Padukuhan Pancuran dan Padukuhan Saradan adalah nama dua dusun yang ada di desa Terong Kecamatan Dlingo bantul. Dua dusun tersebut sekaligus menjadi dusun yang berbatasan langsung dengan wilayah desa Jatimulyo dan Temuwuh Dlingo Bantul Yogyakarta. Beberapa hari yang lalu saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu sesepuh desa Terong, meskipun agak terputus-putus namun beberapa informasi prihal asal usul nama wilayah di Kecamatan Dlingo, desa serta padukuhan yang ada di kecamatan Dlingo sedikit demi sedikit mulai ada titik terang.
Tentu saja ada berbagai versi terkait penamaan asal-usul wilayah tersebut, namun saya tetap mencoba untuk mendokumentasikannya siapa tahu ada yang bersedia melengkapi. Adapun apabila ada pihak-pihak yang membutuhkan informasi atau yang memberikan sumbang sih informasi....wow..tentu saya akan seneng bangetttttt..bangettt..pokoke. Okeh..sekarang kita mulai saja dari cerita awal mulanya.....kenapa kok dinamakan padukuhan saradan dan Pancuran.
Dahulu padukuhan Saradan dan Pancuran merupakan satu kesatuan wilayah, pada awalnya wilayah tersebut tidak bernama, namun menurut informasi yang saya dapatkan setelah datangnya "sure'ng Iret" atau sebutan untuk pejabat besar pemerintahan waktu itu, ada anjuran agar sebaiknya setiap masyarakat memberikan nama pada wilayahnya masing-masing. Seiring dengan hal tersebut juga telah di tetapkan bahwa yang berhak untuk mengesahkan sebuah nama wilayah adalah "Sure'ng Iret". Sehingga sudah menjadi kebiasaan apabila nama sebuah wilayah sudah ditentukan oleh masyarakat maka "Sure'ng iret" kemudian di beritahu lalu di jemput dengan menggunakan tandu oleh masyarakat dan di bawa ke tempat dimana sebuah wilayah akan diresmikan penamannya.
Nah..pada awalnya wilayah Pancuran dan Saradan masih menjadi satu rumpun wilayah, dengan ciri khas masyarakatnya yang berdagang. Namun ada ciri khas khas khusus lain yang paling banyak mendominasi industri rumah tangga di wilayah tersebut. industri kas tersebut adalah pembuatan " TIMANG " dalam bahasa indonesia di sebut "Ikat Pinggang/Gasper"..hehehe. Masyarakat setempat menjadikan kerajinan tersebut sebagai industri yang menguntungkan dan bisa mendukung kesejahteraan masyarakat. Timang tersebut terbuat dari perak yang di beli dari Kota Gede Yogyakarta kemudian diolah dan dijual ke kawasan Kraton Yogyakarta. Biasanya Timang ini di pakai oleh pada bangsawan-bangsawan Kraton Yogyakarta pada masa itu.
Lalu dengan ciri khas khusus tersebut maka oleh Tokoh-Tokoh masyarakat setempat seperti Mbah Nomo, Mbah Noto Wiyogo, Mbah Jo Intono dan Mbah Kamituo serta masyarakat yang lain memberikan nama wilayah mereka dengan sebutan Dusun Timang.
Lalu pada perkembangannya ternyata banyak terjadi musibah di dusun Timang, kemudian oleh para pemangku adat setempat dilakukan "Mapar Tunggak" atau "Ngeruat" atau lazimya sekarang adalah bersih dusun. Dan setelah bersih dusun lalu nama Timang di ganti dengan sebutan Kepuh Rejo. Nama Kepuh Rejo itu sendiri di ambil dengan latar belakang adanya pohon "Kepuh/kelumpang" atau bahasa ilmiyahnya adalah "Sterculia foetida" yang besar diwilayah tersebut, sedangkan Rejo mengandung makna sejahtera.
Pada perkembangannya seiring dengan berkembangnya mekanisme struktur organisasi pemerintahan nasional dan daerah maka kemudian wilayah tersebut di bagi dua menjadi Padukuhan Pancuran Dan Saradan. Asal nama Pancuran itu sendiri mengambil dari sebuah kawasan sumber air yang memancar dan menjdi sumber air utama masyarakat setempat.
Sedangkan nama Saradan sendiri mengandung makna "Mbuang Syarat" yakni sebuah ritual masyarakat setempat yang mewajibkan bagi masyarakat untuk membuat sesaji yang di persembahkan pada nenek moyang sebagai ungkapan syukur. Wilayah Padukuhan Saradan sampai saat ini masih terdapat tempat-tempat yang di gunakan masyarakat untuk menaruh " Mbuang " sesaji "Syarat" berupa sendang/sumber air sekaligus tempat di adakannya acara bersih dusun tiap tahunnya. Sehingga sampai saat ini hampir tidak ada perbedaan yang menyolok terkait dengan karakter masyarakat Saradan dan pancuran, baik dari sisi ekonomi, politik, sosoal serta budayanya, karena memang kedua wilayah tersebut pada awalnya serumpun.
0 Melu Omong:
Posting Komentar
Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken