Sejarah Lepo Dlingo Versi Original

Dlingo : Berkembang banyak sekali cerita sejarah tentang awal mula penemuan Grojokan Ledok Pokoh yang saat ini biasa disebut Air Terjun Lepo Dlingo, ada yang dibuat-buat dan bahkan ada yang di tambah-tambahkan, Gema Angkasa Dlingo sebagai sebuah Gerakan sejak tahun 2010 sudah memulai untuk mengangkat seluruh potensi-potensi lokal kecamatan Dlingo. Pada waktu itu Embrio dari Gema angkasa terdiri dari beberapa anggota saja, belum memiliki strategi terhadap pengelolaan potensi yang ada, namun sudah memiliki kesadaran terhadap peluang potensi yang mungkin dikembangkan. 

Sebagai bukti bahwa penggagas potensi Lepo Dlingo pertama kali adalah perintis Gema Angkasa angkatan pertama (waktu itu belum bernama Gema Angkasa), dibuktikan dengan foto dan Video tentang lokasi Ledok Pokoh Desa Dlingo pada Tahun 2010-2012. Disamping itu sebagai Embrio dari penggagas Lepo Gema Angkasa Dlingo memiliki konsep pengembangan yang berbeda dengan apa yang Sudah jalan saat ini. Pada waktu itu gagasan untuk membuka lokasi Wisata tersebut dapat dibuka setelah memenuhi prasyarat umum penyelengaraan kegiatan wisata yang berdasar pada undang-undang tentang penyelengaraan kegiatan wisata agar kesinambungan dan integrasi potensi terus berkembang dan mensejahterakan masyarakat.

Menurut Undang-Undang Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekarangaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam.  Disebutkan juga bahwa Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan.

Namun yang terjadi di Kawasan Lepo jauh dari harapan, pentahapan sederhana dalam lazimnya sebuah penyelengaraan wisata yang biasa dilakukan oleh pengelola pariwisatapun tidak dilakukan. Justru yang dilakukan adalah promosi yang besar namun tidak berdampak pada masyarakat lokal secara nyata. Tidak terukur, antara investasi yang sudah dibangun disana dengan berapa jumlah kemiskinan yang berhasil terangkat dan menjadi keluarga sejahtera akibat dari kegiatan kepariwisataan yang ada.

Ekosistem kawasan sungai, kejernihan sungai dan rekayasa sumber mata air yang menjadi penopang hidup sungai justru dilakukan dengan skenario tanpa dasar keseimbangan lingkungan. Kawasan Sungai dibendung dengan semen, aliran air direkayasa dengan pipa dari sumber mata air hulu sungai, toilet yang dibangun tepat berada di atas air terjun, tidak memperhatikan dampak terhadap resiko bencana, kedalaman sungai ditambah dengan cara digali dan dibendung, Mayrakat cenderung hanya sebagai tukang parkir dan pemungut retribusi, keterlibatan masyarakat lokal yang kurang dengan lebih banyaknya pedagang dari luar dusun pokoh 1 dan pokoh 2, daya dukung lingkungan kawasan lereng sekitar sungai dibangun warung-warung tanpa disain yang mencerminkan budaya lokal, Usaha penguasaan lahan oleh oknum untuk dibagun sebagai kawasan pendukung wisata lepo, tidak transparannya pengelolaan keuangan kepada masyarakat yang ikut kerja bakti membangun kawasan, dan masih banyak lagi ketimpangan yang jelas menunjukan bahwa pembangunan lokasi wisata sama sekali tidak ada pemahaman tentang undang-undang yang berlaku.

Sebagai sebuah Gerakan Angkat Potensi Desa, Gema Angkasa Dlingo hanya mampu untuk memberikan referensi dan rujukan serta serangkaian konsep agar ada subsidi silang antara kepentingan kegiatan pariwisata dengan sektor kesehatan, sosial, budaya dan resiko bencana.Sehingga apa yang terjadi sekarang yang dilakukan pada kawasan Lepo Dlingo bukanlah konsep yang pernah ditawarkan oleh Gema Angkasa Dlingo.

0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken