Jiyono Mulai Nyanyi, Seret Pelaku Lain

Dlingo : RADAR JOGJA : Lurah Desa Mangunan, Dlingo, Bantul Jiyono Ishsan mulai menyerang balik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati DIJ yang telah menyeretnya ke kursi terdakwa. Jiyono menyebut JPU telah bertindak tidak cermat karena telah mendakwanya melakukan korupsi dana rekonstruksi pascagempa Rp 2,08 miliar. Jiyono menyatakan, ada pertentangan dasar peraturan yang digunakan dengan fakta yang diungkap JPU. Ini terutama terkait dengan tugas pokok penanggung jawab pelaksana (PJP) yang diemban Jiyono selaku lurah dalam pelaksanaan kegiatan dana rekonstruksi.
 
’’JPU tidak objektif dan kurang cermat mengungkap fakta sebenarnya,’’ ujar Jiyono saat menyampaikan eksepsi yang diajukan melalui Tim Penasihat Hukumnya di Pengadilan Tipikor Jogja kemarin (21/6). Tim Penasehat Hukum Jiyono terdiri dari Djoko Prabowo Saebani SH, Aviv Dihan Kuntoro SH, Wowon Wisnu, Chandera SH, dan Arfian Indrianto SH. Tak hanya itu, Jiyono, melalui tim penasihat hukumnya juga mulai bernyanyi. Menurut dia, kasus tersebut tak hanya melibatkan dirinya seorang. Djoko Prabowo, mengatakan JPU telah mengabaikan peran fasilitator. Padahal bersama PJP, fasilitator berperan dalam pembentukan kelompok masyarakat (pokmas).

Djoko juga menegaskan, kliennya tak pernah sekali pun menerima dana potongan langsung dari pokmas. Ini didasarkan atas dakwaan JPU yang mengatakan, dana potongan yang diterima para fasilitator sosial (fasos) diserahkan kepada saksi Sekdes Mangunan Ngudi Siswanto sebesar Rp 1,7 miliar. Ngudi juga menerima pemotongan langsung dari Pokmas 55 sebesar Rp 157,5 juta dan Pokmas 56 sebanyak Rp 157,5 juta. Jadi, total uang di tangan Ngudi sebesar Rp 2,08 miliar. Selanjutnya Ngudi menyerahkan kepada Jiyono pada Juli dan Agustus 2007. JPU, lanjut Djoko, tak pernah menegaskan kapasitas kliennya apakah sebagai pelaku, menyuruh melakukan, membantu melakukan, dan penganjuran sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. ’’Dalam perkara ini tak ada terdakwa lain dan atau disidik sebagaimana dakwaan jaksa,’’ ujar advokat yang tinggal di Jalan Sultan Agung ini.

Dalam eksepsi itu, Tim Penasihat Hukum Jiyono juga menilai, tidak tepat bila hanya Jiyono yang dimintai pertanggungjawaban tanpa melibatkan semua pihak yang terlibat di dalamnya. ’’Bagaimana mungkin terdakwa melakukan tindak pidana korupsi secara sendirian,’’ kritik Djoko. Padahal, dalam dakwaan JPU menyebutkan banyak subjek hukum yang terlibat. Tapi menjadi pertanyaan, kenapa hanya Jiyono yang diproses dan dimintai pertanggungjawaban sehingga duduk di kursi pesakitan. Terkait keterlibatan pelaku lain, Djoko menilai, seharusnya disertakan Pasal 55 dan 56 KUHP dalam dakwaan. Implikasi yuridis dari kelalaian tak menyertakan pasal tersebut menurut Tim Penasehat Hukum Jiyono berakibat dakwaan JPU batal demi hukum.

Di bagian akhir dari eksepsi itu, kewenangan Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Provinsi DIJ melakukan perhitungan kerugian keuangan negara yang menjadi bagian dari dakwaan juga dimasalahkan. Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolana dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, lembaga yang berwenang melakukan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan bukan BPKP. Dengan demikian, Djoko berpendapat, dakwaan JPU yang mendasarkan pada hasil audit BPKP merupakan dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan hukum. Setelah pembacaan eksepsi selesai, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Suryawati SH memberikan kesempatan pada JPU Isti Aryanti SH dan Christina Rahayu SH memberikan tanggapan balik atas eksepsi tersebut pada pekan depan.

0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken