Isu-Isu Plosok Dan Prapatan Se-Kecamatan Dlingo

Dlingo : Maksud hati ingin berkeliling mencari sumber-sumber potensi lokal yang ada di Kecamatan Dlingo, Saya mencoba memulai dari perbatasan paling utara di seputar Padukuhan Sendangsari Desa Terong. Terlihat tidak banyak berubah baik dari sisi tata ruang atau budaya sosial kemasyarakatannya. Masyarakat masih mengenal wajah saya meski ada yang masih belum percaya bahwa saya masih terlihat muda "heheheheh". Obrolan dengan beberapa orang disana masih terasa hanggat dan welcome banget. Terlihat beberapa bangunan baru termasuk di tikungan tajam utara makam Padukuhan Sendangsari, wah itu resikonya besar bisa-bisa mobil mblusok masuk rumah...sahut salah satu temen ngobrol saya.

Lalu beberapa orang bilang ada isu hanggat yang sedang berkembang, salah satunya adalah tentang kasus pemotongan dana rehab rekon pasca gempa tahun 2006. Isu itu menjadi konsumsi umum dan memang terjadi ungkap mereka. Cuma karena rasa ewuh pekewuh saja masyarakat mau menerima kenyataan bahwa terjadi pemotongan terhadap dana tersebut. Banyak obrolan menarik disana tapi mungkin isu yang paling berkembang adalah tentang pemotongan dana Rehab Rekon tersebut.

Setelah dirasa cukup, saya lanjutkan perjalanan agak ke selatan tepatnya diprapatan ringin Terong. Wuah kalo disana jangan harap otak tidak pusing. Memang sdulur prapatan Terong ini kadang-kadang memiiki karakter yang lebih kritis terutama terkait dengan kepemerintahan. Ada yang biasa saja dan ada yang bersemangat ketika membahas soal pelayanan pemerintah kepada warganya. "Wong Kok lali janjine..Kapok Yo men!!!" ini adalah salah satu ungkapan yang terlontar saat itu dari salah satu tukang ojek disana. Ternyata mereka malah pesimis terkait penanganan kasus peotongan dana rehap rekon. " Paling Yo Kur Ditutop duit gek meneng!!", ungkap salah satu teman sambil memalingkan wajah melihat mobil yang lewat. Disambung ungkapan lain " Buktine Desa Temuwuh, Lha ngendi ono korupsi kok kur dewe, mosok korupsi kok kur lurah tok, ge liyane po yo tenan ne ra melu mangan duit ki!!!".  "Intine ki ne duit ki menang, sopo due duit ki iso tuku hukom"....Huh...Ungkapan yang sering saya dengar dari masyarakat pada umumnya...Tapi saya biasa apa????

Kira-kira satu jam berada diprapatan ringin Terong saya lanjutkan ke arah Muntuk, niat hati ingin melihat panorama pemandangan hutan pinus disana. Sesampainya disana ada seorang laki-laki pencari kayu hutan. Lagi-lagi sebuah cerita yang miris di hati saya, laki-laki itu bilang bahwa "tiang mboten gadah niku entene namung manut mas", "ken ngaler-ngaler, ken ngidul geh ngidol". saya coba masuk untuk menggali sumber potensi yang ada di desa muntuk, lalu laki-laki itu malah bilang "ne kulo mboten retos mas, reti kulo beras raskin niku do di bagi roto, trus bantuan omah-omah niku ge ngoten, pokokke ne ten riki kabeh dibagi roto, ning geh tiang-tiang tertentu niku angger-angger bar onten bantuan tumbas montor, mobil, trus enten sing mbangun omah gedong. Huh..Masyarakat kecil di Dlingo sudah dianiyaya, Mereka sudah dirampas hak-haknya, tapi meski begitu ternyata keluhuran budaya mampu meredam kemelartan tersistem masyarakat yang diciptakan oleh orang-orang cerdas yang menindas.

Cukup kiranya perbincangan kami dihutan pinus desa Muntuk, saya lanjutkan ke kebun buah mangunan, panorama disana memang indah meski agak sedikit panas namun kesejukan angin membuat kelegaan tersendiri. Seorang perempuan muda terlihat membawa anaknya bermain diseputar kolam buatan di sana. Kucoba hampiri dan betegur sapa, mulai dari perbincangan biasa dan berakhir dengan sebuah keluhan yang sama dengan umumnya kalangan masyarakat di Dlingo. "Alah mas ne ten riki niku sing penting nderek tiang katah, terutama tokoh-tokoh masyarakat poro pejabat". "Sing penting anak mboten rewel mboten nagis". Sungguh sebuah kepasrahan yang menentramkan, memang di Desa Mangunan terdapat sumber-sumber potensi lokal yang memberdayakan masyarakat dan masyarakatnya mudah untuk digerakan oleh tokoh-tokoh masyarakat. Terlepas dari itu semua ternyata Desa ini juga tidak terlepas dari goncangan isu korupsi yang sampai saat ini belum jelas progres penyelesaiannya.

Waktu sudah agak siang kira-kira jam 11.45 WIB saya beranjak meninggalkan Desa Magunan dan bergegas ke Desa Dlingo. Tepatnya di warung sate pak wandi komplek pasar tradisional Dlingo, minum es teh sambil menikmati sate kambing kesukaan. Wah rupanya di Desa Dlingo juga ada isu strategis terkait pembangunan pasar tradisional Dlingo. "Pasar niki ajeng di bangun, ning ingkang gadah lemah niku njaluk ijol duit, ge kadose dereng onten kesepakatan harga". Nah trus pripun ne kareppe masyarakat/pedagang?? tanyaku : " geh ne kulo niku geh pun sekeco ten riki, lokasine geh strategis, ge pulung pasar niku rak geh onten to mas?, ne di pindah ge mangkih le sewa kios mesti mundak terus, lha ne kulo ne kiro-kiro mekaten kahanane geh malah ajeng nyewa lemah mawon ge mboten manggeni komplek pasar."

Selesai makan saya keluar dari warung dan berbincang dengan masyarakat asli Desa Dlingo yang sedang berdagang di pasar Dlingo. " Wingi niko pak."Salah Satu Tokoh Mayarakat Tidak Saya Sebutkan" malah ajeng do paten-patenan mergo mboten gelem ngakeni ne nompo duit bantuan gempa." lah masalae nopo? "masalahe pak "N" niku ngumpulke duit saking Pokmas ge diserahke pak "LJ" ning jarena pak "LJ" mboten ngakoni nompo" lah niku rak dadine pak "N" Sterss ge mboten nate metu kit saniki. Lalalalalah..Kok ya dimana-mana sama saja.

Tidak puas berkeliling saya masih lanjutkan mampir di salah seorang teman di Desa Temuwuh. nah berbeda lagi kalo disana, di Desa Temuwuh ini malah memiliki seorang pahlawan yang terpendam katanya "loh kok bisa" lah itu pak Rukiyono padukuhan Salam", dia berani mengatakan yang sebenarnya. Mengatakan kebenaran atas kasus-kasus yang terjadi di desa Temuwuh. Kalo Pak Rukiyono mau jadi Lurah malah akan didukung dan dibiayai oleh warga ungkap salah satu teman. Imbuhya lagi :" Mosok Lurahe di Vonis kok liyane ora, Padahal kabeh pokmas ki reti le setor ning gone sopo wae". Intine ki, ne due duit abang iso digawe ijo, ijo iso digawe abang".

Suasana agak gelap karena memang kayaknya mau hujan, kebetulan saya ingat ada urusan sedikit di daerah Padukuhan Loputih Desa Jatimulyo. Saya pun bergegas menuju ke lokasi dan menyelesaikan urusan dan alhmdllilah kelar juga. Tidak senggaja bertemu teman mbraung"Teman lama dulu", lalu bercerita-cerita tentang kehidupan dan beban hidup yang telah dijalani. Sambil guyon karena dia juga merupakan salah satu pembantu dan tenaga lepas yang sering membantu pemerintah Desa Jatimulyo juga menceritakan pekerjaannya. katanya "kalo di desa jatimlyo relatif aman, karena dana rehab rekon di kelola oleh warga langsung. Tapi beberapa bulan yang lalu tidak tahu kenapa hampir seluruh pamong desa di desa Jatimulyo pada kebinggungan mencari sebrakan dana. Ada yang butuh 75 Juta, 80 Juta, dan bahkan ada yang 100 juta. Wah pamong desa kok kaya raya, hebat pikirku. Pertnyaan saya kemudian adalah : "Kok bisa seluruh pamong desa butuh duit dalam waktu yang sama meski dengan jumlah nominal yang berbeda tapi besarannya cukup fantastis apabila di kaitkan dengan kelayakan seorang pamong desa". lalu sahut temen saya "yo mbuh lah, mungkin yo di go setor ben ra di ungkap".

Hampir maghrib rupanya tidak terasa, namun saya masih menyempatkan diri untuk minum Coffemix di salah satu warung yang ada di komlek pasar dangwesi. Disana masyrakat/pedagang resah terkait pembangunan pasar dang wesi yang sampai sekarang belum mengetahui model pengelolaan pasca dibangunnya pasar tersebut. Mereka juga menunggu pengelola pasar untuk memberitahukan besarnya ongkos sewa yang akan dibebankan pada para pedagang. Mereka berharap agar para pedagang yang sudah menempati lahan tersebut mendapatkan prioritas karena selama ini juga belum ada pendataan terkait hal tersebut. Kekhawatiran mereka adalah terjadinya harga sewa yang berbeda-beda dan tidak seragam, sehingga terjadi pungutan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Huh...Dlingo harus mulai berbenah, Dlingo jangan dijadikan objek-objek eksploitasi sosial, Seharusnya tekanan ekonomi tidak dijadikan sebagai alasan untuk menindas, karena masyarakat Dlingo masyarakat yang berbudaya dan manut pada para tokoh. Kewajiban para generasi muda untuk berperan mendampingi masyarakat, kasihan mereka bukan sapi perah, bangkitlah dan mulailah dengan lingkungan terkecil tempat di mana anda berada, dengan kemampuan yang anda miliki.

0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken