Ibu-ibu Warga Terong Kini Semakin Percaya Diri

Dlingo : seputar-indonesia.com : Ponisih  bersama-sama pekerja lain tengah mengemas keripik singkong “Nikimon” di rumah Kadus Rejosari, Desa Terong, belum lama ini. Hari-hari Ponisih,39, warga Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul kini dilalui dengan perasaan bahagia.Cerita suram dahsyatnya musibah gempa bumi 27 Mei 2006 pun seakan perlahan terkikis dari ingatannya. Ya,empat tahun berlalu, Ponisih dan mayoritas warga Terong kini telah bangkit.Mereka tak lagi larut dalam tangis sedih karena kehilangan rumah dan sanak saudaranya. Rumahrumah baru dengan kualitas yang lebih bagus kini kembali berdiri kokoh di kampung yang berada di kawasan perbukitan ini.Cap Desa Terong yang gersang dan sering kesulitan mendapatkan pasokan air pun juga perlahan hilang.

Musibah selalui diikuti dengan hikmah. Demikianlah wargaTerong,termasuk Ponisih memahami segala dinamika kehidupannya. Selain rumahnya sudah lebih baik,Ponisih kini sumringah karena gempa juga telah mengubah hidupnya. Dalam dua tahun terakhir,ibu dua anak ini memiliki keterampilan baru,yakni bisa membuat snack atau makanan ringan.

Ponisih tak sendiri.Bersama 19 teman dalam satu kelompoknya, dia kini berhasil mengangkat potensi Desa Terong lewat makanan ringan berlabel “Nikimon”. Produk Nikimon kini juga sudah dekat dan melekat di lidah warga Yogyakarta.Bagi yang pernah mencicipinya, produk Nikimon tak sekadar makanan ringan biasa,tapi lebih dari itu juga menawarkan cita rasa unik dan baru. Setidaknya sudah ada 17 jenis makanan olahan ala Nikimon yang dilepas ke pasar,di antaranya keripik singkong,keripik ubi,peyek kacang,kacang disco,kacang asin hingga gethuk pisang. Merek Nikimon sendiri juga tergolong unik,karena sebenarnya kependekan dari Niki Mawon yang dalam bahasa Indonesia bermakna Ini Saja. Kerajinan makanan ringan ini yang sudah mendapat sertifikasi dari Dinas Kesehatan Bantul ini pun cukup istimewa karena dalam tempo cepat sudah merambah beberapa kota, khususnya di Jawa.

Seiring meningkatnya permintaan produk snack ini,penghasilan Ponisih dan warga Terong juga bertambah. Ponisih bersama puluhan warga Terong yang mendapat pendampingan dari International Organization for Migration (IOM) ini bahkan kerap kewalahan ketika mendapat order yang sangat besar.Untuk menyiasati banyaknya pesanan itu, biasanya lima kelompok UMKM di bawah bimbingan IOM di Terong bahu membahu memenuhi permintaan tersebut.“

Sebab kami seringkali ikut pameran di Yogya seperti di JEC,Gabusan,Sekaten dan Bantul Expo sehingga banyak pesanan dari situ,”ujar Ponisih saat ditemui di sela mengemas keripik singkong di kediaman Sukamdam,Ketua Kelompok Nikimon,Rejosari,Terong, belum lama ini. Ponisih kian percaya diri untuk bangkit dari keterpurukan setelah bencana gempa bumi. Berkat keterampilan tambahan ini,Ponisih kini bisa membantu penghasilan suaminya yang sehari-hari sebagai petani atau kadang jadi buruh di Yogyakarta. Setidaknya dalam sepekan, kelompok Nikimon membuat makanan ringan dua kali.Dan setiap kali produksi,Ponisih bisa mengantongi Rp15.000.Beruntung dua anak Ponisih sudah bekerja di Yogya,sehingga uang hasil ikut Nikimon bisa ditabung.

“Kalau uang saya untuk tambah jajan anak,”timpal Triatni,32, rekan Ponisih yang bertugas menggoreng snack.Seluruh produk Nikimon kini tersedia di Ruko Nikimon di kompleks Pasar Sendangwesi Desa Terong. Apa yang dirasakan Ponisih dan Triatni juga tak jauh beda yang kini dialami Arini,30,warga Nembel,Desa Kebon,Kecamatan Bayat,Klaten.Setelah bergabung di UMKM Batik Tulis Kebon Indah,roda ekonomi keluarganya perlahan naik.

Dia kini tak lagi bingung untuk membiayai sekolah dua anaknya. Dari keikutsertannya di Batik Kebon Indah,dia setidaknya mendapat Rp25.000 per hari.BatikTulis Kebon Indah adalah produk UMKM binaan IOM yang khusus membuat batik berbahan warna alami. Produk batik buatan sebagian besar ibu-ibu rumah tangga ini beberapa kali diikutsertakan dalam fashion show. Sejumlah desainer lokal pun telah memanfaatkan produk Batik Kebon Indah. IOM yang dalam operasionalnya mendapat pendanaan dari Java Reconstruction Fund (JRF) sengaja mengembangkan batik karena Desa Kebon sejak lama dikenal sebagai pusat perajin batik.Namun pascagempa banyak perajin terpuruk.“ Kalau dulu saya hanya dibayar Rp3.000 setiap mewarnai, tapi kini bisa Rp25.000.

Sekarang saya juga tahu semua proses membuat batik tak sekadar mewarnai,”cerita Arini saat mewarnai di rumah produksi sekaligus showroomBatik Kebon Indah,Selasa (21/6). Hampir tiap hari,rumah produksi yang lokasinya persis di samping Balai Desa Kebon ini ramai.Ini seiring dengan permintaan batik tulis yang terus meningkat.“Bahkan kami saat ini kesusahan memenuhi permintaan batik yang sudah jadi,” cerita Ketua Kelompok Batik Kebon Indah Sri Windarti. Sri sama sekali tak menyangka pelatihan dari IOM yang menggandeng dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang ini mengubah perekonomian warga.Sebab awalnya warga di Desa Kebon yang menjadi korban gempa cukup parah umumnya bertani atau sekadar menjadi buruh perajin batik.

Mereka tak mempunyai keahlian memadai membuat proses pembatikan dari awal hingga akhir seperti ngemor, nganji,nyorekhingga mewarnai. Tapi atas fasilitasi IOM, mereka tak hanya mendapat pengetahuan membuat batik, tapi juga manajemen kekuangan hingga pemasaran produk. Sebuah showroomsederhana kini juga sudah ada di Yogyakata untuk memajang produk asal Desa Kebon ini.Soal pemasaran, beberapa kali eventpameran di Jakarta juga telah diikuti.

Karena berbahan alami,Batik Kebon memang berkualitas tinggi.Harga per lembar kain rata-rata Rp350.000.Sementara modal dan biaya produksi mencapai Rp200.000.Dalam sebulan setidaknya kelompok ini bisa menghasilkan 250 lembar batik. Penjualan berkisar 100 lembar. “Omzetnya sebulan yasekitar Rp15 juta,”kata Windarti. Peran serta JRF lewat IOM tak hanya di Desa Kebon.

Dalam program pemulihan mata pencaharian (livelihood recovery) dua tahun terakhir,IOM telah menjangkau 25 desa di DIY dan Jateng.Setidaknya lebih dari 4.300 UMKM terbantu dari pendanaan, pemasaran pendampingan, hingga pemasaran. Tak hanya lewat IOM,selain membantu bidang infrastruktur, JRF juga menggandeng Gesellschaft fu Internationale Zasammenarbeit (GIZ) untuk menangani ribuan UMKM.GIZ memberikan bantuan teknis dan keuangan.

Di antara sasaran GIZ adalah para petani dan peternak sapi di Desa Jatimulyo, Dlingo,Bantul.GIZ mengajari warga untuk membuat pupuk organik,nutrisi alami untuk hewan ternak,pestisida alami dan premix pengawetan hijauan pakan ternak.“Secara bertahap petani bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia. Namun kendalanya sulit mengubah kebiasaan masyarakat,” ujar Advisor GIZ Agung Gede. Akhir Juni ini,proyek livelihood recoverydari IOM-GIZ telah ditutup.Saat SINDO menanyakan soal rencana pelepasan pendampingan ini, raut-raut muka pelaku UMKM masih saja semangat dan percaya diri. Tohdemikian,tidak mudah juga mengajak pelaku UMKM lain bangkit.Banyak di antara mereka yang sudah merasa adem ayem dengan bantuan yang ada saat ini.

Padahal,dari sisi potensi,bidang usaha mereka sebenarnya sangat memungkinkan untuk berkembang dan bersaing dengan produk luar daerah maupun mancanegara. Yang tak kalah penting, langkah JRF lewat IOM dan GIZ-nya barulah secuil uluran tangan bagi kalangan UMKM. Di sekeliling Ponisih,Triatni, maupunWindarti,masih ada ribuan pelaku UMKM yang belum tersentuh,baik dari tangan-tangan pemerintah maupun pihak donor lain.

Perjuangan mereka untuk bangkit tidak enteng.Tak heran, mereka pun tak henti meminta ‘kebaikan hati’ pemerintah. Seperti yang dilakukan ribuan pelaku UMKM dengan mendatangi kantor Bank Indonesia (BI) Yogyakarta dan kediaman Wakil Presiden Boediono di Sawitsari,Condongcatur, Depok,Sleman,kemarin. Dari data Komunitas UMKM DIY,saat ini ada sekitar 3.234 kreditur UMKM korban gempa 2006 yang mengalami masalah kredit macet dengan total dana mencapai Rp75,949 miliar. Mereka menagih janji penghapusan kredit agar bisa semakin percaya diri seperti dirasakan sebagian pelaku UMKM lain saat ini

0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken