Cinta Dlingo "Tidak Selalu Berwujud Bunga"

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. mugkin karena dia ngelaju dalam bekerja ibarat dari dlingo menuju yogyakarta yang berjarak kurang lebih 45 km. sehingga dia terlalu capek dan mudah boring

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan. Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.“Mengapa?”, dia bertanya dengan terkejut. “Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan” Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, “Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?”.
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, “Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya:Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?” Dia termenung dan akhirnya berkata, “Saya akan memberikan jawabannya besok.”
Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan….“Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya.”
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya: “Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.” “Kamu selalu lupa waktu saat mengerjakan segala sesuatu, kadang aku harus mengingatkan, kadang membawakan barang yang ketinggalan dari rumah dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa melakukannya.”
“Kamu pergi menuntut ilmu demi kariermu, saya harus menunggu di rumah meski tanpa hati tapi pikiranku selalu tertuju pada tujuan kariermu meski aku tidak mengarahkanmu” “Kamu selalu pegal-pegal masuk angin pada waktu tertentu , meski hanya kadang saya rela memberikan tangan saya untuk memijat, kerokin kamu, saaat kamu sakit dan hampir pingsan aku rela mengendongmu .” “Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi aneh’. meski tidak sering dulu kupinjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal yang kita alami.” “Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku, nonton tv, dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya meski sering tertidur, tapi aku sudah berusaha agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.”
“sebenarnya Tanganku memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah, melihat warna-warna bunga yang bersinar dan indah bersama anak-anak kita jikalau kamu bisa memahami cintaku selama ini”. “Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.”
“Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu.”“Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku, tidak cukup bagimu. aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu. mulailah mencarinya awalilah dan aku akan mebiarkan dan mengiyakan semua keinginanmu..karena aku tidak bisa memulai mengakhiri semua ini...aku tidak akan punya alasan dan itu akan sanggat melukaiku akan membohongi perasaaanku padamu. ”Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.
“Dan sekarang, sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang? tapi jika hatimu masih meragukanku tolong jawab " bukankah kita pernah bisa menjalani semua ini, lalu apa yang membuatmu ragu, dan apakah kamu tahu apa yang di inginkan Tuhan terhadap kita, bukankah semua ini hanya keinginan kita....dan bukan yang terbaik bagi kita".
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud“bunga”. Roda jaman kadang memaksa kita untuk mengistiratkan cinta yang telah jenuh. kemudian untuk berjalan lagi dan melakukan yang terbaik.

0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken