Sosok Ibu Terbaik Di Dlingo

"Ibu" Sebuah kata yang paling tepat untuk mengambarkan sosok tegar, kuat, penuh kasih sayang, penuh dengan asah jiwa kelembutan,dan pengabdian. Adalah sebuah kisah kecil dari kecamatan dlingo bantul yogyakarta. Pada suatu masa di mana usia dan kesiapan seorang perempuan masih belum menjadi sebuah pertimbangan. sebuah masa 28 tahun yang lalu, pada saat rasa sakit dan pertaruhan antara hidup dan mati terjadi. Belum lagi genap usia 1 tahun sang jabang bayi pertamanya sudah harus tumbuh tanpa pendampingan seorang bapak selama setahun lamanya, hingga sang anak tidak tahu nama bapaknya.

Tubuh kecil kusut agak kecoklatan, mata sipit, pipi agak tertarik kedalam adalah sebuah gambaran perjuangan berat untuk dapat melihat kebahagiaan yang telah lama di nantikan. Wawasan yang di miliki hanya " bagaimana bertahan hidup dalam kesusahan, bagaimana bisa hidup dalam keadaaan pas-pasan ". belum cukup pula dia memeras keringat dan nafas yang sanggat dipaksakan harus melahirkan anak kedua dalam keadaan sakit kulit yang kronis. namun semua itu semakin meyakinkannya bahwa hidup memang keras sehingga bawaaan keras bagai karang selalu mewarnai setiap kerlingan matanya.
lagi-lagi takdir mengulang-dan mengulang, terulang-dan terulang, tiga kali sudah pertaruhan hidup dan mati dia alami, namun keyakinannya dan keingginannya semakin kuat untuk lebih gigih lagi dan lagi. seolah dia menantang untuk di datangkan masalah-masalah yang lebih besar semakin besar dan bersar sampai dia menyerah.Tapi aku sebagai saksi hidup perjuangannya, dia tidak pernah menyerah, di injak roda jaman sekalipun dia tetap mengeliat, di ludahi oleh kezaliman pun dia tetap tersenyum, apa lagi yang belum di alaminya....ku pikir semua sudah cukup. Dan menjadi bagian dari sejarah manusia-manusia dlingo
Apa yang tidak di milikinya " kupikir tidak ada, semua sudah di alami dan dimilikinya secara sempurna". Untukmu Ibu aku berterima kasih, aku tahu dalam membesarkanku selama 28 tahun ini banyak lubang dalam batinmu, lubang-lubang yang telah kubuat selama 28 tahun lamanya. Aku sadar lubang-lubang buatanku itulah yang membuatmu kadang tidak yakin bahwa Alloh Itu adil. Namun keiklasanmu, ketulusanmu yang dianggap bodoh oleh orang yang tidak berpikir adalah penutup yang yang kuat. Kalo saja aku di berikan kesempatan, masih inggin aku menutup lubang-lubang itu sampai tertutup kembali. Atau kalo memang kesempatan itu memang sudah tidak ada lagi lumatkan saja jiwa dan raga ini dan pergunakan untuk menutup lubang-lubang itu.

0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken