Wilayah Perbatasan Dlingo Mulai KUMUH!!!

Dlingo : Seiring waktu, dan seiring proses kemajuan pembangunan, tidak dapat dipungkiri bahwa dampak dan efek yang melekat dari kemajuan dan pembangunan selalu saja seolah menjadi pasangan hidup yang abadi. Namun bukan berarti tanpa solusi, dapat dipastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan akan membawa dua pasang dapak dan efek "Baik dan tidak baik/Negatif/positif". Namun ketika kita bicara pembangunan sudah pastilah dampak ikutan yang timbul dari kebijakan membangun tersebut sudah difikirkan dan menjadi bahan racikan solusi apa bila ada dampak negatif yang mengikuti.

Beberapa waktu yang lalu sudah saya coba kupas tentang penerangan jalan yang berada pada jalur perbatasan antara lain daerah perbatasan playen dengan dodogan jatimulyo, kemudian cino mati terong dengan kecamatan pleret juga desa mangunan dengan kecamatan imogiri disini . namun demikian hari ini setelah beberapa kali mengamati dan sengaja saya berjalan menelusuri lagi di beberapa area, sudah mulai tampak tumpukan sampah yang menggunung di kawasan perbatasan antaralain di perbatasan daerah jalur cino mati, hampir di setiap jurang terhimpit diantara pepohonan terdapat sampah-sampah berserakan seperti terlihat pada gambar :

Kemudian di perbatasan dodogan dengan kecamatan playen, tepatnya diantara pos jaga kehutanan dengan jembatan sungai Oyo, tidak jarang jika pagi buta sekitar antara jam 05.00 s-d 07.00 beberapa penduduk baik dari arah barat dan timur dengan menggunakan sepeda motornya berhenti tepat diatas jembatan dan membuang tas plastik berisi sampah ke sungai, beberapa titik sampah terlihat seperti dalam gambar :

dari arah perbatasan desa manngunan dan kawasan kaliurang, juga merupakan langganan tempat pembuangan sampah seperti tampak pada gambar :

Wilayah perbatasan adalah bagian wajah dari sebuah daerah, dan dengan wajah itulah seseorang dapat memperlihatkan ekspresinya, baik itu senyuman, kesedihan, maupun kegembiraan juga keceriaan. 
Potensi wilayah kecamatan dlingo sebagai salah satu wilayah strategis, seharusnya mendapatkan perhatian khusus, karena sebagai wilayah perbatasan tentu baik RDTRK maupun rencana pengembangan dan pembangunannya memerlukan sentuhan yang berbeda. belum lagi transaksi sosial yang mengerikan, perdagangan anak, kenakalan remaja, balapan liar, minuman keras, sex bebas, ajang pacaran, sampah fisik dan sampah sosial yang ada di kawasan perbatasan merupakan permasalahan klasik, namun se klasik apapun itu mereka manusia juga, butuh mendapatkan solusi dan juga perhatian.

Memang banyak yang bisa mengatakan bahwa dlingo memiliki A, B, C, D, E, F, G  dan saya yakin semua orang yang lewat dan berkepentingan terhadap hal ini juga mengetahui, namun mengapa sampai saat ini belum ada upaya penanganan, setidaknya himbauan, sosialisasi, publikasi atau bahakan membuat larangan buang sampah melalui perda atau aturan lain yang terkait, setidaknya hal ini juga sebagai langkah awal pendidikan bagi masyarakat. 

Prestasi macam apa yang membiarkan mukanya berlepotan, padahal lomba desa sering dilakukan, ajang lomba desa hampir bisa dipastikan hanyalah ajang gotong royong sesaat namun tidak membudaya. sehingga bersih hanya saat ditinjau saja. Namun ketika wilayahnya terindikasi pencemaran nyaris luput dari perhatian.
Padahal nomenklatur program/kegiatan juga ada tersedia untuk menangani hal tersebut. 

Tapi untuk hal-hal seperti ini tentu tidak menarik, karena pembangunan fisik dan prasarana lebih menggiurkan mudah dilaksanakan dan jelas wujud bangunannya ada . Tapi Pertanyaannya...adalah...bagaimana jika muka anda belepotan padahal anda bukan tentara yang siap tempur, dengan muka belepotan tersebut lalu anda mengharapkan orang lain terkagum kagum atas perstasi anda...?



0 Melu Omong:

Posting Komentar

Saksampunipun Maos Nyuwun dipon Unek-Unekken