Sebelum terjadi gempa kehidupan Nasim di pegunungan kapur di wilayah Dlingo bantul sudah cukup rumit. Hawa sangat panas namun air sulit diperoleh. Saat gempa menghancurkan bangunan sekolah Nasim dan teman-temannya menempuh pendidikan di tenda darurat. Keadaan yang semakin kompleks ini justru menjadikan anak-anak ini sangat kuat.
Nasim tinggal di rumah papan yang sangat bersahaja di atas tanah yang kering dan pecah-pecah, tidak ada tv di sana, tidak memiliki kamar sendiri, bahkan tidak ada kasur, namun prestasinya di sekolah tidak pernah merosot.
Nasim tetap mencintai dan dekat dengan alam meskipun guncangan gempa sedemikian menakutkan: ia selalu menemani ayahnya mencari rerumputan untuk makanan kambing-kambingnya dan bersama teman-temannya berenang di Sungai Oyo. Ketika anak-anak telah mendapatkan kembali motivasinya, kita semakin termotivasi untuk menjadikan hidup kita semakin baik.
(Sumber : http://orcafilms.blogspot.com/)
0 Melu Omong:
Posting Komentar
Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken