Dlingo : Radar.jogja:  Dalam sepekan ini Pengadilan Tindak Pidana 
Korupsi (Tipikor) Jogja mulai menyidangkan sejumlah terdakwa dalam kasus
 korupsi bantuan dana rehabilitasi dan rekontruksi (Dakons) gempa 2006. 
Anggota Komisi A DPRD Bantul Agus Effendi menilai, banyaknya perangkat 
desa yang tersandung kasus korupsi itu karena mereka salah mengartikan 
kearifan lokal. 
 ’’Rata-rata mereka melakukan pemotongan karena dalih 
itu,” terangnya kemarin (25/3).Modus praktik korupsi yang dilakukan 
perangkat desa itu hampir serupa, yaitu pemtongan bantuan serta 
manipulasi data kerusakan rumah. Contohnya, rumah dengan kategori rusak 
sedang dirubah menjadi rumah dengan kategori rusak berat. Hanya saja, 
warga yang menerima bantuan itu tidak menerima secara utuh. 
’’Pemotongannya bervariasi, mulai Rp 6 juta hingga Rp 10 juta,” ujar 
politisi PKS ini.Mereka melakukan pemotongan bantuan dengan dalih untuk 
pembangunan desa. 
Misalnya, pembangunan jalan, gapura atau sarana 
infrastruktur lainnya. Mereka menganggap pemotongan bantuan dengan 
mengatasnamakan kearifan lokal itu sah.  ‘’Selama ini yang muncul 
alasannya kearifan lokal. Padahal itu tidak diperbolehkan secara hukum,”
 bebernya.Kadiv Investigasi Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) Irwan 
Suryono mengatakan, banyaknya perangkat desa yang tersandung kasus 
korupsi bantuan seperti ini ditengarai karena pemkab kurang memberikan 
sosialisasi mengenai peruntukkan bantuan itu. ’’Ada instruksi dari 
pemkab tentang kearifan lokal. 
Artinya ada pembiaran jika bantuan itu 
dipotong,” tuturnya. Karena itu, tidak mengherankan jika puluhan 
perangkat desa pernah terseret kasus ini. Mereka duduk di kursi 
pesakitan dan mendapatkan vonis yang cukup beragam. ’’Yang menjadi 
persoalan mengapa kasus korupsi bantuan banyak terjadi di Kecamatan 
Dlingo. Padahal Kecamatan lain banyak yang menerima. Apa yang salah?,” 
tanyanya heran

0 Melu Omong:
Posting Komentar
Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken