Senin, 12 April 2010 | 15:01 WIBBANTUL, KOMPAS - Ngluku atau membajak sawah secara tradisional menggunakan sapi atau kerbau akan dikembangkan menjadi salah satu agenda wisata di Yogyakarta. Lomba ngluku semakin marak digelar di pelosok pedesaaan DIY sebagai pelengkap daya tarik wisata melibatkan generasi muda. Minggu (11/4), lomba ngluku digelar untuk menyemarakkan peluncuran desa wisata di Desa Terong, Kecamatan Dlingo Bantul. Siswa dari tiga sekolah menengah atas seperti SMA Negeri 1 Yogyakarta, SMA Negeri 1 Dlingo, dan SMA Muhammadiyah Dlingo terlibat dalam lomba ngluku yang baru pertama kali digelar di desa tersebut.
Di sana, Kepala Dinas Pariwisata DIY Tazbir mencetuskan niat menjadikan lomba ngluku sebagai salah satu agenda wisata DIY. "Sangat menarik, mengandung unsur pendidikan sekaligus rekreatif, khususnya bagi generasi muda. Ini salah satu daya tarik desa wisata.
Di sana, Kepala Dinas Pariwisata DIY Tazbir mencetuskan niat menjadikan lomba ngluku sebagai salah satu agenda wisata DIY. "Sangat menarik, mengandung unsur pendidikan sekaligus rekreatif, khususnya bagi generasi muda. Ini salah satu daya tarik desa wisata.
Sebelumnya, menurut Ketua Penyelenggara Lomba Ngluku Desa Terong, Sumardani, lomba ngluku dan tandur juga digelar di desa wisata lain di Bantul seperti di Desa Kebon Agung, Imogiri. Lomba ngluku bahkan telah menjadi agenda tahunan setiap memasuki musim tanam padi di Desa Wisata Sambi, Pakem, Sleman, maupun di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman.
Melalui lomba ngluku, generasi muda diajak turut melestarikan budaya agraris. Membajak secara tradisional dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan menggunakan traktor. Kotoran sapi sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.Remaja diharapkan bisa lebih peduli terhadap tradisi pertanian, tetapi bukan berarti mereka harus menjadi petani, ujar Sumardani. Keterlibatan pelajar dimaksudkan untuk tujuan itu.Mengenakan baju layaknya petani, semua siswa SMA yang terlibat berbaur dengan petani, turun langsung ke sawah. Umumnya, mereka kesulitan mengendalikan sapi atau memberi aba-aba agar sapi menarik bajak.Tak jarang, sapi enggan bergerak dan tidak mematuhi aba-aba sehingga para petani harus campur tangan. Kejadian itu menimbulkan gelak tawa hadirin.Kali ini, peserta lomba ngluku memperebutkan piala bergilir Bupati Bantul. Lomba serupa diharapkan rutin digelar secara konsisten.
Beberapa tokoh pendidikan hadir di sana, di antaranya Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Suwarsih Madya, Sarwidi dari Universitas Islam Indonesia, Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Budi Wignyosukarto. Ketua Dewan Pimpinan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia DIY Suhardi turut hadir.
Melalui lomba ngluku, generasi muda diajak turut melestarikan budaya agraris. Membajak secara tradisional dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan menggunakan traktor. Kotoran sapi sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik.Remaja diharapkan bisa lebih peduli terhadap tradisi pertanian, tetapi bukan berarti mereka harus menjadi petani, ujar Sumardani. Keterlibatan pelajar dimaksudkan untuk tujuan itu.Mengenakan baju layaknya petani, semua siswa SMA yang terlibat berbaur dengan petani, turun langsung ke sawah. Umumnya, mereka kesulitan mengendalikan sapi atau memberi aba-aba agar sapi menarik bajak.Tak jarang, sapi enggan bergerak dan tidak mematuhi aba-aba sehingga para petani harus campur tangan. Kejadian itu menimbulkan gelak tawa hadirin.Kali ini, peserta lomba ngluku memperebutkan piala bergilir Bupati Bantul. Lomba serupa diharapkan rutin digelar secara konsisten.
Beberapa tokoh pendidikan hadir di sana, di antaranya Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Suwarsih Madya, Sarwidi dari Universitas Islam Indonesia, Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Budi Wignyosukarto. Ketua Dewan Pimpinan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia DIY Suhardi turut hadir.
0 Melu Omong:
Posting Komentar
Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken