Akhir Tahun 2013 masihkah ada orang yang "ANTI KRITIK" Di Dlingo



"Desa-desa di Dlingo Perlu merumuskan indoktrinasi multi paradigma kepada masyarakat, yang dapat menegosiasikan antara kepentingan kebutuhan masyarakat mendasar yang sebenarnya dengan kepentingan Desa serta pamong desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pamong desa secara tepat dan bijaksana, bukan dikotomik sebagai sebuah desa yang dibuat memiliki citra baik namun sekedar citra, melainkan bukan pula manipulasi pencitraan atas ekpektasi berlebih yang tak mampu diwujudkan."
(Mas Koetot 2013) 
Dlingo : TAHUN 2013 hampir kita tinggalkan. Masa depan desa ini tak bisa dibiarkan dalam karut-marut karena persoalan sederhana…si pelayan/pamomg desa butuh sejahtera,,,si tokoh butuh dikenal…si masyarakat tidak mau lapar…. Intoleransi dan kekerasan psikologis oleh oknum pamong desa dengan dalil agama harus dicegah, jika menguasai agama secara kaffah kecil kemungkinan seseorang menyimpangkan apapun yang bukan hak-nya.

Sekulerisme pemahaman agama dengan tata cara birokrasi harus dipisahkan, agar masyarakat dapat mendapatkan pelajaran juga mengetahui..siapa berbicara sebagai ulama dan siapa bicara sebagai pelayan masyarakat/pamong desa. Jika dicampur adukan maka kemungkinan yg terjadi adalah kemunafikan atas nama kesejahteraan alias….. karena kurang sejahtera maka untuk menciptakan peluang kesejahteraannya si pelaku mempergunakan dalil agama untuk mendapatkan legitimasi dan pembenaran atas perilaku dan perbuatan yang dilakukan meski melanggar aturan tata naskah dinas dan peraturan Negara.”

Jika berbicara ranah berbangsa dan bernegara maka panduan pentingnya adalah pancasila dan UUD 1945 sebagai kitabnya serta jiwa nasionalisme sebagai ruh nya. Secara hierarkis kemudian turunannya adalah peraturan pemerintah, peraturan peresiden, peraturan mentri, peraturan daerah, sampai pada teknis terendah adalah peraturan bupati yang di ikuti surat keputusan-surat keputusan pendukung lainnya. Jika lari dari pakem tersebut maka bisa dipastikan seseorang akan bertabrakan dengan hukum.

Itu sebabnya, masyarakat seperti kita ini, selalu berada pada lingkaran syetan akibat dari kebijakan yang salah dan ekspektasi berlebih dari seorang lurah atau pejabat public lainnya. Dalam banyak literatur dikemukakan bahwa Tuhan tidak perlu dibela, apalagi disodori dengan berbagai macam proposal kebaikan, disembah sepanjang waktu dan lain sebagainya….namun mengapa masyarakat selalu diajari membuat proposal untuk menjadikan masyarakat lebih baik….?

Tatkala berhadapan dengan rezim yang anti kritik dan tak adil, para nabi menyebarkan ajaran tentang kesalehan sosial sekaligus kesalehan struktural. Nabi melawan kemungkaran dengan segala metode agar ketidakadilan lenyap di muka bumi. Otoritarianisme dan anti kritik dilawan dengan toleransi dan tabayun (islah) mencari kebaikan dengan konsultasi, bukan menang sendiri. Dan mengancam akan mencabut ijin lembaga , disikapi dengan marah-marah, merasa disudutkan dan lain sebagainya.

Kata kuncinya sederhana..kalau memang tidak bersalah dan tidak melanggar aturan kenapa mesti “PUSING”. Kembalikan saja semua kepada aturan yang berlaku..jangan malah mencari “Kambiing hitam”..dan menyelidiki dari mana sebuah informasi itu berasal, melakukan intimidasi kepada masyarakat penerima manfaat kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. “LOGIKANYA” justru semua orang tahu dan pasti “ADA SESUATU”…tak mungkin ada asap kalau tidak ada api…tak mungkin bingung kalau tidak sedang bermasalah..”SIMPEL KHANN???” justru masyarakat sudah bisa menyimpulkan bahwa pergantian orde pemerintahan yang terjadi sama saja dan lebih halus…

Saat ini masyarakat sudah sanggat kritis dan dengan adanya UU KIP maka masyarakat harus mendapatkan laporan terkait capaian pembangunan yang sedang berlangsung. Akuntabiltas public bagi pemerintah menjadi syarat mutlak yang harus di transparansikan kepada masyarakat. Fungsi dan system pelayanan kepada masyarakatpun menjadi lebih dekat. Masyarakat dapat dengan mudah..mengeluhkan, menyampaikan, dan mengadukan keberatannya kepada pemerintah melalui berbagai media. Lalu apa yang salah ketka ada masyarakat mengadukan tentang dugaan terjadinya penyimpangan kepada pihak yang berkompenten..? Apa masyarakat salah kalau meminta pelayanan lebih kepada pelayannya…?, bukannya pelayan masyarakat dipilih untuk melayani masyarakat..?..kalau tidak siap..tidak mampu..ya..mundur saja..atau ambil pensiun kan tidak dilarang,,,sanggat dibolehkan..!!! bahkan Negara justru diuntungkan karena tidak dibebani anggaran untuk membiayai pelayan/aparaturnya yang setengah hati dalam melayani masyarakat.

Jika merasa yang dilakukan sudah sesuai aturan kenapa harus “BINGUNG”…???

Seharusnya Di situlah peran masyarakat dlingo saat ini diharapkan, ketika pemerintahannya diindikasi melakukan penyimpangan, maka masyarakat menginggatkan melalui jalur-jalur yang sudah disediakan oleh pemerintah. Hal ini untuk mengawasi dan sekaligus memberikan partisipasi aktif dalam menjaga semuanya untuk tetap didalam rel yang semestinya. Pemerintah nya baik dan sejahtera pamongnya..masyarakatnya senag karena dilayani tanpa harus banyak potongan,,,,SO..apa yang sulit untuk melakukan kebaikan,…?

Apakah kita akan masuk surga dengan amal soleh yang kita kerjakan atau tidak, itu adalah otoritas dan hak prerogative Tuhan atas pengadilan yang nanti dilakukan saat Hari Kebangkitan, sehingga tidak ada gunanya mencampur adukan agama dengan tanggung jawab melayani masyarakat sebagai lurah/pejabat public. Apalagi menjadikan agama sebagai pembenar atas penyimpangan aturan Negara…contoh :…meski Kita Bersumpah di depan petugas..”DEMI TUHAN”..tapi kalau gak bawa SIM ya tetep ditilang…bukanya malah membawa dalil “UKUWAH ISLAMIAH”..piye to arek iki..jian..paham mboten jane..??? hhe he

Karena itu, doktrin fastabiqul khairat sejatinya mengajarkan kepada umat Islam hanya untuk berlomba-lomba dalam kebajikan, bukan dalam kejahatan. Berlomba-lomba dalam kebajikan tentu saja dengan cara yang baik pula, namun perilaku kebajikan akan terdistorsi ketika dikerjakan dengan cara-cara tidak baik dan mensiasati aturan yang telah ditetapkan baik aturan Negara maupun aturan beragama, aturan dibuat untuk di taati bukan disiasati.!!!

Konsep sekularisasi perilaku lurah/pejabat public perlu dipisahkan, pemisahan kelembagaan agama dengan negara dengan tetap mengatur peran politik beragama sebagai bentuk dakwah dan silaturahmi dan sebagai lurah/pejabat publik dalam Negara, sehingga masyarakat mampu memberikan sumbangan maksimal dalam percaturan politik, ekonomi, dan budaya dengan mengadopsi prinsip sesuai karakter pemimpinnya, dan bukan formalisasi syariah islam untuk pijakan pembuatan kebijakan public. Formalisasi sayariah dalam membuat kebijakan Negara cenderung KORUP!!! Buktikan saja!!


0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken