Pendidikan Penyelamatan Kawasan Sungai

"NGOYOWORO" mungkin itu adalah kata-kata sebagian masyarakat dlingo bantul yang pada awalnya beranggapan bahwa penyelamatan kawasan perairan dan sungai adalah sebuah mimpi yang mudah di bicarakan tapi sulit dilaksanakan.Namun berkat kegigihan dari tokoh-tokoh masyarakat dan dukungan dari para pemancing lokal dengan didukung oleh pemerintah di jajaran Kecamatan Dlingo bantul serta usaha masyarakat untuk melindungi dan melestarikan perairan dan sungai sudah mulai menampakan hasil.

Hal ini mungkin menjadi sebuah prestasi bagi Desa Jatimulyo Kecamatan Dlingo, meskipun belum mendapatkan pengakuan secara formal baik dari Pemerintah Kabupaten Bantul Maupun instansi yang berwenang lainnya. Proses pelestarian kawasan perairan dan sungai di sepanjang sungai OYO oleh warga masyarakat Dlingo ini bukan sekedar memberikan pelajaran tentang pelestarian lingkungan namun betul betul telah memberikan keteladanan yang sampai saat ini sudah mulai memunculkan sebuah wacana baru dan kesadaran baru tentang hidup harmoni dengan alam sekitar.

Berbagai tantangan telah berhasil diatasi oleh para motor penggerak pelestari kawasan perairan dan sungai di sepanjang aliran sungai OYO, dari ancaman-ancaman yang berbau kriminal sampai aksi kucing-kucingan dengan para pencari ikan yang tidak memperdulikan lingkungan. Para pencari ikan ini biasanya menggunakan bahan-bahan beracun dan strom untuk menangkap ikan, sehingga ekosistem perairan menjadi rusak dan perkembangbiakan ikan menjadi tidak bisa di harapkan.
Secara swadaya masyarakat pelestari kawasan perairan dan sungai OYO di kecamatan Dlingo menggunakan cara-cara kearifan lokal dalam mengelola sungai, dan berupaya memberikan himbauan himbauan berupa papan peringatan yang di biayai secara swadaya oleh masyarakat seperti di bawah ini
Tidak hanya itu saja bahkan masyarakat juga tidak segan-segan memburu para perusak lingkungan yang rata-rata datang dari luar daerah, hal ini dikarenakan Sungai OYO merupakan perbatasan geografis yang menjadi batas langsung dengan wilayah Kabupaten Gunungkidul. Berbagai pengalaman pahit dan manis mewarnai perjalanan para penggerak pelestari sungai ini namun masyarakat justru semakin sadar bahwa kawasan perairan dan sungai adalah masa depan mereka.


Namun sebaiknya Pemerintah lebih memperhatikan lagi dan memasukan program ini sebagai prioritas, di samping sebenarnya ketika alam kita lestari maka secara tidak langsung hal itu merupakan modal dasar bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. sebagai contoh kecil misalnya : penanaman pohon di kawasan sungai, penaburan benih ikan, lomba mancing di sungai, pembuatan arena susur sungai dan lain sebagainya. tentu hal ini akan memberikan ketertarikan sendiri bagi pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan. Andai sungai bisa di selamatkan tentu bayak generasi kita kedepan yang memiliki kesempatan untuk berenang dan menikmati jernihnya sungai OYO, dan itu bukan mimpi karena masyarakat DLINGO telah membuktikan.

"Nganjir" Filter Ekosistem Pegunungan Dlingo

NGANJIR adalah nama dari sebuah kawasan hutan pinus yang ada di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo Bantul. Kawasan hutan ini pada awalnya merupakan sebuah hamparan hutan pinus yang membentang antara Desa mangunanDesa Muntuk dan Desa Terong Jika di lihat secara fisik sebenarnya area hutan pinus ini merupakan bagian dari ekosistem alam yang sebenarnya memberikan batas geografis perbatasan pegunungan Dlingo dengan lereng-lereng perbatasan dengan kecamatan Imogiri, Kecamatan Pleret dan Kecamatan Jetis. Hutan pinus ini merupakan tumbuhan yang tumbus di lereng-lerang yang menjaga lereng-lereng gunung di Dlingo khususnya pada zona utara dan barat yang berbatasan langsung dengan wilayah kecamatan lain.

Namun seiring dengan perkembangannya pada saat ini area hutan pinus ini menjadi terputus putus. Pada awalnya hutan pinus ini memanjang dari daerah Desa mangunan sampai Ke Desa Terong. Namun saat ini ternyata sudah mulai tampak area ini terpecah-pecah, akibat dari penebangan-penebangan dan pengambil alihan lahan oleh masyarakat yang tidak sadar akan pelestarian hutan ini. Anehnya lagi Pemerintah tidak berupaya maksimal untuk mengembalikan fungsi hutan pinus ini sebagai bagian dari ekosistem alam yang sangat dibutuhkan oleh mata rantai sistemik yang alami sama seperti awalnya dulu.

Jika di lihat secara umum memang hutan ini nyaris tanpa perusakan namun jika dicermati dapat dilihat sebuah kenyataan bahwa hutan pinus ini lama-lama terkikis oleh kegiatan pertanian masyarakat yang lambat laun mengambil alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Terkikisnya hutan ini dapat dilihat langsung pada wilayah paling utara di Desa Terong,  tepatnya di Padukuhan sendang sari, disana terdapat hutan pinus namun bila kita berjalan ke selatan hutan ini akan terputus sedikit dan bersambung lagi di daerah Gunung Mungker.
Di Kawasan Gunung Mungker ini juga terdapat hamparan hutan pinus dan kayu putih. Agak Keselatan lagi hutan ini terputus di padukuhan Kebokuning Desa Terong, lalu bersambung lagi di Padukuhan Gunung Cilik Desa Muntuk lalu terputus lagi di padukuhan Muntuk Desa Muntuk dan Bersambung lagi di Padukuhan Tangkil Desa Muntuk maka di kawasan ini keasrian hutan pinus baru bisa di rasakan. 


Area ini biasa di sebut kawasan "NGANJIR" dengan ciri khas yang sejuk dan dingin serta lorong-lorong hutan yang menuju tempat persingahan untuk melihat panorama sekitar hutan. Kemudian agak ke selatan kira-kira 2 Km maka akan sampai pada Desa Mangunan padukuhan mangunan, hutan ini terputus lagi ke Selatan sampai sekitar area hutan Gajah Mada dekat Pajimatan "makam Raja-Raja Mataram" di Kecamatan Imogiri.
Sebenarnya jika di kembalikan pada fungsi-fungsi ekosistem hutan pinus yang membentang antara Desa mangunan sampai Desa Terong maka mungkin kita telah membantu bumi dalam menangani efek pemanasan global. Disamping juga dapat menjadi filter udara dan suhu peralihan antara angin darat dan angin laut sehingga alam menjadi lebih stabil dan kemungkinan bahaya tanah longsor dapat di tekan.
Namun kesadaran ini mungkin menjadi sulit di wujudkan karena banyak hal yang di anggap lebih penting dari pada sekedar nanam pohon pinus yang efeknya dapat di rasakan lama. Nah karena itulah hutan ini sementara ini baru bisa berfungsi untuk memberikan kepuasan anak-anak muda yang butuh kesejukan PLUS PLUS Tidak percaya !!!!! Pasang kamera tersembunyi di lorong-lorong hutan dan anda akan lihat buktinya.
Sumber Foto : http://pemburufotoalam.blogspot.com/

JATI KLUWIH Dlingo Perdebatan Sabdo Dadi

Fenomena Pohon JATIKLUWIH di Desa JatiMulyo, Kecamatan Dlingo Bantul adalah sebuah pemandangan biasa, saking biasanya masyarakat sekitar tidak mampu mengupas arti sebuah Jati Kluwih dan mempraktikannya secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Nah berikut akan coba saya ceritakan sebuah cerita yang memiliki banyak versi ini. Pada suatu ketika Sunan Kalijogo sedang bersama Sunan Geseng muridnya di suatu tempat,(saat ini tempat itu berada di Padukuhan Loputih desa Jatimulyo).

Tampaknya mereka sedang asyik berdialog bahkan berdebat mengenai kesejatian hidup, Sunan Kalijogo berkeras bahwa segala kelinuwihan atau kelebihan itu hendaknya bisa mencapai pada kedirian yg sejati atau kedirian yg diakuiNya, sedangkan Sunan Geseng sang murid tidak mau kalah dengan sang guru, beliau mengatakan bahwa sejatinya manusia itu harus mempunyai kelinuwihan atau kelebihan sehinnga bisa lebih bermanfaat bagi orang banyak.Tanpa sadar saking serunya kedua kekasih Allah itu berdebat.

kemudian menunjuk sebuah pohon di dekatnya dan sunan Kalijogo mengatakan ini pohon Jati sementara itu sunan Geseng mengatakan ini pohon Kluwih maka pohon jati yg ada didekat mereka berubah menjadi pohon jati setengah pohon kluwih. Saat ini panorama tempat ini sudah mulai pudar dan tidak terlihat begitu sakral. Legenda diatas adalah sebuah pesan moral dari nenek moyang dan mengandung ajaran adiluhung, lantas manakah yg benar diantara kedua sunan tersebut? tentu saja keduanya benar adanya. mari kita bahas pendapat Sunan Kalijogo lebih dahulu.
Sunan Kalijogo berpendapat bahwa segala kelebihan atau kelinuwihan baik itu berupa ilmu, harta, pangkat bahkan kesaktian hendaknya bisa untuk kendaraan mencapai kesejatian sejati atau kesadaran illahi, kesejatian yg sejati adalah diri sejati yg diakui olehNya, bukan oleh sepihak atau beberapa pihak, kalau kita suka mengakui diri kita secara sepihak bahwa kita benar dan orang lain yang salah (walaupun dengan dalil dari kitab suci sekalipun), maka kesombongan akan bersemayam di dalam hati kita dan jauh dari ridhoNya, iblis akan menguasai hati kita tanpa kita sadari (iblis laknat jegjegan), ibarat kata daun yang hanyut di sungai tapi tersangkut batu dan pada akhirnya daun tsb dipenuhi lumpur dan lama kelamaan membatu sehinnga tidak mungkin sampai pada muara menuju lautan tanpa batas. maka dari itu segala kelebihan kita hendaknya membuat kita semakin tawaduk atau rendah hati seperti padi semakin berisi semakin merunduk, lha apa kalau kita merunduk terus sampai pada kesejatian sejati? orang yang serba kelebihan tapi tetap rendah hati maka akan mencerminkan kualitas sujudnya (dalam islam, saat paling dekat pada Allah adalah pada saat sujud pada sholat. 

Banyak orang berpendapat bahwa kualitas sujud seseorang dilihat dari tanda hitam di dahinya, ini memang benar tapi cuman separuh kadar kebenarannya sebab dahi hitam bisa di buat dengan cara menekan dahi pada karpet atau sajadah dengan kuat atau cara lebih ekstrim disertai menggosok-gosok dahinya pada waktu sujud, ini malah berbahaya sebab bisa menjadi riya atau pamer "ketakwaan" kita. yang betul adalah kualitas sujud kita harus membekas di hati kita dan tidak harus pada dahi kita, bekas dari sujud kita dihati adalah sifat tawaduk yang disertai perbuatan yg tawaduk pula, perwujudannya adalah perbuatan tanpa pamrih dalam berbuat baik dan sedikit bicara (sepi ing pamrih rame ing gawe). Nah kembali ke pendapat sunan Kalijogo bahwa kelinuwihan yang bertujuan kesejatian diibaratkan daun yg terbawa arus sungai tapi tidak hanyut karena bisa mengendalikan diri hingga menuju lautan tanpa batas, itulah diri yg sejati yg di akui olehNya, yg ikhlas tanpa beban, karena segala kelinuwihan kita walaupun sedikit apabila kita labuh labetkan pada Allah maka kelinuwihan kita menjadi tak terhingga, ibarat angka berapapun dibagi nol akan menjadi tak terhingga, angka adalah kelebihan kita sedangkan ikhlas di ibaratkan angka nol. Sunan Geseng berpendapat bahwa kesejatian kita hendaknya berkelinuwihan atau segala kelebihan kita buah dari hasil kesejatian kita hendaknya didermakan untuk orang banyak sehingga menjadi sangat bermanfaat (tapa ngrame), buat apa kita mencapai tingkat spiritualitas tinggi tapi cuman bisa berteori tanpa kerja nyata? tentu saja mubazir bukan? hendaknya para alim ulama atau pemuka agama tidak hanya bisa berteori dan perbuatannya sedikit (ulama tidur), tapi dituntut untuk memberi sumbangan besar dibidang keilmuan tentu saja dengan cara yg baik dan sopan tanpa menghujat pihak lain yg berbeda pendapat atau berseberangan. Tapi bagi Sunan Geseng, kelinuwihan adalah hanya bonus dari kesejatian sejati, tanpa mengharap kepadaNya, tapi apabila kita diberi "bonus" tersebut maka wajib diamalkan kepada orang lain tanpa pamrih (tapa ngrame, sepi ing pamrih rame ing gawe). Bahkan tidak hanya bonus dari kesejatian sejati kita,segala kelebihan kita walaupun sedikit wajib didermakan dan diamalkan.Dari pendapat kedua kekasih Allah tsb terkesan berbeda, namun pada hakekatnya memiliki esensi yg sama. Mari kita coba tarik benang merah kedua pendapat tsb.

Pendapat Sunan Kalijogo bahwa segala kelinuwihan (harta, ilmu, pangkat, kesaktian) harus bermuara ke kesejatian diri sejati, ketika sampai pada kesejatian sejati maka kita diberi bonus olehNya berupa kelinuwihan lautan tanpa batas (tak terhingga) disambung pendapat Sunan Geseng, bahwa segala "bonus" dari yg maha kuasa hendaknya didermakan dan diamalkan kepada orang lain satria pinandhita tapa ngrame sepi ing pamrih rame ing gawe. Apakah kita bisa meneladani kedua kekasih Allah tsb?

Panorama Senja Bukit Bintang Dlingo

Kamis 31 Desember 2009 kemarin sempat terpana melihat cahaya merah, dari barat di ujung jurang yang biasa terlewati. Jarang sekali memperhatikan sebuah keindahan yang terlalu sering dinikmati. Eh..ternyata memang semua ini terlalu cepat dan ketika sadar besok pagi sudah 2010. Apa yang bisa diharapkan sedangkan matahari tiap pagi hanya muncul dari timur dan tengelam ke barat. Mungkin itu terjadi hanya di Kecamatan Dlingo saja, atau di temapt lain sama atau tidak ya. Soalnya kan cuman ublek-ublek kan di dlingo terus..hehehehe. Atau sebenarnya hanya kita saja yang kecil sehinga tidak sadar bahwa matahari selalu menemani dalam tiap putaran bumi.

sayang ini hanya sebuah foto yang bisa saya bagi,andai mungkin sebenarnya ingin sekali saya ajak maen ke sana kalau senja hari,

Tau Gitu mestinya tiap hari tandai aja kalender, lakukan yang terbaik amati sampai yang paling detail, sampai hati puas dan tak ada yang terlewatkan lagi. hari ini mungkin tetap ada senin-minggu, tetap ada tanggal 1-31, mungkin juga tetap ada jam 01-12,  tapi sulit untuk menggulang 2009, atau dari 2010 kembali ke 1999. Hari ini bukan hari yang sama dengan kemarin, kemarin tidak mungkin terulang begitu juga esok. Sebuah kerugian masa pasti terjadi tiap hari dengan sadar atau tanpa kita sadari sekalipun.
Namun yang pasti Hari ini adalah Kenyataan Esok adalah Harapan dan harapan saya adalah melihat meski hanya sekedar foto yogyakarta dari perbukitan dlingo, jikalau kaki-kaki ini sudah tidak mampu lagi melangkah dan mata ini sudah sanggat mengantuk