang dia di ruang kerjanya kemarin (22/2).Beredar kabar para pedagang di Pasar Bantul yang terkena dampak pembangunan pasar bakal direlokasi. Mereka akan mendapatkan berbagai fasilitas dari pemkab, seperti lapak selama masa pembangunan. Ternyata kebijakan itu tidak berlaku bagi para pedagang di Pasar Dlingo. Selama menempati tempat relokasi, mereka membangun lapak secara swadaya, tanpa mendapatkan bantuan dari pemkab. Inilah yang akhirnya menimbulkan kecemburuan.Karena itu, Ida, sapaan akrab Sri Suryawidati meminta kantor pasar segera mengumpulkan para pedagang Pasar Dlingo untuk menampung seluruh aspirasi mereka. Harapannya, pemkab segera mendengar keluh-kesah mereka selama ini. ’’Kami menginginkan para pedagang nyaman,” ujarnya.

Ketika disinggung mengenai bangunan relokasi di Pasar Dlingo yang tidak begitu memadai, Ida sudah meminta kepada Kantor Pasar guna berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum (DPU). ’’Kalau sudah dikoordinasikan biar dikerjakan DPU,” tambahnya. Anggota Komisi C DPRD Bantul, Aslam Ridho mengatakan pemkab selama ini hanya menyediakan lahan relokasi bagi para pedagang di Pasar Dlingo. Lahan seluas seribu meter persegi itu digunakan sebanyak 195 pedagang. Selain itu, mereka juga membuat lapak secara swadaya.“Padahal selama dua tahun menghuni relokasi mereka tertib membayar retribusi. Total retribusi selama dua tahun ada 30 juta lebih,” katanya.Itu sebabnya mereka berhak mendapatkan berbagai fasilitas dari pemkab, seperti lahan relokasi yang memadai serta ketersediaan lapak