Dlingo : TRIBUNJOGJA.COM, Fenomena ganjil dialami Supiyati (25), warga Seropan, Muntuk, Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan hasil pemeriksaamn medis, di dalam tubuhnya dipenuhi ribuan paku. Hasil rontgen yang dilakukan tim medis Rumas Sakit (RS) Nur Hidayah, Pleret, Bantul, paku- paku itu terlihat di tungkai kaki, tangan dan lengan Supiyati. Menurut Direktur RS Nur Hidayah, dr Arus Feri, operasi terhadap Supiyati untuk mengangkat paku segera dilakukan. "Kemungkinan besar nanti (tadi malam) akan ka mi lakukan operasi, sementara ini pasien masih kami persiapkan," ujar Arus, saat ditemui Tribun.
Kondisi Supiyati yang dirawat di bangsal Safa. Jarum infus masih menancap di tangan kanannya. Meski begitu, perempuan itu masih sanggup menjawab pertanyaan awak media sembari meringis menahan perih di bagian kakinya. "Kejadiannya sudah 1,5 tahun lalu. Setelah nikah saya pingsan, lalu terasa panas. Tahu-tahu sudah ada paku di dalam," ujarnya saat ditemui di ruang perawatan.
Sejak saat itu, sekitar Oktober 2010, ada 2.000 paku berbagai ukuran keluar dari dalam tubuhnya. "Pertama dulu keluar dari bagian tulang kering, rasanya perih dan panas," ungkapnya lirih sembari menunjukkan bekas luka yang masih terlihat jelas.
Di sekujur kedua kaki Supiyati, terlihat jelas puluhan bekas luka akibat keluarnya paku-paku tersebut, bahkan sebagian terlihat masih belum mengering.
Menurut kerabat Supiyati yang menunggu di rumiah sakit, Yekti Utami (37), adik sepupunya tersebut awalnya tinggal di Lampung Selatan. Setelah mengalami kejadian aneh, ia memutuskan pindah ke Bantul. "Di rumah baru sekitar dua mingguan. Awalnya dia di Lampung Selatan, tepatnya saya tidak hapal. Karena sudah berobat kemana-mana tak ada hasil, disarankan pindah ke Jawa," ujar Yekti.
Menurut Yekti, Supiyati sehari-hari hanya sebagai ibu rumah tangga dan belum punya anak. Sedangkan suaminya hanya buruh di kebun karet di Lampung. "Sehari-hari, ya hanya di rumah membantu ibunya," ungkapnya. Selama ini, lanjut Yekti, Supiyati susah makan dan asupan gizi hanya disuplai melalui makanan ringan. "Itupun harus dipaksa. Selalu muntah. ya hanya cemilan saja," ujar Yekti. Selama menunggu proses operasi, makanan cair melalui selang infus merupakan upaya untuk mengembalikan kebgaran Supiyati.
Menurut dokter di yang menangai Supiyati, dr Tri Ermin Fadlina, rumah sakit masih konsentrasi untuk mengelurkan benda asing di dalam tubuh pasin itu. Hal itu harus segera dilakukan, karena secara medis bisa memicu infeksi.
Perkara benda asing tersebut masuk lewat mana dan dengan cara apa, Ermin belum bisa memastikan dan belum melakukan analisa medis. "Kami hanya berupaya agar pasien segera sehat. Kami tempuh operasi sedang, mengingat jumlah paku yang begitu banyak di dalam tubuh pasien," ungkapnya.
Ermin mengaku sulit menjelaskan secara medis, bagaimana paku-paku itu bisa masuk ke dalam tubuh pasiennya. "Ini, paling banyak ada di tungkai, lengan, serta bagian dekat tulang kering," jelasnya, sembari menunjukkan hasil rontgen.
Beruntung, rumah sakit yang menangani Supiyati merupakan lembaga hucare alias Husnulkhotimah Care. Pengobatan yang dilakukan pada pasien pun memadukan dua metode. "Kami pakai operasi medis sekaligus analisis spiritual. Boleh dibilang semacam rukyah," ungkapnya. Karena dalam kasus Supiyati ada sesuatu yang tidak masuk akal, lanjut Ermin, rumah sakit pun akan menembuh metode pengobatan rukyah, untuk menjelaskan sekaligus berusaha mengobati Supiyati.
Kondisi Supiyati yang dirawat di bangsal Safa. Jarum infus masih menancap di tangan kanannya. Meski begitu, perempuan itu masih sanggup menjawab pertanyaan awak media sembari meringis menahan perih di bagian kakinya. "Kejadiannya sudah 1,5 tahun lalu. Setelah nikah saya pingsan, lalu terasa panas. Tahu-tahu sudah ada paku di dalam," ujarnya saat ditemui di ruang perawatan.
Sejak saat itu, sekitar Oktober 2010, ada 2.000 paku berbagai ukuran keluar dari dalam tubuhnya. "Pertama dulu keluar dari bagian tulang kering, rasanya perih dan panas," ungkapnya lirih sembari menunjukkan bekas luka yang masih terlihat jelas.
Di sekujur kedua kaki Supiyati, terlihat jelas puluhan bekas luka akibat keluarnya paku-paku tersebut, bahkan sebagian terlihat masih belum mengering.
Menurut kerabat Supiyati yang menunggu di rumiah sakit, Yekti Utami (37), adik sepupunya tersebut awalnya tinggal di Lampung Selatan. Setelah mengalami kejadian aneh, ia memutuskan pindah ke Bantul. "Di rumah baru sekitar dua mingguan. Awalnya dia di Lampung Selatan, tepatnya saya tidak hapal. Karena sudah berobat kemana-mana tak ada hasil, disarankan pindah ke Jawa," ujar Yekti.
Menurut Yekti, Supiyati sehari-hari hanya sebagai ibu rumah tangga dan belum punya anak. Sedangkan suaminya hanya buruh di kebun karet di Lampung. "Sehari-hari, ya hanya di rumah membantu ibunya," ungkapnya. Selama ini, lanjut Yekti, Supiyati susah makan dan asupan gizi hanya disuplai melalui makanan ringan. "Itupun harus dipaksa. Selalu muntah. ya hanya cemilan saja," ujar Yekti. Selama menunggu proses operasi, makanan cair melalui selang infus merupakan upaya untuk mengembalikan kebgaran Supiyati.
Menurut dokter di yang menangai Supiyati, dr Tri Ermin Fadlina, rumah sakit masih konsentrasi untuk mengelurkan benda asing di dalam tubuh pasin itu. Hal itu harus segera dilakukan, karena secara medis bisa memicu infeksi.
Perkara benda asing tersebut masuk lewat mana dan dengan cara apa, Ermin belum bisa memastikan dan belum melakukan analisa medis. "Kami hanya berupaya agar pasien segera sehat. Kami tempuh operasi sedang, mengingat jumlah paku yang begitu banyak di dalam tubuh pasien," ungkapnya.
Ermin mengaku sulit menjelaskan secara medis, bagaimana paku-paku itu bisa masuk ke dalam tubuh pasiennya. "Ini, paling banyak ada di tungkai, lengan, serta bagian dekat tulang kering," jelasnya, sembari menunjukkan hasil rontgen.
Beruntung, rumah sakit yang menangani Supiyati merupakan lembaga hucare alias Husnulkhotimah Care. Pengobatan yang dilakukan pada pasien pun memadukan dua metode. "Kami pakai operasi medis sekaligus analisis spiritual. Boleh dibilang semacam rukyah," ungkapnya. Karena dalam kasus Supiyati ada sesuatu yang tidak masuk akal, lanjut Ermin, rumah sakit pun akan menembuh metode pengobatan rukyah, untuk menjelaskan sekaligus berusaha mengobati Supiyati.
Sebuah Pemikiran :
Kasus-kasus santet seperti berita di atas adalah sebuah fenomena luar biasa menurut orang-orang barat yang awam, namun itu menjadi hal biasa dalam kehidupan di masyarakat kita. Ilmu kedokteran memang sudah sedemikian rupa mempelajari dan menelaah banyak hal tentang kesehatan dan ilmu penangannannya. Namun yang mengelitik pemikiran saya adalah, jarang atau hampir tidak ada satu dokterpun yang bisa melakukan dan mempraktikkan ilmu santet tersebut.
Santet dalam istilah ilmiah mungkin termasuk dalam ilmu fisika kuantum atau kalau orang amerika menamainya dengan teleformasi. Teleformasi saat ini sedang gencar-gencarnya dipelajari oleh ilmuan Amerika, karena mereka beranggapan ilmu ini bisa bermanfaat untuk melakukan pemindahan jarak jauh. Hal inilah yang seharusnya kita renungkan bersama. Sementara nenek moyang kita sudah pernah menguasai ilmu ini, bahkan mencapai kejayaann pada jaman majapahit.Dimana konon teknologi sudah sedemikian canggih, pengobatan dan masyarakatnya juga maju pada jamannya.
Yang perlu kita pikirkan adalah kemungkinan ilmu ini di pelajari secara spesifik dan dimasukan dalam ilmu kedokteran, karena stigma negatif santet ini perlu dirubah implementasinya secara positif. Kalau Santet berisi paku bisa masuk dalam tubuh manusia tanpa merobek kulit, logikanya paku-paku itu bisa keluar dari dalam tubuh manusia tanpa merobek kulit pula.
Opini saya adalah:
1. Ilmu Santet sebagai bagian dari kearifan lokal semestinya diteliti dan dipelajari karena ilmu itu memiliki kesan kecenderungan negatif, maka kita perlu dokter yang bisa mengobatinya tanpa proses operasi dan untuk pemindahan penyakit, artinya santet juga bisa berdampak positif.
2. Kurikulum pendidikan kita, terkait ilmu kesehatan semestinya jangan terlalu berkiblat ke barat dan eropa, sebuah bukti riiel bahwa santet itu banyak dijumpai di Indonesia dan jarang ditemukan di eropa maupun Amerika. Seharusnya Fakultas kedokteran menjadikan ilmu santet sebagai salah satu ilmu yang dipelajari oleh mahasiswanya. Karena ilmu ini nyata dan ada di masyarakat kita, namun tidak pernah dilakukan dan dimasukan kedalam kurikulum kedokteran.
3. Jika pendidikan kita berbasis kearifan lokal, maka jika ingin indonesia masa kini yang maju dan cangih maka kita harus menggali kembali kearifan-kearifan lokal pada jaman kejayaan majapahit.