Akhir Tahun 2013 masihkah ada orang yang "ANTI KRITIK" Di Dlingo



"Desa-desa di Dlingo Perlu merumuskan indoktrinasi multi paradigma kepada masyarakat, yang dapat menegosiasikan antara kepentingan kebutuhan masyarakat mendasar yang sebenarnya dengan kepentingan Desa serta pamong desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pamong desa secara tepat dan bijaksana, bukan dikotomik sebagai sebuah desa yang dibuat memiliki citra baik namun sekedar citra, melainkan bukan pula manipulasi pencitraan atas ekpektasi berlebih yang tak mampu diwujudkan."
(Mas Koetot 2013) 
Dlingo : TAHUN 2013 hampir kita tinggalkan. Masa depan desa ini tak bisa dibiarkan dalam karut-marut karena persoalan sederhana…si pelayan/pamomg desa butuh sejahtera,,,si tokoh butuh dikenal…si masyarakat tidak mau lapar…. Intoleransi dan kekerasan psikologis oleh oknum pamong desa dengan dalil agama harus dicegah, jika menguasai agama secara kaffah kecil kemungkinan seseorang menyimpangkan apapun yang bukan hak-nya.

Sekulerisme pemahaman agama dengan tata cara birokrasi harus dipisahkan, agar masyarakat dapat mendapatkan pelajaran juga mengetahui..siapa berbicara sebagai ulama dan siapa bicara sebagai pelayan masyarakat/pamong desa. Jika dicampur adukan maka kemungkinan yg terjadi adalah kemunafikan atas nama kesejahteraan alias….. karena kurang sejahtera maka untuk menciptakan peluang kesejahteraannya si pelaku mempergunakan dalil agama untuk mendapatkan legitimasi dan pembenaran atas perilaku dan perbuatan yang dilakukan meski melanggar aturan tata naskah dinas dan peraturan Negara.”

Jika berbicara ranah berbangsa dan bernegara maka panduan pentingnya adalah pancasila dan UUD 1945 sebagai kitabnya serta jiwa nasionalisme sebagai ruh nya. Secara hierarkis kemudian turunannya adalah peraturan pemerintah, peraturan peresiden, peraturan mentri, peraturan daerah, sampai pada teknis terendah adalah peraturan bupati yang di ikuti surat keputusan-surat keputusan pendukung lainnya. Jika lari dari pakem tersebut maka bisa dipastikan seseorang akan bertabrakan dengan hukum.

Itu sebabnya, masyarakat seperti kita ini, selalu berada pada lingkaran syetan akibat dari kebijakan yang salah dan ekspektasi berlebih dari seorang lurah atau pejabat public lainnya. Dalam banyak literatur dikemukakan bahwa Tuhan tidak perlu dibela, apalagi disodori dengan berbagai macam proposal kebaikan, disembah sepanjang waktu dan lain sebagainya….namun mengapa masyarakat selalu diajari membuat proposal untuk menjadikan masyarakat lebih baik….?

Tatkala berhadapan dengan rezim yang anti kritik dan tak adil, para nabi menyebarkan ajaran tentang kesalehan sosial sekaligus kesalehan struktural. Nabi melawan kemungkaran dengan segala metode agar ketidakadilan lenyap di muka bumi. Otoritarianisme dan anti kritik dilawan dengan toleransi dan tabayun (islah) mencari kebaikan dengan konsultasi, bukan menang sendiri. Dan mengancam akan mencabut ijin lembaga , disikapi dengan marah-marah, merasa disudutkan dan lain sebagainya.

Kata kuncinya sederhana..kalau memang tidak bersalah dan tidak melanggar aturan kenapa mesti “PUSING”. Kembalikan saja semua kepada aturan yang berlaku..jangan malah mencari “Kambiing hitam”..dan menyelidiki dari mana sebuah informasi itu berasal, melakukan intimidasi kepada masyarakat penerima manfaat kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. “LOGIKANYA” justru semua orang tahu dan pasti “ADA SESUATU”…tak mungkin ada asap kalau tidak ada api…tak mungkin bingung kalau tidak sedang bermasalah..”SIMPEL KHANN???” justru masyarakat sudah bisa menyimpulkan bahwa pergantian orde pemerintahan yang terjadi sama saja dan lebih halus…

Saat ini masyarakat sudah sanggat kritis dan dengan adanya UU KIP maka masyarakat harus mendapatkan laporan terkait capaian pembangunan yang sedang berlangsung. Akuntabiltas public bagi pemerintah menjadi syarat mutlak yang harus di transparansikan kepada masyarakat. Fungsi dan system pelayanan kepada masyarakatpun menjadi lebih dekat. Masyarakat dapat dengan mudah..mengeluhkan, menyampaikan, dan mengadukan keberatannya kepada pemerintah melalui berbagai media. Lalu apa yang salah ketka ada masyarakat mengadukan tentang dugaan terjadinya penyimpangan kepada pihak yang berkompenten..? Apa masyarakat salah kalau meminta pelayanan lebih kepada pelayannya…?, bukannya pelayan masyarakat dipilih untuk melayani masyarakat..?..kalau tidak siap..tidak mampu..ya..mundur saja..atau ambil pensiun kan tidak dilarang,,,sanggat dibolehkan..!!! bahkan Negara justru diuntungkan karena tidak dibebani anggaran untuk membiayai pelayan/aparaturnya yang setengah hati dalam melayani masyarakat.

Jika merasa yang dilakukan sudah sesuai aturan kenapa harus “BINGUNG”…???

Seharusnya Di situlah peran masyarakat dlingo saat ini diharapkan, ketika pemerintahannya diindikasi melakukan penyimpangan, maka masyarakat menginggatkan melalui jalur-jalur yang sudah disediakan oleh pemerintah. Hal ini untuk mengawasi dan sekaligus memberikan partisipasi aktif dalam menjaga semuanya untuk tetap didalam rel yang semestinya. Pemerintah nya baik dan sejahtera pamongnya..masyarakatnya senag karena dilayani tanpa harus banyak potongan,,,,SO..apa yang sulit untuk melakukan kebaikan,…?

Apakah kita akan masuk surga dengan amal soleh yang kita kerjakan atau tidak, itu adalah otoritas dan hak prerogative Tuhan atas pengadilan yang nanti dilakukan saat Hari Kebangkitan, sehingga tidak ada gunanya mencampur adukan agama dengan tanggung jawab melayani masyarakat sebagai lurah/pejabat public. Apalagi menjadikan agama sebagai pembenar atas penyimpangan aturan Negara…contoh :…meski Kita Bersumpah di depan petugas..”DEMI TUHAN”..tapi kalau gak bawa SIM ya tetep ditilang…bukanya malah membawa dalil “UKUWAH ISLAMIAH”..piye to arek iki..jian..paham mboten jane..??? hhe he

Karena itu, doktrin fastabiqul khairat sejatinya mengajarkan kepada umat Islam hanya untuk berlomba-lomba dalam kebajikan, bukan dalam kejahatan. Berlomba-lomba dalam kebajikan tentu saja dengan cara yang baik pula, namun perilaku kebajikan akan terdistorsi ketika dikerjakan dengan cara-cara tidak baik dan mensiasati aturan yang telah ditetapkan baik aturan Negara maupun aturan beragama, aturan dibuat untuk di taati bukan disiasati.!!!

Konsep sekularisasi perilaku lurah/pejabat public perlu dipisahkan, pemisahan kelembagaan agama dengan negara dengan tetap mengatur peran politik beragama sebagai bentuk dakwah dan silaturahmi dan sebagai lurah/pejabat publik dalam Negara, sehingga masyarakat mampu memberikan sumbangan maksimal dalam percaturan politik, ekonomi, dan budaya dengan mengadopsi prinsip sesuai karakter pemimpinnya, dan bukan formalisasi syariah islam untuk pijakan pembuatan kebijakan public. Formalisasi sayariah dalam membuat kebijakan Negara cenderung KORUP!!! Buktikan saja!!


Rapat Koordinasi dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Temuwuh

Dlingo : bantulkab.go.id : Dalam rangka evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa khususnya berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi aparat pemerintah desa, BPD dan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, pada hari ini Selasa, 10 Desember 2013 dilaksanakan acara Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Desa Temuwuh Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.

Hadir dalam acara ini Lurah Desa dan pamong desa Temuwuh, BPD, unsur dari LPMD, TP PKK, Karang Taruna serta Ketua RT. Sebagai narasumber adalah dari Inspektorat Kabupaten Bantul, Bagian Hukum Setda Kabupaten Bantul, serta dari Bagian Pemerintahan Desa Setda Kabupaten Bantul. Kegiatan semacam ini selain sebagai sarana untuk evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa, dapat juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi untuk menjalin komunikasi bagi seluruh pamong desa dan lembaga kemasyarakatan desa, sehingga lebih semangat lagi dalam melaksanakan tugas-tugasnya guna terciptanya pemerintah desa yang lebih baik.

Kesendirian Mbah Parto Dlingo

Dlingo : http://www.mytrans.com: Keluarga adalah sebuah anugrah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita. Dengan adanya keluarga kita bisa bercanda, tertawa, saling membantu, dan mencurahkan isi hati. Tetapi anugrah ini tampaknya tidak hadir pada mbah Parto, diusianya yang sudah renta, ia harus membanting tulang bekerja untuk menghidupi dirinya. Kesendirian yang dialami oleh mbah parto terkadang membuat ia tak sanggup menghadapi hidup ini. Saksikan hanya di Orang Pinggiran.
Dengan menjual tempe dan tahu bacem, mbah parto memperpanjang masa hidupnya. Panjang umur yang diberikan tuhan harus disyukuri dengan terus bekerja untuk bisa mengisi perut yang kosong. Kadang melihat orang dengan banyak kerabat dan saudara membuat mbah parto iri. Tapi, memang inilah tantangan hidup yang mau tak mau harus dihadapi. Saksikan hanya di Orang Pinggiran.

Di usia yang makin tua, ingin rasanya mbah parto menghabiskan waktunya untuk beribadah dan beramal. Keinginannya untuk berkurban pada hari raya Idul Adha membuatnya terus bekerja dan sedikit demi sedikit menyisihkan uang untuk membeli seekor kambing. Saksikan hanya di Orang Pinggiran.
Walau hidup dengan kesendirian dan kesederhanaan, tidak membuat mbah parto merasa putus asa. Keteguhan hatinya dan kepercayaan terhadap ALLAH SWT membuat ia merasa aman dan nyaman walau hidup dengan kesendirian. Saksikan hanya di Orang Pinggiran.

Cek Video Lengkapnya disini

Siswa-siswi SDN I Terong Dlingo Menjajal Gamelan Nada Pelog

Siswa/I SDN I Terong Dlingo penasaran dengan ATM (Automatic Tembi Movies)
Dlingo : http://tembi.net: Kunjungan anak sekolah ke Tembi Rumah Budaya boleh dikatakan menjadi agenda yang semakin rutin terjadi. Salah satu sekolah yang baru saja melakukan kunjungan ke Tembi Rumah Budaya adalah SDN I Terong, Dlingo, Bantul. Rombongan tersebut terdiri dari kelas IV dan V serta dua orang pendamping, yakni kepala sekolah dan guru kesenian.

Kunjungan mereka di samping untuk belajar banyak mengenai kebudayaan lokal (Jawa), juga hendak belajar gamelan. Sebenarnya mereka sudah bisa menabuh gamelan karena pelajaran menabuh gamelan memang mereka dapatkan di sekolah. Hanya saja di sekolah mereka terdapat satu perangkat gamelan, yakni gamelan berlaras Slendro. Sementara gamelan berlaras Pelog belum mereka miliki. Jadi kunjungan mereka ke Tembi sekalian ingin menjajal atau mencoba menabuh gamelan berlaras Pelog.
 
Dolanan anak mengingatkan masa lalu siswa/i
Sebelum pulang ke Dlingo siswa/i dan guru pendamping
berfoto bersama dulu di Amphiteater Tembi
Penjelasan yang diberikan oleh pemandu Tembi ternyata membuat mereka cukup tertarik. Ada cukup banyak benda produk atau hasil budaya yang mereka tidak lagi mengenalinya. Mereka juga cukup terkejut dengan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang dilontarkan Tembi sehubungan dengan kekayaan yang dimiliki oleh wilayah Dlingo. Misalnya, di Dlingo ada sendang yang sangat terkenal, yakni Sendang Banyuurip. Ketika hal itu ditanyakan oleh Tembi ternyata banyak dari mereka yang tidak atau belum mengenalinya. Ketika Tembi memancing dengan pertanyaan tentang adanya pohon langka yang sangat unik dan sangat terkenal di Dlingo, ternyata ada beberapa dari mereka yang bisa menyebutkan, yakni Pohon Jati Kluwih.

Pancingan-pancingan pertanyaan dari Tembi itu sesungguhnya dilakukan untuk menyadarkan mereka, bahwa mereka memiliki kekayaan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Hal tersebut dimaksudkan agar mereka menjadi semakin punya perhatian terhadap wilayahnya sendiri.

Perhatian yang demikian diharapkan menumbuhkan kesadaran mereka untuk mencintai kekayaan yang ada di wilayah mereka. Apa pun wujud kekayaan itu. Dengan demikian, pada gilirannya nanti mereka juga akan semakin mencintai kebudayaannya sendiri serta tidak larut dan hilang diri dalam arus pusaran berbagai pengaruh budaya lain. 
 
Karawitan plus panembrama dari SDN I Terong di Tembi: menjajal gamelan nada Pelog
Ternyata pula beberapa dari mereka masih bisa mengenali alat permainan mereka ketika mereka masih berusia sekitar lima tahunan. Bekelan, othok-othok, plintheng (ketapel), untaian karet gelang untuk lompat tali, dan lain-lain. Hal ini mengingatkan mereka pada masa-masa kanak-kanak mereka. Masa-masa yang menurut mereka cukup indah dan menyenangkan untuk dikenang. Sekalipun demikian, dari mereka banyak juga yang tidak tahu dan mengerti nama dan fungsi benda yang dipajang di Rumah Dokumentasi Tembi.

Usai berkeliling kompleks Tembi mereka bermain gamelan. Rasa penasaran mereka cukup tinggi untuk bermain gamelan dengan nada Pelog karena sekolah mereka tidak memilikinya. Ternyata pula mereka sudah cukup terampil bermain gamelan. Mungkin setaraf dengan para pemain gamelan (pengrawit) dari Tembi sendiri. Gending Ganjur, Manyar Sewu, dan Suwe Ora Jamu mereka mainkan dengan demikian mudahnya. Demikian juga dengan gending Pepeling. Bahkan pemain bonang penerus pun dapat bermain terampil sehingga mampu memberikan sentuhan nada lain yang mengisi jeda nada yang ditabuh dari bonang dan perangkat gamelan yang lain.

Apa yang mereka ketahui dan pahami dalam hal gamelan sesungguhnya merupakan kelebihan tersendiri bagi mereka. Pasalnya, tidak banyak anak-anak sekolah di zaman sekarang yang paham soal gamelan, yang notabene merupakan bagian dari produk kebudayaan kita sendiri. Bagian dari puncak-puncak peradaban kita sendiri. Menjadi aneh jika kita justru merasa asing dengan hal tersebut. Profisiat untuk SDN I Terong, Dlingo, Bantul.


Pemkab Bantul Kucurkan Dana Rp 2 Milyar untuk Renovasi Pasar Dlingo

Dlingo : Sorotjogja.com: Dinas Pengelolaan Pasar akan mendapat alokasi dana dari pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul untuk membangun Pasar Dlingo Baru, tambahan dana tersebut mencapai Rp 2 milyar, Sehingga total alokasi untuk merelokasi pasar Dlingo dan membangun pasar Dlingo Baru tersebut menghabiskan dana Rp 5 milyar.

Kepala Kantor Pengelolaan Pasar, Hernawan Setyadi mengungkapkan, jika pihaknya telah menghabiskan dana sekitar Rp 3 milyar untuk membangun pasar Dlingo tersebut. Pembangunan pasar Dlingo ini mampu menampung puluhan pedagang pasar baru, dan mampu meningkatkan kelas pasar Dlingo ke jenjang lebih tinggi.

"Sebelumnya di bangun pasar baru pedagang hanya berjumlah 200, namun saat ini bisa mencapai 250 pedagang bisa tertampung,"kata Hernawan.

Pembangunan pasar Dlingo baru tersebut. merupakan bagian dari program revitalisasi pasar tradisional dari Pemkab Bantul. Tahun ini, Pemkab Bantul telah menghabiskan dana sekitar Rp 13 milyar untuk merenovasi dan membangun 5 pasar tradisional.

Hernawan menambahkan, tahun 2014 mendatang, rencananya mereka akan menambah alokasi dana untuk merenovasi pasar. Rencana renovasi pasar tersebut berjumlah 9 pasar tradisional dengan anggaran sebesar Rp 31 milyar.

“Untuk tahun 2015 mendatang, saya menargetkan ada 16 pasar tradisional telah menjadi pasar baru” ujar Hermawan.

Hebat, Ibu-Ibu di Di Dlingo, Ikut Bangun Jalan

Dlingo : Harian Jogja: Ratusan ibu rumah tangga warga Dusun Seropan III, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo Bantul, ikut bergotong royong dalam pembangunan jalan cor blok lingkar dusun. Ketua RT 4 Dusun Seropan III, Zaini, mengatakan peran perempuan dalam melaksanakan program pembangunan fisik jalan sangat membantu kelancaran pekerjaan. Dusun Seropan III memperoleh bantuan program pembangunan infrastruktur peedesaan (PPIP) 2013 sebesar Rp110 juta.

“Ibu-ibu di sini tidak mau tinggal diam dan partisipasi langsung dalam pekerjaan berat ini,” katanya. Menurut Zaini, pola kerja gotong royong yang melibatkan ibu-ibu cukup menghemat dan mengoptimalkan target pekerjaan yang akan dicapai, dibanding dengan membayar tenaga atau tukang.

Terlebih, pembangunan jalan lingkar harus mencapai target satu kilometer. Ia yakin kualitas pekerjaan PPIP akan lebih bagus. Warga dari delapan RT secara bergiliran mengikuti gotong royong. Meskipun tanpa ketentuan denda, warga laki-laki dan perempuan sadar untuk menyumbangkan tenaga demi target pekerjaan yang harus rampung 18 Desember 2013.

Wagiyem, 48, warga RT 7 mengaku ikut secara suka rela bergotong royong demi pembangunan desanya. Warga menilai pembangunan jalan di Dusun Seropan sangat penting karena sudah 12 tahun kerusakan jalan tidak segera diperbaiki.

DUA RUMAH WARGA DLINGO RUSAK KENA TANAH LONGSOR

Dlingo : Humas.Polresbantul: Senin, 18 Nopember 2013 jam 13.00 Wib telah terjadi tanah longsor di beberapa wilayah Dlingo yaitu di Dusun Nglingseng, Muntuk, Dlingo, Bantul yang menimpa rumah Bapak Kartimin dan di dusun Badean, Jatimulyo, Dlingo, Bantul yang menimpa rumah Bapak Hartono. 
 
Adapun rumah bapak Kartimin yang rusak dinding bagaian rumah sebelah timur mengalami keretakan cukup parah dan rumah milik bapak Hartono mengalami dinding bagian rumah sebelah barat mengalami keretakan yang cukup parah beserta genting-gentingnya pecah.  Hujan yang deras dengan angin yang cukup kencang selain mengakibatkan tanah longsor juga menyebabkan pohon tumbang menutup arus jalan sehingga mengganggu arus lalu lintas. Karena kejadian itu maka anggota Polsek dan Koramil Dlingo beserta masyarakat mengadakan gotong royong membersihkan jalan agar arus lalulintas lancar dan membenahi rumah warga yang terkena longsor agar terselamatkan. 
 
Kasi Humas Polsek Dlingo Aiptu Supri menjelaskan, pada kejadian ini tidak menimbulkan korban jiwa. Namun warga tetap dihimbau agar meningkatkan kewaspadaan terhadap daerah yang rawan terjadi bencana, karena hujan yang turun sudah mulai besar, agar tidak ada korban jiwa,” himbaunya.

Lomba Mewarnai Tingkat PAUD dan TK Se-Kec. Dlingo

Dlingo : bekerjasama dengan IGTK Kecamatan Dlingo, Gema Angkasa melaksanakan lomba mewarnai Tingkat PAUD dan TK se-Kecamatan Dlingo. Acara ini dilakukan dalam rangka meningkatkan minat dan bakat Adik-Adik pada pendidikan Usia Dini. Dalam lomba ini memperebutkan Piala tetap dan Piala Bergilir Gema Angkasa. Seluruh perwakilan dari TK yang ada di Kec. Dlingo dapat hadir meramaikan gelaran acara ini.

Adapun ketua panitia adalah Sdr. Purwoko yang dibantu seluruh divisi kegiatan Gema Angkasa Dlingo. Dalam Kesempatan ini adik-adik ditemani orang tua masing-masing, sehingga hampir seluruh ruangan kantor Kecamatan Dlingo penuh sesak oleh peserta. Membeludaknya animo peserta dikarenakan salah satunya adalah vakumnya kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada anak-anak di kecamatan Dlingo. 

Gema Angkasa kemudian membuat sebuah acara yang mudah-mudahan dapat membuat semua pihak sadar akan pentingnya sebuah wahana bagi adik-adik pada usia dini. berikut adalah dokumentasi kegiatannya kakakkkkkkk.................











Jalan Baru Dibangun, Warga Terong Dlingo Tak Perlu Ambil Jalan Memutar 10 KM

Dlingo : TRIBUNJOGJA:  Paiyem (55) warga sekitar dusun Ngenep Kecamatan Dlingo-Bantul mengaku senang dengan dibukanya akses jalan dari dusun Ngenep, desa Terong menuju dusun Semuten, desa Jatimulyo. Pembukaan jalan baru dan jembatan tersebut merupakan hasil dari kerjasama Prajurit TNI dan warga sekitar dalam program TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa) 2013.

"Alkhamdulillah sae nggih (Alhamdulillah baik sekali, jalannya-red)," ungkap Paiyem spontan ketika awak media Tribun melintasi Jalan baru hasil kerjasama masyarakat sekitar dusun Ngenep dan TNI, dalam program TMMD yang berakhir hari ini, Selasa (29/10/2013). Program TMMD berlangsung selama 21 hari, dari tanggal 9 Oktober 2013 hingga 29 Oktober 2013.

Paiyem yang pekerjaan sambilannya menjajakan pakaian secara berkeliling desa, mengaku senang dengan adanya jalan baru tersebut. "Kalau biasanya saya melewati jalan setapak kalau mau ke Jatimulyo, kini lebih mudah dengan adanya jalan dan jembatan baru," jelasnya.

Sementara itu Wakijo, penduduk setempat juga mengungkapkan kegembiraanya dengan dibukanya akses jalan baru tersebut. "Dengan jalan baru ini, kalau mau ke Wonosari, Pathuk, Yogya, tidak perlu lagi memutar sejauh 10 Km, hanya menempuh sekitar 700 meter dengan adanya jalan dan jembatan ini" ungkap Wakijo yang juga ketua LKMD desa Terong.

Wakijo menambahkan, bahwa sebelum dijadikan jalan, area tersebut merupakan sawah milik desa yang akhirnya dibebaskan, menjadi jalan baru guna memudahkan mobilitas penduduk. Jalan baru tersebut masih berupa jalan tanah sepanjang 750 m dengan lebar 6 m. Diatas sungai juga telah dibangun jembatan dari bambu, sepanjang 10 m dengan tinggi 3 m. "Kedepan rencananya akan ada pengerasan jalan baru ini, tapi belum tahu kapan itu," ungkap Wakijo.

Sementara itu Welasiman, Lurah Desa Terong pun mengaku sangat senang, lantaran menurutnya akses warga akan lebih gampang, dan perekonomian akan lancar. Lurah Desa Terong juga menjelaskan bahwa dengan berakhirnya program TMMD bukan berarti selesai juga program jalan dan jembatan tersebut. "Nantinya Pemkab akan membantu untuk membuat jembatan menjadi permanen," imbuh Welasiman.

Mandi di Kali Oya Dodogan Dlingo, Pelajar SMA Tewas

Dlingo : sorotgunungkidul.com : Nasib naas menimpa Hari Mahardhika (16), warga RT 06/05 Gembuk, Getas, Playen. Siang tadi korban datang dengan 4 rekan sebayanya ke Sungai Oya untuk mandi, Hari yang juga siswa kelas II SMA MA YAPPI Gubukrubuh Playen kemudian ditemukan dalam keadaan tewas ditepi Sungai Oya yang berjarak 4 kilometer dari rumahnya.

Kronologis peristiwa ini bermula saat Hari bersama Nanang (16), Udin (15) dan Sutarno (16) kesemuanya tetangga dekat korban siang tadi pukul 12.00 WIB datang dan bermain di Sungai Oya yang masuk wilayah Padukuhan Dodokan, Jatimulyo, Dlingo, Bantul. Dua orang diantaranya yakni Hari dan Nanang kemudian berenang, sedangkan Udin dan Sutarno hanya melihat dari pinggir Sungai Oya. Hari yang tak pandai berenang tiba-tiba tenggelam dan jasadnya baru ditemukandan berhasil dievakuasi pukul 14.30 WIB oleh aparat Polsek Dlingo yang dibantu Polsek Playen.

Menurut Ka SPK Polsek Playen, Aiptu Waskito korban ditemukan oleh anggota sudah dalam keadaan tewas, “Yang pertama kali datang ke TKP Aiptu Hari Sumaryanto bersama Brigadir Gunawan, posisinya sekitar 200 meter sebelah utara jembatan Kali Oya yang juga perbatasan Gunungkidul dengan Bantul. Berhubung TKP masuk wilayah hukum Polres Bantul, maka anggota dari Polsek Playen sifatnya hanya membantu hingga membawa pulang jenazah ke rumah duka,” jelasnya.

Terpisah salah seorang kerabat korban, Suyatno (40) menuturkan, “Korban ini anak pertama dari dua bersaudara. Saat ini posisi Suyanto (42) dan Iyam (40), atau bapak ibu beserta adiknya masih di Jakarta. Saya nggak tahu bagaimana asal mulanya kok bisa seperti ini, tahu-tahu saya sudah diberi kabar kalau si Hari meninggal di Sungai Oya dan sekarang rumah duka sudah penuh pelayat seperti ini. Padahal setahu saya semalam saja anaknya masih ketemu saya saat dia naik motor,” tuturnya setengah kebingungan.

Pasar Dangwesi-Dlingo sebagai lokasi Sekolah Pasar Rakyat

Dlingo : Bewe33.blogspot: Sabtu, 5 Oktober 2013 Tim Sekolah Pasar Rakyat Dlingo beserta Ketua Umum Sekolah Pasar Rakyat bapak Puthut Indroyono membuka pertemuan pertama dan peresmian Sekolah Pasar Rakyat di Pasar Dlingo dan Pasar Sendang Wesi, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Acara pertemuan pertama dan peresmian Sekolah Pasar Dlingo. Acara berjalan lancar, seperti acara pada umumnya diawali sambutan-sambutan dari Disperindakop Kabupaten Bantul, Perwakilan Pemerintah Desa, Lurah Pasar, Perwakilan Pedagang Pasar dan Perwakilan dari Tim Sekolah Pasar Rakyat. Dilanjutkan sesi pemaparan tentang Sekolah Pasar oleh bapak Puthut, kontrak belajar, pemilihan pengurus Sekolah Pasar Rakyat Dlingo - Sendangwesi dan rencana kurikulum"materi" di langsungkan dengan diskusi dan dengar pendapat, penentuan hari kelas dan klinik Sekolah Pasar nantinya.

Hasil Petemuan :
1. Sekolah Pasar Rakyat Dlingo dan Sekolah Pasar Rakyat Sendang Wesi, digabung menjadi satu Sekolah Pasar Rakyat "SPR Dlingo-Sendangwesi"
2. Pertemuan kelas dan klinik Sekolah Pasar Rakyat Dlingo-Sendangwesi setiap hari pasaran yaitu : Pahing dan Kliwon
3. Lokasi pelaksanaan pertemuan, kelas dan klinik dilakukan secara bergantian yaitu ; hari pasar minggu pertama di Pasar Dlingo dan hari pasar minggu kedua di Pasar Sendangwesi
4. Materi kelas berdasarkan modul sekolah pasar yang beradaptasi dengan kondisi Pasar Rakyat Dlingo-Sendangwesi
5. Kamis 10 Oktober, disepakati menjadi kelas pertama yang akan dilaksanakan di Pasar Dlingo.

Kondisi pasar yang alakadarnya, tidak menjadikan pedagang di sana kemudian patah semangat atau berdagang dengan apa adanya. Para pedagang tetap terlihat semangat menjadikan diri mereka sebagai pedagang yang "melayani" konsumen dengan sebaik mungkin. Senyum, sapa, saling tanya kabar, antara pedagang dan konsumen tetap melekat, budaya lemah lembut, budaya utang-piutang, budaya ngeluihi "memberi bonus berat timbangan" masih dipegang oleh pedagang. Semua sama, tidak ada yang berbeda. Di sini sebagai pribadi kemudian saya melihat betapa kearifan lokal ke-Indonesian di Pasar Tradisional yang terus saja hidup dalam kondisi apapun, sehingga menjadi sebuah gambaran bahwa pasar sebagai mana fungsinya "tempat berkumpul, bertemunya penjual dan pembeli" yang di sana terjadi interaksi sosial yang tidak dapat lepas dari sekedar aktivitas ekonomi semata. Hal ini yang tidak boleh luntur apalagi sengaja dihilangkan dengan konsep modernisasi layaknya sistem retail modern "yang pelayannya mengucapkan salam setiap kali konsumen masuk, sebagai ceremonial semata yang terkadang diputar berulang-ulang dari soundsistem di atas pintu" penjual dan pembeli hanya melakukan aktivitas ekonomi.

Sekolah Pasar Dlingo, itu tantangan. Medan yang cukup menantang dan jarak yang cukup jauh bagi saya sebagai Individu, kemudian status sebagai mahasiswa dan ditambah lagi Sekolah Pasar Dlingo diselenggarakan berdasarkan hari pasaran menjadikan tim akan kesulitan dalam mengatur jadwal mereka antara kuliah dan mengabdi di Pasar.
 
Akan tetapi, ini adalah semangat baru, ini pertama di Sekolah Pasar Rakyat, satu tim dan satu program langsung untuk dua pasar. Sebuah tantangan hendaknya menjadikan sebuah penyemangat baru. Semoga kedepannya, Sekolah Pasar Rakyat Dlingo-Sendangwesi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan dicita-citakan bersama. Sehingga "jangan ijinkan hati ini menjadi kerdil dan takut, karena fungsi kaum yang sempat mengenakan almamater adalah pengabdian".

HARI KE 8 PELAKSANAAN TMMD DI DUSUN REJOSARI DLINGO MASIH TETAP SEMANGAT


Dlingo : HumasPolresBantul: TNI, Polri (Polres Bantul) dan masyarakat bersatu padu bahu membahu membuat jalan sepanjang 750 meter dengan lebar 6 meter dan pembuatan jembatan yang menghubungkan dusun Rejosari, Terong dengan Dusun Semuten, Jatimulyo Dlingo. Kegiatan ini dalam rangka TMMD (TNI Manunggal Membangun Desa) yang ke 91 tahab II tahun 2013.  
 

Pelaksanaan kegiatanTMMD pada hari ke 8 ini sudah mencapai hasil kurang lebih 40 % dari yang ditargetkan. Dengan semangat anggota TNI/Polri dan masyarakat meratakan tanah yang akan disiapkan untuk membuat jalan bahkan sebagaian yang lain mengangkat batu kemudian memecahkannya dengan godam dan menatanya untuk dasar jalan dan pondasi pembuatan jembatan. Mereka berharap jembatan dan jalan segera selesai agar bisa dapat dirasakan oleh masyarakat.  
 
Kapolsek Dlingo mengatakan, kami bangga melihat TNI, Polri dan masyarakat bisa menyatu bahu membahu membuat jalan dan jembatan secara bersama sama, ini selain akan membuat pekerjaan terasa enteng juga bisa menambah tali silahturohmi di antara kita sehingga bisa menumbuh kembangkan budaya gotong royong dan keperdulian serta kebersamaan terhadap masyarakat. Polri akan selalu siap sedia membantu masyarakat apabila dibutuhkan tenaganya, katanya. 
 
Untuk hari ini sementara kegiatan TMMD berakhir pada pukul 14.30 Wib dan esok hari akan dilanjutkan dengan bergiliran hingga benar benar jalan dan jembatan selesai 100% dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

REFLEKSI DESA DESA DLINGO Antara HARAPAN dan KENYATAAN

Masyarakat umumnya terlanjur salah kaprah dalam memahami proses pembangunan Janji-janji kampanye calon Lurah Desa pada saat proses pemilihan tidak terseleksi secara benar dan terbuka sesuai pemahaman awam, "TIDAK TERJELASKAN". Kelincahan para pelaku politik tingkat desa menyamarkan hampir disetiap kelemahan dan kebobrokannya dengan gelar ketokohan yang disandangnya. Sehingga objek politik (Masyarakat) yang relatif awam terkait sumber-sumber pendanaan cenderung merasa telah terjadi perubahan didalam proses pembangunan desanya.

Janji Kampanye calon Lurah desa bisa dipastikan sebenarnya melebihi ekspektasi kemampuan si calon lurah itu sendiri. Hal ini terlihat bahwa sebenarnya apa yang dijanjikan adalah bukan sebuah inovasi namun merupakan program yang sudah ada dan berjalan atas dana-dana yang berasal dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Artinya adalah bahwa inisiasi dan inventarisasi kebutuhan masyarakat diperoleh bukan melihat pada kendala-kendala hakiki yang terjadi secara spesifik pada tataran lokalitas kewilayahan lingkungan desa namun semata-mata disambung-sambungkan dengan program dan kegiatan yang disediakan anggarannya oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Memang ada sebuah keharusan sinergitas antara pemerintah desa dengan pemerintah diatasnya, namun harus juga dilihat bahwa tidak semua konsep pembangunan dan mekanisme penganggaran pemerintah daerah juga pusat sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi secara lokalitas di wilayah desa. Disinilah seharusnya posisi seorang calon lurah diuji kemampuannya dalam membangun sebuah konsep pembangunan berbasis kemandirian untuk ditawarkan kepada masyarakat sebagai pemilih.

Kecenderungan-kecenderungan evoria proses kemenangan politik, mengesankan diri sebagai pembawa perubahan serta pencitraan justru menjadi sebuah tontonan monoton yang dipertunjukan ketika seorang lurah berhasil menjabat dan terpilih sebagai lurah desa. Dalilnya adalah mengambil hati masyarakat dengan slogan-slogan yang sebenarnya membodohi masyarakat. Kemajuan jaman dan pesatnya teknologi selalu saja menjadi sebuah icon konyol dan terlihat kurang persiapan meskipun dalam persepsi masyarakat akan tampak moderen dan cangih, dan dapat dipastikan juga tidak akan banyak masyarakat yang memanfaatkan produk teknologi tersebut.

Jika dilihat secara seksama, dapat diketahui berapa persen seorang lurah mampu berinisiasi dengan kemampuan sendiri dan dengan konsep berdikari. Namun yang terjadi bertolak belakang dengan yang selama ini selalu digaungkan. Seorang lurah cenderung mengajari masyarakat untuk menjadi pengrajin PROPOSAL. Proposal tersebut terkadang dikonotosikan dengan suntikan dana dan diklaim "KALAU BUKAN SAYA "LURAH DESA" TIDAK AKAN ADA PEMBANGUNAN", padahal modalnya adalah proposal dari masyarakat, artinya desa cuma sebatas sebagai fasilitator saja, ironisnya setelah dana-dana proposal itu cair maka lurah dan desa lebih mendominasi dalam proses pelaksanaannya. Sehingga ketika dari awal sudah bersifat pemberdayaan dan partisipasi aktif, ditengah mendapatkan fasilitasi dari desa namun di akhir ketika dana cair maka seorang lurah dan desa membuat aturan-aturan pelaksanaan yang jauh menyimpang dari konsep pemberdayaan dan partisipatif tersebut baik tertulis maupun secara kesepakatan saja.

Kemandirian masyarakat desa bisa terwujud tanpa perlu dirangsang dengan bantuan dana. Upaya memandirikan masyarakat desa dan membangun pemikiran yang positif sebenarnya dapat saja dikembangkan dan dilakukan dengan memberikan fasilitasi bimbingan dan pengarahan kepada para pekerja sosial di desa untuk melakukan inventarisasi sesuai tantangan dan hambatan spesifik yang dialami didesanya untuk kemudian dicarikan solusi. Perubahan mind set masyarakat bahwa tidak melulu bantuan harus dengan proposal dan uang harusnya segera dibangun.

Dari sisi pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa, budaya pengrajin PROPOSAL merupakan sebuah kelemahan mendasar namun selalu saja dilakukan dan berulang-ulang. Entah apa yang mendasari namun dengan cara ini seorang lurah secara langsung sudah mengingkari janji kampanye yang sudah dikoar-koarkan kepada masyarakat. Masyarakat dibodohi oleh lurah terpilih karena sebenarnya si LURAH tidak mempunyai kemampuan managerial baik serta konsep yang tajam dan bersifat lokal/tidak memahami kebutuhan warganya, karena hampir setiap persoalan selalu diatasi dengan PROPOSAL dan mencari bantuan dana.

Sementara itu  ada Peraturan Pemerintah (PP) diterbitkan untuk menjabarkan UU No 8 / 2005 tentang Perubahan atas UU No 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keberadaan PP Nomor 72 Tahun 2005 ini juga amat strategis. utamanya yang terkait dengan kemandirian desa, dan sebagai lurah desa terpilih kebanyakan dalam memimpin desa lebih suka membawa dalil agamis dan berkerudungkan amal baik dengan "sisa lebih" dari proposal dan bantuan yang cair. Hal ini kurang pas karena ketika berbicara dalam konteks "LURAH" sebagai bagian dari "APARATUR NEGARA" seharunya kitabnya adalah "PANCASILA dan UU NKRI". PANCASILA dan UU NKRI adalah sebuah terjemahan atas hasil pengkajian mendalam dari kitab-kitab suci agama oleh para pendiri bangsa ini, dan dikhususkan untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk pada tataran paling bawah adalah pemerintahan desa.

Pemanfatan sumber daya dan potensi desa berdasarkan peraturan tersebut seharusnya menjadi sebuah ajang berlomba bagi para lurah desa untuk berkreasi dan berinovasi dan berimprovisasi dengan tema pembangunan yang dijalankan pemerintah, bukannya dijadikan sumber utama pendapatan apalagi sebagai ajang pembenaran atas bertumbuh dan mengembangkan budaya proposal meskipun hal tersebut di bolehkan. Jika hal tersebut dijalankan dan turun temurun maka sesunguhnya bom waktu itu dibuat oleh para lurah desa dengan memberdayakan senjata PROPOSAL dan meminta-minta. Inggat negara sebesar Amerika serikat saja bisa bangkrut pemerintahannya, coba bayangkan jika negara ini bangkrut sementara budaya proposal menjamur...? kekacauan pasti terjadi dan masyarakat pasti tidak mampu berbuat apa-apa karena selama ini mereka dibudayakan meminta-minta dengan PROPOSAL?..mau minta siapa jika negara bangkrut padahal hidup harus terus berjalan..?????

Potensi desa adalah sumber daya yang dimiliki desa yang dapat digunakan dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah akan memengaruhi perkembangan wilayah desa terkait. Pola inventarisasi terhadap kebutuhan masyarakat desa setidaknya dapat dipahami dan digolongkan sebagai berikut :

1. Wilayah desa berpotensi tinggi: Terdapat di daerah dengan lahan pertanian subur, topografi rata, dan dilengkapi dengan irigasi teknis maka Kemampuan wilayah tersebut untuk berkembang lebih besar.
2. Wilayah desa berpotensi sedang : Terdapat di daerah dengan lahan pertanian agak subur, topografi tidak rata, serta irigasi sebagian teknis dan semiteknis. Wilayah model seperi ini masih cukup mempunyai kemampuan untuk berkembang.
3. Wilayah desa berpotensi rendah : Terdapat di daerah lahan pertanian tidak subur, topografi kasar (perbukitan), sumber air bergantung pada curah hujan dan sumur dalam. Wilayah ini sulit untuk berkembang namun bukan berarti tidak berpotensi untuk maju.

Alih-alih dalil-dalil pembawa perubahan namun jika berani jujur, bukankah selama ini hanya mengandalan bantuan dan anggaran rutin desa. Lalu apa yang akan diwariskan pada generasi kedepan..."KALAU BUKAN KETERGANTUNAGAN, APA LAGI?".....PEMBODOHAN ini terasa sanggat, masayarakat tidak tahu tapi waktu yang akan menjawab...

Kegiatan Temu Sadar Hukum di Mangunan, Dlingo

Kanwil Kementerian Hukum dan HAM D.I.Yogyakarta mengadakan kegiatan Temu Sadar Hukum di Mangunan, Dlingo. Desa Mangunan termasuk salah satu Desa Sadar Hukum berdasarkan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 95/Kep/2013 tentang Penetapan Desa/Kelurahan Sadar Hukum 2013. 
 
Dengan ditetapkannya sebuah Desa sebagai Desa Sadar Hukum maka diharapkan masyarakat di Desa tersebut mampu menjaga kredibilitasnya sebagai masyarakat yang sadar, taat dan cerdas hukum, serta menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat di Desa sekitarnya, sehingga secara bertahap semua Desa/Kelurahan Sadar Hukum 
 
Tim Penyuluh Hukum Kanwil Kementerian Hukum dan HAM D.I.Yogyakarta terdiri dari Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Rr. Risma Indriyani, SH, M.Hum dan Kepala Bidang Pelayanan Hukum Dra. Sri Widyaningsih, S.H., M.Hum, Suwarno, S.H., Asih Widiastuti, S.H., Ngadiya, S.H., Kristina Budiyani, Rina Nurul Fitri Atien, S.H., Nuraeni, Sugiman, Adhitya Nugraha Novianta, S.H.

MEBEL KAYU DLINGO DILEMA INOVASI DAN TRADISI

Dlingo: lintaskampusup45 : Reka baru/inovasi (bahasa Inggris: innovation) dapat diartikan sebagai proses atau hasil pengembangan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem baru yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial). (http://id.wikipedia.org).
 
Berwirausaha inovasi sangatlah penting. Banyak para wirausahawan yang gulung tikar karena mereka tidak mampu bersaing dengan kompetitor yang mampu menciptakan inovasi dalam produk. Tanpa inovasi, konsumen atau pasar pasti akan bosan dan mencari alternative lain. Namun apabila memang tidak ada inovasi pada suatu produk, konsumen harus membeli dengan keterpaksaan. Kita ambil contoh, para tukang kayu dari Dlingo yang memproduksi mebel kebutuhan mahasiswa. Banyak kita jumpai penjual mebel untuk mahasiswa seperti meja, rak buku, lemari dll.
 
 Kampus UPN Veteran ada puluhan penjual mebel dengan barang yang sama, nyaris tidak ada bedanya dari setiap penjual. Baik harga, maupun kwalitas barangnya. Terdapat beberapa tempat mereka berjualan secara rombongan, seperti di sekitar kampus UGM, UNY, UII, UMY, dan tentu saja UP45. Semua produk yang dijual memiliki bentuk, kwalitas dan harga yang sama. Kenapa hal itu terjadi? Karena pembuatnya berasal dari daerah yang sama.

Dlingo salah satu pembuatnya. Tepatnya berada di Kecamatan paling timur dari kabupaten Bantul. Puluhan bahkan mungkin ratusan para tukang kayu yang memproduksi mebel untuk mahasiswa berasal dari daerah itu. Mereka menggunakan material yang sama. Di sana biasa disebut kayu sengon. Sebenarnya tidak ada kesepakatan yang mengikat untuk memproduksi barang dengan bentuk yang sama. Hanya untuk harga mereka memiliki kesepakatan harga jual terendah.

Tahun ke tahun tidak ada inovasi yang berarti dari produk-produk ini. Konsumen sudah cukup bosan dengan produk yang sama saja. Padahal, untuk menciptakan produk yang berbeda tidaklah susah, bisa dilakukan dengan merubah material kayu yang digunakan atau dengan merubah desain, tentu akan menambah variasi dan konsumen punya alternative baru untuk menentukan pilihan. Di sisi lain, mungkin mereka terjebak dalam zona nyaman dengan memproduksi barang itu-itu saja. Seperti kita tahu bahwa zona nyaman (comfort zone) merupakan salah satu penghambat seseorang untuk berkembang dan maju. 
 
Dengan kata lain, produksi yang dilakukan oleh para perajin mebel ini bisa disebut sebagai tradisi. Dimana mereka memproduksi barang dengan jumlah yang massive, terus menerus, dan dengan bentuk serta kwalitas yang itu-itu saja. Tradisi yang sebenarnya tidak untuk di pertahankan, melainkan untuk dirubah atau dikembangkan. Tidak mudah memang, tapi itu lah kenyataan berwirausaha. Tanpa inovasi, berarti konsumen jenuh, bahkan yang fatal adalah tersingkir. Berwirausaha itu terkadang bisa terlahir karena tradisi dan bertahan dengan inovasi, namun bisa juga sebaliknya.

A hidden cave in Dlingo, Bantul

 
What do you know about some beautiful caves located in Bantul, Yogyakarta? Some of you maybe have only known or visited Selarong cave and Cermai cave. Yah, those are most famous caves in Bantul. There is, however, one of other beautiful caves hidden in Bantul regency, namely Jatisari cave. Jatisari cave is one of hidden caves located in Seropan 3 village, Dlingo district, Bantul regency. Some visitors named the cave as Goa Lowo Jatisari because it has many cave bats inside. Visitors coming into the cave with the length about 1 kilometer will see active stalactites and stalagmites and through small river. If you want to visit Jatisari cave, it is better for you to come at dry season as the volume of river water isn’t high.
 
Satu lagi tempat menarik di kecamatan Dlingo, Bantul,Yogyakarta yang perlu diperhitungkan sebagai salah satu tempat pariwisata di Bantul. Tempat itu adalah goa Jatisari yang terletak di Dusun Seropan 3, Muntuk, Dlingo, Kabupaten Bantul. Goa ini berada di ujung selatan kelurahan Muntuk yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul.

Ketika anda datang ke kawasan goa Jatisari ini, anda akan disuguhi dengan pemandangan alam berupa hamparan persawahan para petani yang berada di perbukitan dan derasnya aliran sungai oya sebagai pemisah antara Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul. Namun anda jangan berharap ada fasilitas layaknya sebuah tampat pariwisata. Tempat ini masih asri dan belum ada alokasi dana dari pemerintah untuk mengelola tempat ini.

Saat ini, pengunjung belum dikenakan biaya retribusi untuk memasuki kawasan ini. Apabila pengunjung membutuhkan pemandu untuk memasuki goa Jatisari, pengunjung dapat meminta salah satu warga setempat dengan tarif seikhlasnya.

Goa Jatisari merupakan salah satu goa yang memiliki aliran sungai didalamnya. Dimusim kemarau, aliran sungai itu tidak terlalu deras sehingga pengunjung dapat masuk hingga ujung mulut goa. Saat masuk ke dalam goa ini, pengunjung akan disuguhi indahnya stalakmit dan stalaktit yang masih aktif. Panjang goa ini sendiri sekitar 1 km dengan keindahan bebatuan menarik didalamnya.

UPK Kecamatan Dlingo- Sasar Usaha Perempuan, Kini Kelola Rp2,2 Miliar

Dlingo : koran-sindo.com: Mungkin, bagi sebagian orang, Kecamatan Dlingo merupakan wilayah yang terpinggirkan dan terbelakang. Namun siapa sangka jika kawasan yang berada 30 kilometer dari Kota Kabupaten Bantul ini, kelompok usaha perempuannya justru menyimpan potensi ekonomi cukup besar.

Bahkan di kawasan ini, pandangan miring tentang kelompok ekonomi perempuan juga terbantahkan. Gambaran sukses Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Dlingo ini mungkin menjadi cerminan bantahan jika Dlingo wilayah yang terbelakang. Bagaimana tidak, berawal dari bantuan dana bergulir sekitar Rp250 juta pada 2007 silam, kini UPK Kecamatan Dlingo mampu mengembangkan dana bergulir tersebut menjadi Rp2,2 miliar. Ketua UPK Kecamatan Dlingo Nurul Iwan mengungkapkan, sebagai ketua, dirinya tidak menyangka jika dana UPK bisa berkembang menjadi sebesar itu.

Tidak hanya itu, tingkat pengembalian di UPK tersebut mencapai 100%, lebih dari harapan sebelumnya. “Ini mengejutkan, karena meski dikatakan tertinggal justru mereka patuh-patuh,” kata Nurul. Salah satu strategi yang digunakan adalah mengkhususkan diri kepada kelompok ekonomi perempuan. Meski awalnya dipandang berisiko, justru ternyata melebihi ekspektasi yang ada. Anggapan jika kelompok perempuan tidak akan produktif dan patuh justru tidak terbukti sama sekali.

Kini, dengan menyasar kelompok-kelompok usaha perempuan seperti usaha kerajinan bambu di Desa Munthuk, usaha finishing mebel di Temuwuh dan usaha bunga kering atau ronce, makanan serta hasil bumi di Desa Dlingo, dana Rp250 juta cepat berkembang hingga kini menjadi Rp2,2 miliar. “Kami menyasar perempuan karena mereka lebih patuh dan mudah untuk diarahkan. Kini sudah ada 127 kelompok dengan anggota dua ribuan orang. Semuanya wanita,” katanya.

Dengan tingkat kemacetan 0% setiap tahun mencadangkan 25% untuk modal, kini UPK Kecamatan Dlingo mampu membangun sebuah gedung kantor UPK senilai Rp218 juta. Dana senilai Rp218 juta tersebut merupakan dana sisa lebih yang digunakan. Gedung UPK ini menjadi kebanggaan Kecamatan Dlingo, karena belum banyak UPK yang memilikinya. Beberapa kecamatan seperti Banguntapan, Pleret, Pundong, Imogiri, Bambanglipuro, dan Kretek. Sementara Kecamatan Sewon dan Sanden difasilitasi oleh kecamatan.

Harapan besar penggunaan dana untuk kepentingan tersebut memang mampu membantu masyarakat Dlingo. Kelompok perempuan produktif di Desa Mangunan Kecamatan Dlingo yang sebentar lagi akan membuka usaha modiste dan konveksi. Mereka berharap, dana UPK mampu memenuhi kebutuhan mereka untuk berkembang. Kali ini, mereka membutuhkan bantuan peralatan mesin jahit dari Pemkab Bantul. Pasalnya, kelompok perempuan Mangunan berjumlah 20 orang kini telah mengikuti pelatihan usaha menjahit namun mengalami kendala modal membeli peralatan untuk membuka usaha mandiri.

Heni, salah satu peserta pelatihan menjahit dari Dusun Sukorame mengaku masih kebingungan karena tidak memiliki modal yang cukup untuk bisa membeli mesin jahit yang harganya mencapai jutaan. “Inginnya pemkab bisa membantu modal mesin jahit. Tetapi jika tidak bisa, mungkin meminjam dana di UPK,” kata Heni di sela-sela mengikuti pelatihan menjahit kelompok perempuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Desa Mangunan, akhir pekan kemarin.

Menurutnya, membuka usaha jahit pakaian perlu modal tidak sedikit. Selain mesin jahit juga mesin obras serta border. Hanya saja, untuk kebutuhan awal dibutuhkan nanti mesin jahit menjadi alat pokok produksi. “Lha,kalau tidak punya mesin jahit mau buka usaha bagaimana? Kami akan pinjam di UPK,” ucapnya. ●

KASAT BINMAS POLRES BANTUL KUNKER KE POLSEK DLINGO


Dlingo : humaspolresbantul.blogspot: Kasat Binmas Polres Bantul AKP Muryanto beserta Anggotanya mengadakan Kunker ke Polsek Dlingo pada hari Senin tanggal 23 september 2013 pukul 13.00 Wib. Kedatangan Kasat Binmas disambut oleh Kapolsek Dlingo AKP S. Parmin beserta anggotanya dan langsung menuju ke Ruang kerja Binmas Polsek Dlingo untuk mengadakan pengecekan Administrasi dan kesiapan anggota.

Selain itu juga untuk mengetahui sejauh mana keefektifan personel yang melaksanakan dan mengemban fungsi Binmas. Dalam Polsek biasanya masing-masing Personel mempunyai desa binaannya masing-masing. Selain itu kasat Binmas juga mengecek sejauh mana kemitraan polisi dan masyarakat melalui buku kemitraan polisi dan masyarakat yang sudah diisi.

Dengan pengecekan dan pengawasan ini diharapkan Polisi akan tambah dekat dengan masyarakat dimana informasi dari masyarakat sangat dibutuhkan oleh Polisi untuk menjaga Situasi Kamtibmas agar selalu kondusif. Dalam arahanya, Kasat Binmas menyampaikan bahwa dalam waktu dekat ini Kapolres Bantul AKBP Surawan, Sik akan melaksanakan Safari Kamtibmas dan meninjau pos-pos kamling yang ada diwilayah Polsek Dlingo. Oleh karena itu Binmas Polsek Dlingo sebelumya untuk mempersiapkan waktu dan tempat pos mana yang akan dipersiapkan untuk dikunjungi dalam rangka safari Kamtibmas.

Kasat Binmas juga menekankan kepada personil Binmas Polsek Dlingo untuk lebih aktif melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang narkoba di Sekolah sekolah maupun remaja remaja di Desa agar mereka terbebas dari narkoba. Dan juga giat sambang desa maupun sambang ke Toga dan Tomas yang ada diwilayahnya. Kunjungan tersebut berakhir pukul 15.30 wib berjalan aman dan tertib.

UPAYA PERLINDUNGAN IKAN DAN LINGKUNGAN DI DLINGO

Dlingo : Tembi.net : Kita mungkin belum banyak yang tahu tentang Undang-Undang RI No. 31/2004 yang isinya antara lain berbunyi Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Pelanggaran terhadap Pasal 12 Pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Di daerah Banyu Urip, Jatimulyo, Dlingo, Bantul, Propinsi DIY Undang-undang tersebut dituliskan dalam sebuah papan. Papan tersebut kemudian dipasang di pinggiran Sungai Oya. Papan dipasang di dekat jalan desa yang menghubungkan desa dengan sungai tersebut. Jalan desa ini bisa dikatakan merupakan jalan satu-satunya di wilayah dusun itu yang menghubungkan dusun dengan sungai. Jadi siapa pun orang yang akan memasuki Sungai Oya dari arah Banyu Urip mau tidak mau harus melalui jalan ini sehingga papan peringatan ini hampir pasti dilihat dan dibaca oleh orang-orang yang melintasi jalan tersebut.

Papan peringatan sebagai upaya pelestarian ikan dan lingkungannya (dalam hal ini Sungai Oya) di wilayah ini memang sangat urgen mengingat Sungai Oya merupakan sungai yang cukup potensial habitat ikannya. Selain itu Sungai Oya di wilayah ini juga relatif belum banyak unsur pencemarnya. Mumpung masih demikian, sejak awal masyarakat di lingkungan wilayah ini diingatkan untuk tidak mencoba-coba mengganggu dengan cara dan tujuan apa pun akan sumber daya ikan dan lingkungannya.

Sayangnya hingga saat ini pelanggaran atas hal-hal semacam itu, yakni hal-hal tentang perusakan lingkungan, pemusnahan sumber daya hayati, termasuk perusakan dan pencurian Benda Cagar Budaya nyaris tidak pernah diangkat menjadi kasus-kasus pelanggaran hukum dengan sanksi atau denda yang bisa membuat pelaku menjadi jera. Hampir semua kasus-kasus tersebut di atas selalu berlalu tanpa penyelesaian secara hukum. Boleh dikatakan semuanya lewat begitu saja. Akhirnya hal semacam ini tidak memberikan pelajaran yang baik bagi pelaku pelanggaran. Dengan begitu lalu timbul asumsi bahwa perusakan lingkungan tidak akan menimbulkan resiko apa-apa bagi pelakunya. Hal demikian bisa dicermati bukan hanya dalam kasus yang dituliskan ini. Hal demikian bisa dicermati di lingkungan terdekat kita masing-masing.

Sesungguhnya negara Indonesia memiliki banyak kekayaan alam dan budaya. Sayangnya kita sebagai bangsa justru tidak pernah menghargai semuanya itu. Kita menganggap bahwa kita boleh memilikinya semau-mau kita. Kita boleh merampok dan menyikatnya asal kita mau dan mampu. Apalah artinya orang lain, generasi berikut. Mereka semua akan menemukan nasib baiknya sendiri-sendiri. Mungkin demikian pikiran orang-orang yang melakukan perusakan lingkungan atau katakanlah perampokan lingkungan dengan sumber daya hayatinya.

Ada pula yang beralasan bahwa karena kita lapar dan tidak punya uang, maka kita menyikat apa pun yang ada di lungkungan sekitar. Ketika lingkungan terlanjur rusak, tercemar, dan sebagainya orang pun bisa beralasan: lapar mendorong kami melakukan perusakan, pelanggaran, dan perbuatan-perbuatan buruk yang lain.

Sebenarnya semua itu berpulang pada bisikan hati nurani. Hukum, aturan, larangan, bahkan ancaman tidak akan efektif jika orang memang telah gelap nuraninya. Akan tetapi hukum, aturan, dan larangan itu bukannya tidak penting. Ia menjadi penting karena ia menjadi media pengingat, cermin, dan rambu yang bisa mengarahkan nurani orang untuk berbuat atau bertindak lebih baik. Mengarahkan orang untuk berpikir ulang untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain maupun diri sendiri.

Papan peringatan yang dipasang di Banyu Urip, Dlingo, Bantul ini sekalipun keletakannya jauh dari perkampungan. Bahkan di sebuah ladang di pinggiran Sungai Oya namun efektif sebagai media pengingat atau peringatan bagi warga setempat untuk menjaga Sungai Oya dan lingkungannya. Jika pun ada orang asing masuk wilayah ini dan berniat melakukan ”penggarongan” ikan lebih-lebih dengan cara meracun atau menyetrumnya, mereka akan berhadapan langsung dengan warga setempat. Memang, warga setempatlah yang sesungguhnya menjadi pengawal garda depan untuk hal-hal yang demikian. Jika warga setempat tidak peduli, maka papan peringatan yang dipasang pun akan kehilangan fungsi.

Sendang Banyu Panguripan Dlingo Sebagai Sumber Kehidupan

Dlingo : http://tembi.net: Menurut rumor yang beredar di antara para pelaku “budaya spiritual” konon Sultan Hamengku Buwana X sebelum naik tahta pernah mandi berkah di Sendang Banyu Panguripan. Mbah Rejomulyo (86), istri juru kunci sepuh sendang, membenarkan adanya rumor tersebut. Pada dekade tahun 70-an, Sultan Hamengku Buwana X yang kala itu masih memakai nama gelar GPH Mangkubumi sekali waktu pernah mengunjungi Sendang Banyu Panguripan yang terletak di Dusun Banyuurip, Jatimulyo, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia datang diantar oleh sopir, dan membawa gula pasir sebanyak 10 bungkus.

" Mengenai alasan datang mengunjungi Sendang Panguripan, Mas Tik menjawab selain karena pernah digunakan oleh GPH Mangkubumi, tempat tersebut pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menghidupkan Cakrajaya "
 
Saat bertemu dengan Mbah Rejomulyo, GPH Mangkubumi minta supaya diguyur dengan air sendang sebanyak 10 ember. Mendengar permintaan tersebut, Mbah Rejomulyo bertanya dalam hati, inikah sosok pengganti Sultan yang kelak akan bertahta. Pertanyaan tersebut mengusik rasa hati kala Mbah Rejomulyo mengguyurkan air ke atas kepala GPH Mangkubumi sampai membasahi seluruh tubuh. 

Usai dimandikan, GPH Mangkubumi duduk bersila di sebelah selatan sendang menghadap ke selatan. Dalam gelapnya malam karena semua lampu dimatikan, Mbah Rejomulyo yang kini sudah almarhum melihat sinar terang benderang menyelimuti raga GBP Mangkubumi. Cahayanya berpendar sampai celah-celah daun beringin putih yang tumbuh di sebelah barat sendang. Pemandangan yang baru pertama kali ditemui oleh Mbah Rejo. Pendar cahaya itu rupanya menjadi tanda awal terjawabnya pertanyaan yang mengusik rasa Mbah Rejo. Pertanyaan itu terjawab sepenuhnya manakala GPH Mangkubumi naik tahta menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Sultan Keraton Yogyakarta. Pengalaman tersebut bagi Mbah rejo sangat berharga. Pasalnya sangatlah jarang ada orang yang mempunyai kesempatan melihat cahaya seperti itu, yang juga sekaligus sebagai berkah baginya.

Berkah itu yang diharapkan dapat dirasakan juga oleh sekalian warga yang datang berkunjung, seperti Mas Sutikno (40) asal Dusun Pucung, Imogiri. Pagi itu di penghujung hari bulan Sura Mas Tik, demikian panggilan akrabnya, datang diantar anaknya. Ia datang untuk mencari kesembuhan, karena ada benjolan yang tumbuh di rongga hidungnya, yang sering kali menghambat pernafasan. Pagi itu Mas Tik dibantu oleh Mbah Rejo putri menyempurnakan peziarahan. Asap kemenyan yang dibakar Mbah Rejo membumbung keluar melalui tungku cungkup, menghantarkan doa permohonan ke hadirat Tuhan Yang Maha Penyembuh. Wanginya bunga mawar merah putih menjadi simbol harum mewanginya nama ayah bunda yang melahirkan Mas Tik. Semerbak aroma bunga melati menyucikan rasa. Air yang diusapkan ke muka menjadi simbol pembersihan raga.
 
Raga Mas Tik nampak lebih bugar setelah unjukkan doa. Mengenai alasan datang mengunjungi Sendang Panguripan, Mas Tik menjawab selain karena pernah digunakan oleh GPH Mangkubumi, tempat tersebut pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menghidupkan Cakrajaya.
Mengenai cerita Sunan tersebut dibenarkan oleh Bu Yanti salah satu putri Mbah Rejo yang ikut membantu para peziarah. Bu Yanti yang juga salah seorang Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dengan nama gelar Bekel Sepuh Surakso Warih menuturkan bahwa kala itu Sunan Kalijaga sedang berjalan-jalan di daerah Bagelen sekaligus berdakwah, bertemu dengan seorang penderes air nira namanya Cakrajaya. 

Saat bertemu Sunan menyapa ‘klonthang-klanthung wong nderes buntute bumbung’. Cakrajaya kemudian menjawab ‘iki tinggalane nenek moyang men akeh legene…akeh payune’. Karena tertarik dengan yang dilakukan Cakrajaya, Sunan Kalijaga menyampaikan niat untuk ikut membuat gula aren. Niat tersebut disambut dengan senang hati oleh Cakrajaya.
Berhari-hari Sunan yang kala itu berpakaian seperti orang pada umumnya ikut membuat gula aren dalam bentuk tangkepan atau sepasang. Setelah dirasa cukup, Sunan minta diri akan melanjutkan perjalanan. Selang beberapa hari air nira pun jadi gula aren. Satu per satu tangkepan dibuka. Dari sekian banyak gula tangkepan ada yang satu yang membuat Cakrajaya terkejut. Pasalnya air nira yang membeku setelah dibuka tak berwujud gula aren tangkepan tapi bewujud emas. Cakrajaya pun berkata kepada istrinya, “Mbokne jebul wong kang melu ewang-ewang awake dhewe gawe gula dudu wong sabaene…lha iki lho gula gaweane dheweke dadi emas”.

Terdorong oleh rasa penasaran, Cakrajaya pun berpamitan pada istrinya hendak mencari Sunan. Dalam perjalanan pengembaraan akhirnya Cakrajaya pun bertemu dengan Sunan di Dusun Selomiring tak jauh dari letak sendang yang kala itu masih berupa cekungan tanah karst yang cukup dalam. Rasa hati Cakrajaya dipenuhi keinginan untuk berguru pada Sunan. ‘Kowe ana kepentingan apa Cakra?’ Tanya Sunan. ‘Sowan kula menawi diparengke badhe ndherek meguru, necep ngelmu dumateng panjenengan’ .‘Bayare abot…apa gelem nebus kowe’ tanya Sunan. ’pinten reyal tetep kula bayar’ ‘wujud bayarane dudu duwit ananging nganggo laku kang utama…aja nyebal seka garising urip’. ‘Sendika’ kata Cakrajaya dengan penuh semangat.

Cakrajaya kemudian diajak Sunan naik ke atas sebuah bukit di dekat Sungai Oya. Namanya Gunung Ngajen. Di sana Cakrajaya diberi beberapa petuah tentang laku peziarahan batin yang layak dilakoni dengan sepenuh hati. Dirasa cukup, kemudian mereka turun kembali ke Dusun Selamiring. Untuk mengetahui kesungguhan niat Cakrajaya untuk berguru, Sunan berkata ‘ teken iki tungganana…aku arep nindakake shalat sedhela neng Mekkah’. (Jagalah tongkat ini... aku mau shalat sebentar di Mekkah).

Dengan penuh setia Cakrajaya menunggui teken (tongkat) yang terbuat dari kayu rasamala itu. Waktu pun cepat, tanpa terasa sudah hampir sewindu Cakrajaya tak berpindah tempat sedikit pun. Menunggui teken beralaskan batu padas kesetiaan dan berpayung angkasa harapan. Tanpa makan minum dan tidur. Sekitar tempat Cakrajaya duduk pun berubah jadi semak belukar. Pohon bambu ori tumbuh mengitari tubuh Cakrajaya yang mulai nampak kehijauan. Seakan berubah menjadi lumut.

Teringat akan tugas yang diberikan pada Cakrajaya, Sunan kembali ke Dusun Selamiring. Yang ditemui hanyalah semak belukar. Untuk memastikan keadaan Cakrajaya, Sunan berkata lantang ‘jebeng cakrajaya apa kowe isih ana neng kono?’ .‘taksih’ jawab Cakrajaya ‘kok kowe ora lunga?’ ‘ sabab kula kadhawuhan nenggo teken panjenengan’ jawab Cakrajaya.

Sunan lalu berkata ‘oh ya kuwi pitukone ngelmu…eling-elingen ngelmu kang tau tak paringake marang sira…grumbul iki arep tak obong’. Semak belukar dan juga rumpun bambu pun dibakar oleh Sunan. Api menyala sampai angkasa, terlihat sampai tempat yang ada di utara grumbul. Tempat tersebut di kemudian hari bernama Dusun Muladan. Begitu api padam Sunan menemukan Cakrajaya dalam keadaan samadi. Sukma nampak meninggalkan raga. Tubuhnya berubah jadi coklat kehitaman karena terbakar oleh api. Untuk mengambalikan sukma yang meninggalkan raga, Sunan kemudian bertafakur memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa. Dalam sunyi Sunan melihat seberkas cahaya hijau memancar dari arah timur Selamiring.

Maka dicarilah tempat itu. Setelah ketemu, tongkat yang ditunggui oleh Cakrajaya kemudian ditancapkan. Tak lama setelah dicabut keluarlah air dari bekas tempat menancapnya tongkat. Dengan air itulah raga Cakrajaya disucikan. Sukma pun menyatu kembali dengan raga. Raga yang mulanya mati suri kembali hidup sepenuhnya. Tempat keluarnya air yang digunakan untuk menyucikan raga Cakrajaya kemudian hari diberi nama BanyuUrip atau Banyu Panguripan. Artinya air yang memberi kehidupan. Atau dapat dimengerti sebagai air yang menjadi sumber kehidupan, baik kehidupan raga maupun kehidupan roh.

Ajang Mencari Pasangan Berkedok Klub Olah Raga di Dlingo

Dlingo : Buserdlingo: Kecamatan Dlingo memiliki banyak potensi remaja berprestasi diberbagai bidang. Tidak hanya bidang akademis namun juga bidang oleh raga, ramaja dan pemuda di Kecamatan Dlingo juga sudah menelorkan atlit atlit berprestasi baik catur, bola voly, sepak bola dan lain sebagainya. Namun dibalik cerita sukses ini ternyata banyak menyimpan cerita mengerikan yang dialami oleh remaja-remaja putri di daerah Dlingo. Hal ini sudah menjadi rahasia umum namun tidak mendapatkan perhatian secara serius baik dari orang tua maupun pihak-pihak terkait.

Sebut saja "bunga" salah satu anggota club bola voly PC "Inisial Club Bola Voly" yang berada disalah satu dusun, yang terdapat dikecamatan Dlingo. Beberapa tahun yang lalu bunga bergabung dalam club bola voly ini, namun dalam perjalannannya banyak hal menyedihkan yang dialami, " tutur bunga saat diwawancarai buseerdlingo". Awal bergabung di PC bunga dan kawan-kawannya belajar dan berlatih seperti layaknya anggota klub yang lain, beberapa kali bunga juga aktif dalam kegiatan non pelatihan yaitu kegiatan sosial kemasyarakatan yang diadakan oleh penggurus PC.

Namun hal-hal janggal mulai dirasakan bunga ketika penggurus dan para senior PC berencana mengadakan lawatan bertanding keluar dari kecamatan Dlingo. Seperti biasanya pengurus mencatat anggota-anggota yang akan ikut melawat dan bertanding. Dari hasil catatan itulah kemudian ditentukan remaja putri akan mendapatkan pasangan berboncengan sepeda motor untuk bersama-sama berangkat melawat. Bunga menuturkan lagi "biasanya yang boncengin senior PC" "dan sepertinya para pengurus dan para senior PC kompak untuk soal siapa dipasangkan siapa?, hingga motor yang dipakai milik siapa? "imbuhnya". bahkan ada yang sepertinya pengurus dan senior terlihat iri ketika ada remaja putri yang cantik diboncengin orang lain yang tidak sesuai catatan, "Pungkasnya".

Pada saat keberangkatan itulah biasanya para pengurus dan senior mulai mendoktrin dan bercerita banyak hal yang menarik tentang organisasi, kegiatan dan prestasi PC. Setelah beberapa kali lawatan bunga baru merasakan hal-hal aneh termasuk motor yang tiba-tiba ngerem mendadak dijalan yang bagus "Agar terjadi kontak fisik : Ungkapnya", motor tiba-tiba masuk ke lorong-lorong jalan buntu dan sunyi "biasanya yang seperti ini sudah terjalin hubungan antara pengurus/senior kepada remaja putri binaan, lalu pasangan dipacari dan diperlakukan layaknya suami istri atau sekedar meraba-raba "imbuhnya sambil menangis",  secara umum baik pengurus maupun senior PC rata-rata menebar pesona dan sudah memiliki incaran ramaja putri yang hendak dijadikan target pelampiasan nafsu atau sekedar pelecehan yang dilakukan secara halus, dengan dalil kakak beradik atau senior terhadap yuniornya.

Yang paling sering terjadi di PC adalah memacari remaja-remaja putri yang masih pemula, dan ironisnya ini terjadi pada setiap remaja putri yang memiliki paras wajah cantik atau memiliki postur tubuh yang seksi. Namun proses pacaran itu tidak berlangsung lama, ketika para remaja putri keluar dari Klub PC biasanya pacaranpun selesai. Atau secara sengaja para pengurus atau anggota senior membuat hubungan pacaran itu menjadi bermasalah sebagai alasan dan akhirnya keluar dari Klub PC dengan sendirinya.

Banyak sekali permasalahan pelecehan yang terjadi di Club PC "Menurut Sumber yang berbeda", Sumber : Tidak maudisebutkan namanya : "dari pelatih, pengurus, sampai anggota senior asli domisili setempat rata-rata pernah memiliki kasus pelecehan yang tidak pernah diungkap ke publik, disamping kebobrokan lain dari sisi pertanggungjawaban pengurus organisasi kepada anggota, namun itu terjadi sekitar 3-5 tahun yang lalu. "Ungkapnya". yang paling baru adalah isu hamilnya anggota PC oleh pelatih PC sendiri yang sempat dimuat di salah satu Koran terkemuka di jogja. Belum lagi kasus kehamilan yang lain yang juga terjadi dalam Klub PC ini.

Beberapa hal terkait hal-hal diatas adalah sebuah rahasia umum yang selama ini diketahui masyarakat namun enggan mempermasalahkannya. pengakuan bunga merupakan satu hal yang harus diantisipasi oleh para orang tua dan berbagai pihak. Alih-alih ingin berprestasi namun bisa jadi tanpa pengawasan yang baik dan komunikasi yang baik antara anak dan orang tua maka yang terjadi pelecehan seksual. Sebuah organisasi olah raga mestinya membangun badan yang kuat untuk juga menghasilkan remaja dan pemuda yang berjiwa kuat, sebagaimana lagu Indonesia Raya "BANGUNLAH BADANYA BANGUNLAH JIWANYA". Hal ini tentu akan sulit di ungkap karena dalil utamanya adalah pacaran dan suka sama suka, selanjutnya nuranilah yang harus bicara.

Sempat Hidup Bebas, Pelaku Pencabulan Asal Dlingo Ditahan Kejari Jogja

Dlingo : Soloposfm.com : Tersangka pencabulan Ngatiran alias Mintek, 33, warga Banyu Urip, Jatimulyo, Dlingo, akhirnya ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jogja, Rabu (13/3/2013). Tersangka sebelumnya hanya dikenakan wajib lapor selama tiga bulan oleh penyidik di Mapolresta Jogja.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jogja Ana Muflikah mengatakan, kejaksaan tidak akan mengikuti jejak penyidik yang tidak menahan tersangka. Alasannya, selain faktor psikologis keluarga, hal itu didasarkan pada perilaku tersangka yang tidak hanya sekali melakukan tindak pencabulan.

“Korban AH, usia 17 tahun sudah hamil. Dia masih duduk di Kelas III SMK di Bantul. Berkasnya baru P21. Sebagai jaksa dan anggota Forum Perlindungan Perempuan dan Anak kami putuskan penahanan,” kata Ana.

Ana mengatakan, pihaknya sebenarnya juga mempertanyakan kebijakan dari penyidik yang tidak menahan tersangka. Pasalnya, penyidik hanya mewajibkan tersangka wajib lapor setiap Senin dan Kamis pukul 09.00 WIB. Hal itu, menurutnya, tidak sebanding dengan trauma yang dialami korban.

“Keluar rumah saja, korban nggak mau. Saat ini, korban menunggu kelahiran bayinya yang diperkirakan pada 14 Maret mendatang,” sambungnya.

Menurut Badar Riyanto, keluarga korban, tersangka merupakan tetangga korban. Tersangka tidak hanya sekali melakukan perbuatan mesum tersebut kepada korban. Sebelumnya, jelas dia, tersangka juga pernah mencabuli anak-anak yang juga masih keluarga dengan korban AH.

“Hanya, kasus itu tak sampai ke meja hijau. Bagi keluarga, (tersangka tidak ditahan) itu sangat melukai kami. Kami tidak ingin tersangka mendapat korban lain,” jelas Badar.

Peristiwa pencabulan terhadap AH terjadi awal 2012 lalu di sebuah wisma di Mangkuyudan, Jogja. Akibat perbuatan itu, selain hamil korban juga mengalami trauma akut. Tersangka dilaporkan ibu korban, Fitriatun, 38, pada 22 Desember 2012 lalu.

Sementara, Ketua Divisi Pengaduan Jogja Police Watch Baharudin Kamba menyayangkan sikap penyidik. Menurutnya, alasan penyidik tidak menahan tersangka terlalu subjektif.

Penyidik Pembantu Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Bripka Dian Sugiandari mengaku, pihaknya tidak menahan tersangka lantaran Ngatiran bersikap kooperatif.

Tanaman Keras Dituding Jadi Biang Hilangnya Sumber Air Di Dlingo

Dlingo : Radarjogja : Masyarakat di Kecamatan Dlingo menilai, keberadaan hutan negara yang banyak terdapat di wilayah ini justru kurang mendukung upaya masyarakat dalam menyelamatkan sumber air di perut bumi.

Warga menilai, hutan di Dlingo yang sebagian besar ditanami tanaman keras, sedikit banyak telah mengurangi ketersediaan air tanah. Hal ini sesuai dengan karakter tanaman keras seperti akasia, pinus dan kayu putih, yang banyak menyerap air dari dalam tanah.

“Kami menilai kekeringan yang terjadi ada keterkaitan dengan jenis tanaman yang ditanam di hutan negara,” kata Ponidi, Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, kepada Harian Jogja.com, Rabu (18/9/2013).

Menurut Ponidi, penilaian itu didasarkan dari beberapa kajian ilmiah yang pernah dilakukan. Meski demikian, warga tidak bisa berbuat banyak, karena saat penanaman, warga juga tak pernah dilibatkan.

Suparno, tokoh masyarakat Dusun Cempluk, Desa Mangunan, menambahkan, saat ini warga benar-benar kesulitan mendapatkan sumber mata air. Untuk membuat sumur, warga harus mengebor tanah dengan kedalaman lebih dari 100 meter.

“Harus lebih dari 100 meter. Padahal dulu, di kedalaman 30 meter air sudah melimpah,” katanya.

Roti Keju Perintis Pop Punk Asli Dlingo


Dlingo : Pop punk adalah genre musik yang menggabungkan unsur musik pop dan rock punk. Semua menggambarkan genre musik sebagai untai rock alternatif, yang biasanya menggabungkan melodi punk pop dengan tempo cepat, perubahan chord dan gitar keras. Telah dijelaskan bahwa band pop punk kontemporer sebagai salah satu genre musik yang memiliki pengemar dan aliran tersendiri saat ini, namun tetap mempertahankan sebagian besar kecepatan dan sikap punk rock klasik. 
Awal penggunaan istilah pop punk muncul dalam sebuah artikel 1977 New York Times, "Cabaret: Kedengarannya Tom Petty's Pop Punk Rock membangkitkan dari 60-an”. Pada pertengahan 1990-an, California band pop punk Green Day. dan The Offspring, yang kemudian diikuti oleh Blink-182 yang cukup fenomenal, semua akan mencapai sukses komersial di seluruh dunia. Dari pertengahan 1990-an dan seterusnya, beberapa band yang berhubungan dengan genre telah digambarkan sebagai "punk bahagia". Dan hingga saat ini telah banyak band-band diseluruh dunia yang mengusung aliran pop punk.
 Dlingo sebagai bagian dari wilayah kabupaten bantul yogyakarta saat ini sudah melahirkan sosok "ROTI KEJU BAND " sebagai bentuk apresiasi terhadap isu genre musik yang semakin membumi utamanya juga sebagai bentuk aspirasi bahwa kecamatan dlingo mampu setara dengan wilayah lain di Yogyakarta khususnya dan Indonesia umumnya melalui media online. 
Dengan mengusung spirit "FIGHT TOGETHER WITH MUSIC" Roti Keju band dengan personil Robby ( gitar/ vokal ) Claudio tito ( bass/vokal ) dan Ravik ( drum ) memiliki motto : TIDAK BERHARAP MENJADI BINTANG YANG GLAMOUR NAMUN CUKUP MEMBERIKAN KARYA YANG TERBAIK TUK PENDENGAR DAN CUKUP TUK DI KENAL berupaya untuk berkompetisi karya dibidang musik dengan band-band lain dari yogyakarta.
Spirit musik khas lidah ngunung menjadi ciri kas pembeda dengan musik sejenisnya, meski band ini terbentuk belum genap 1 tahun, namun sudah menelorkan lagu ciptaan sendiri. Berikut adalah eksistensi roti keju asli Dlingo klik saja :

1.  aaaaa (hey kau) @ Live accoustic at RiverView C
2.  Jangan takut jadi Indonesia @ Moyudan Sleman
3.  detik tak bergerak @ Live accoustic at RiverView Cafe
4.  teman berdiri @ Live accoustic at RiverView Cafe
5.  pastikan sirna @  Live Accoustic at RiverView Cafe 
6.  Jangan takut jadi indonesia @ Live at Taman Cafe JEC YK


 

Kekeringan Beban Ekonomi Masyarakat Dlingo Kian Berat

Dlingo : Harianjogja: Kekeringan yang terjadi di sejumlah wilayah di Bantul membuat beban ekonomi masyarakat kian berat. pasalnya, mereka harus mengalokasikan dana yang tidak murah untuk mendapatkan kebutuhan pokok, air.

Tarjo, Kepala Dusun Cempluk Desa Mangunan Kecamatan Dlingo mengatakan sampai pertenganan September ini rata-rata warga Cempluk sudah membeli air tiga kali dari tangki swasta seharga Rp140.000 per 5.000 liter.

“Rata-rata pengeluaran warga untuk membeli air sudah hampir Rp500.000,” katanya, Sabtu (14/9/2013).

Air tersebut ditampung di bak yang telah dimiliki setiap rumah. Air itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Kondisi tersebut, lanjut Tarjo, memperbutuk beban ekonomi warga Cempluk di tengah musim kemarau. Terlebih sumber air di Desa Mangunan yang selama ini diandalkan sudah tidak bisa diharapkan menyusul pembatasan operasional air secara giiran.

Tiap warga dalam satu kelompok air hanya mendapatkan jatah dua jam bergiliran untuk 39 anggota. “Asumsinya berarti untuk dapat air sekitar tiga meter kubik kami harus antri 39 hari sesuai anggota kelompok air,” imbuh Tarjo.

Sampai dengan hari ini, Tarjo memastikan warga belum mendapat bantuan dropping air seperti janji Pemkab Bantul. Warga Cempluk melalui Karangtaruna sudah mengajukan proposal ke Pemkab Bantul namun dijanjikan dalam 15 hari ke depan.

Ngatini wargga Cempluk membenarkan banyak warga di sekitarnya sudah membeli air dari tanki swasta. “Harganya naik dulu masih Rp 120.000 sekarang Rp 140.000 per 5.000 liternya. Ini memang berat bagi kami,” ujarnya di tempat terpisah.